Waspadai Sekolah Internasional yang Menghapus Pelajaran Pancasila

Penulis: Dahono Prasetyo

Fenomena wawasan kebangsaan kembali terkuak di lingkup dunia pendidikan. Yogya Independent School (YIS) merupakan sekolah Internasional yang izin operasionalnya langsung di bawah Kementerian Pendidikan. Sekolah yang pada awalnya difungsikan untuk tempat belajar anak anak WNA, lengkap dengan fasilitas ekslusifnya pada perkembangannya melahirkan persoalan baru.

YIS menerapkan kurikulum Internasional terkait siswa yang pada awalnya didominasi anak-anak WNA. Orang tua mereka bekerja di Yogyakarta atau menikah dengan WNI dan menginginkan anaknya mendapat pendidikan bertaraf Internasional. Pada perkembangannya, YIS pada tahun 2014 berubah status menjadi sekolah nasional SPK (Satuan Pendidikan Kerjasama) sesuai Permendikbud No.31/2014

-Iklan-

YIS mempromosikan sebagai satu-satunya sekolah bertaraf internasional di Yogyakarta. Menjadi trend dan alasan “gengsi” orang tua warga lokal menyekolahkan anaknya di sekolah elite. YIS kemudian membuka lebar-lebar pendaftaran tidak sebatas anak WNA sepanjang orang tua mampu membayar biaya pendidikan setinggi langit yang diterapkan sekolah.

Pada akhirnya, banyak anak-anak WNI belajar di sekolah khusus “internasional” membentuk gengsi kelas tersendiri. Siswa lokal otomatis bertemu kurikulum internasional, dengan percakapan guru dan buku dominan berbahasa asing. Anak Yogya diajar guru bule, meskipun tidak seluruhnya, terjadi di kelas belajar YIS.

Dengan jargon “satu-satunya sekolah internasional di Yogyakarta”, yang kemudian terjadi di kelas pembelajaran internasional adalah murid lokal tidak mendapatkan mata pelajaran wawasan kebangsaan, kewarganegaraan dan Pancasila. Semua siswa dianggap anak Internasional bukan anak Indonesia, meskipun secara fakta mereka bertanah air Indonesia.

Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, terkait peraturan SPK sekolah internasional, mata pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan kurikulum yang wajib diajarkan di setiap sekolah negeri ataupun swasta tidak terkecuali sekolah nasional SPK. YIS tidak mampu melaksanakan alias meniadakan 2 mata pelajaran tersebut. YIS yang menurut informasi salah seorang alumninya, beberapa tahun belakangan ini sudah didominasi siswa lokal, menghadapi 2 persoalan kepentingan wawasan kebangsaan dan bisnis pendidikan Internasional.

YIS menerapkan jenjang pendidikan terpadu dari SD, SMP hingga SMA. Bagi yang bersekolah dari SD hingga lulus SMA, sepanjang jenjang itulah siswa lokal tidak dikenalkan pendidikan Pancasila dan wawasan kewarganegaraan.

Ini bukan perihal konsekwensi bersekolah di swasta Internasional, tapi peraturan sekolah nasional SPK butuh benar-benar dinasionalisasi-kan.

YIS hanya salah satu contoh kasus. Sebagaimana YIS memperparahnya dengan memalsukan kurikulum demi mengikuti aturan SPK. Mata Pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan yang jelas tidak diajarkan, justru tertulis di ijasah kelulusan siswanya, lengkap dengan sulapan nilainya.

Kasus ini sudah ditangani Polsek Mlati, Sleman Yogyakarta dengan penetapan tersangka pelaku pemalsuannya. Berkasnya sudah P21 dan siap disidangkan, dan menjadi perhatian nasional.

Kalau pemalsuan nilai ijasah sudah sering terjadi dan hanya berdampak pada keuntungan individu siswanya. Tapi kalau pemalsuan jenis mata pelajaran, sama halnya melecehkan kurikulum pendidikan. Apakah bisa berdampak pada teguran bahkan penutupan sekolah? Kita lihat proses di persidangan nanti.

Generasi lokal harus diselamatkan dari kepentingan bisnis pendidikan berdalih Internasional. Seharusnya mereka yang harus beradaptasi dengan kepentingan lokal, bukan sebaliknya.

Silahkan mas Menteri Nadiem…

4 COMMENTS

  1. Selamat siang penulis yang terhormat, pemilik website ini.
    Apakah pada waktu berita ini di publish sudah melewati proses screening? Apakah sudah ada konfirmasi berimbang?
    Saya sebagai orangtua siswa di sekolah yang Anda tuliskan merasa sangat terganggu dengan berita ini!
    Tulisan anda tidak terbukti sama sekali! anak2 saya sampai hari ini selama 2 tahun ini masih menerima pendidikan kewarganegaraan, agama dan bahasa Indonesia.
    Dengan tulisan ini, anda menggiring opini dan menggeneralisir masalah. Dampaknya akan sangat besar buat anak2 kami, anda berani bertanggung jawab jika ke depannya anak2 saya mendapat cap dan diskriminasi ketika lulus dari sekolah ini? Anda yang menuliskan ini pernah berpikir kesana?
    Mengetahui sumber tulisan, masalahnya penting buat media sebesar ini, dan bukan asal publish
    Karena gak semua yang bersekolah di sekolah ini demi gengsi seperti yang anda tulis, saya memilih karena saya concern dan tau yang terbaik buat anak saya.
    Jika ada pihak yang berselisih dengan institusi sekolah, silahkan pilah pilih tulisan dan jangan menggeneralisir semua hal!
    Jika anda keberatan dengan comment saya, anda bisa hubungi saya, karena anda mempertaruhkan perkembangan dan masa depan anak2 saya!

