Kadrun dan Kecebong ada satu kesamaan.
Sejak Pilkada ayat dan mayat DKI sampai detik ini, warga +62 DKI memang terbelah ke arah dua kutub berseberangan. Katakanlah di Kanan berlabel Kadrun dan satu lagi poros Nasionalis berlabel Ahoker. Sebenarnya hanya sebutan personifikasi orientasi politik masing-masing kubu. Hanya keledai yang terperosok ke lobang yang sama berulang kali.
KOLOM
OPINI
Ganda Situmorang
Patriot 98 NKRI
Pilkada DKI Kadrun vs Ahoker dengan skor sementara 1-0 untuk Kadrun. Ya itu statistik. Strategi Pilkada pengusung ayat dan mayat memang sementara ini menang 1-0 di DKI.
Samar tapi berpola jelas. Aroma replikasi strategi ayat dan mayat untuk kontestasi panggung yang lebih besar makin kuat merebak di ruang publik. Pola copy paste dan panggung diperbesar (scale up), NKRI taruhannya. Genderang perang sudah ditabuh.
Strategi “ayat dan mayat” dengan versi yang sudah diperbaharui yaitu versi 2.0.
Setelah terbukti berhasil gemilang di panggung DKI, maka memang sangat wajar jika strategi ini akan coba diduplikasi dengan pembesaran skala panggung lebih besar.
Hampir tidak ada perubahan strategi yang berarti di kedua kubu. Dan bintang lapangan kelihatan sudah mulai melakukan adegan pembuka episode ayat dan mayat dengan panggung NKRI. Ini sebenarnya sudah di luar ranah pemerintah, melainkan bangsa dan negara. Ada musuh ideologis yang anti Pancasila, anti demokrasi, selalu teriak lantang pemerintah thogut dan bertujuan mendirikan hanya khilafah satu-satunya yang benar dengan menumpang kendaraan demokrasi itu sendiri.
Pendekatan perang medsos ala-ala Buzzer dan twibbons untuk PP akun adalah keliru. Hanya menggaruk pinggiran bisul yang gatal. Tidak lebih dari sekedar menambah riuh ruang publik dan menjaga popularitas (top of mind) Gabener. Makin gaduh maka makin mulus strategi mereka. Bila perlu negara ini rusuh itulah tujuan para begundal pengusung ideologi asing. Sungguh tak peduli berapa ribu yang mati karena covid-19, sepertinya makin banyak maka acara kunjungan ke makam suasana makin dramatis. Jualan ayat dan mayat dijamin makin moncer.
Pendekatan penegakan hukum atau keamanan negara adalah dua pilihan.
Indikasi peristiwa korupsi di DKI berserakan seperti daun ketapang di penghujung musim kemarau. Namun sejauh ini APH baik Bareskrim, Kejagung bahkan si bintang sinetron OTT, KPK seperti macan ompong hanya menonton dari luar panggung.
Maka jangan kaget, suatu hal wajar dan pantas jika TNI kemungkinan kembali turun gunung karena sesungguhnya tontonan ayat dan mayat yang mulai dipentaskan adalah ancaman nyata bagi NKRI. Cukuplah di pentas Pilkada DKI, di level Nasional jangan sesekali mencoba.
Siapa menggebuk duluan sangat berpeluang merebut hati rakyat mendapatkan satu tiket minimal Cawapres Pilpres tahun 2024.
Salam Pancasila 🇮🇩
19072021