  2. Selamat malam Mas Penulis, Terima kasih untuk konfirmasinya. Bisa diperjelas “berbagai pihak” Yang Anda sebutkan diatas, apakah dari kedua belah pihak? (sekolah ataupun orangtua murid yang anaknya masih bersekolah). Mas Penulis yang terhormat, antara judul yang Anda tulis dengan keterangan yang Anda berikan, itu 2 hal yang berbeda. Di judul yang Anda tulis sekolah menghapuskan mata pelajaran Pancasila, yang mana itu tidak benar(tapi seakan2 Anda mengetahui bahwa itu dihapuskan) tapi di keterangan yang Mas berikan, Anda mengaitkan dengan kasus tindak pidana pemalsuan ijasah. Dimana itu tidak ada hubungannya, kasus pemalsuan yang Anda infokan tidak berkaitan sama sekali dengan tudingan bahwa mata pelajaran Pancasila dihapuskan dari mata pelajaran, tidak ada hubungannya pemalsuan dengan mata pelajaran dihapuskan. Sekali lagi sampai saat ini selama 2 tahun anak saya bersekolah disana PPKN menjadi salah satu mapel yang diajarkan dan saya yang mengawasi juga mendampingi saat anak2 saya belajar. Saya tidak ada urusan dengan kasus yang berjalan, ini murni pendapat saya sebagai orang tua murid, dan saya wajib menyuarakan jika ada hal yang tidak benar berkaitan dengan anak2 saya, tapi sekali lagi judul yang Mas Penulis sajikan bisa menggiring opini, membentuk stigma kalo anak2 yang bersekolah disana tidak mengenal Pancasila sebagai dasar negara, terkhusus untuk anak saya dan itu berakibat sangat besar dengan pendapat orang terhadap anak2 yang lulus dari sana ke depannya. Kalo Mas Penulis mau highlight kasus yang sedang berjalan, silahkan tuliskan judul yang sesuai, tidak dengan menggeneralisir semua hal! Biarkan hukum yang memutuskan kasus itu, tapi jangan menggiring opini yang bisa berakibat panjang. Terima kasih!
    Oia 1 lagi, istilah P21 yang mas sampaikan, setau saya itu istilah yang dipakai oleh kepolisian jika berkas penyidikan sudah lengkap dan kasusnya bisa dilimpahkan ke pihak kejaksaan, dan pihak kejaksaan tidak menggunakan istilah P21, koreksi saya jika saya salah, Terima kasih sekali lagi

    • Soal judulnya “WASPADAI SEKOLAH YANG MENGHAPUS PELAJARAN PANCASILA”

      Semiotikanya jelas, bukan tuduhan, tapi himbauan

      Pembaca yang Budiman,

      Mohon dibaca Kembali tulisan kami di atas, kami tidak pernah menuliskan tentang kasus ijazah palsu (yang dalam KUHP terikat pada Pasal 268), apa yang kami tulis adalah pemalsuan keterangan palsu pada akta otentik, dalam hal ini 2 nilai palsu pada ijazah yang sah (yang dalam KUHP terikat pada pasal 266 ayat (1)). Seperti yang Pembaca tulis di komentar sebelumnya, anda menyatakan baru 2 tahun anak anda bersekolah di sekolah YIS. Jadi wajar jika anda bersikukuh menyatakan 2 mapel ini sudah diajarkan. Kasus pemalsuan nilai 2 mapel terjadi pada Angkatan 2015/2016, namun ijazah SD baru diberikan pada bulan April 2018. Disebut nilai palsu karena nama kedua mapel tersebut tidak ada pada rapot siswa, tetapi nilainya muncul di ijazah. Kami senang jika sekarang YIS telah menempatkan 2 mapel ini sebagai “MAPEL”, seperti yang anda nyatakan. Semoga sistem pengajaran kedua mapel tersebut diajarkan sesuai dengan peraturan pemerintah dan peraturan Menteri. Terkait pihak-pihak yang anda tanyakan, kami menghubungi banyak pihak, tak hanya sebatas 2 pihak, termasuk pihak sekolah. Namun dari sudut kode etik jurnalistik, kami memiliki hak untuk tidak mengungkap nama atau pihak yang menjadi narasumber kami. Sebagai orangtua yang telah menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah yang sekarang sedang terlilit kasus pidana pemalsuan nilai dalam ijazah sah, sebaiknya anda melakukan pengecekan ke sekolah anak anda.

      Terkait istilah P21, sebaiknya anda berkonsultasi pada Penasehat Hukum anda atau membaca informasi di internet, instansti mana yang memiliki kewenangan atas P21 pada berkas perkara pidana. Karena apa yang kami tulis pada tulisan kami, sudah sesuai dengan kaidah yang berlaku pada mekanisme hukum di Indonesia. Keberatan anda terkait judul tulisan dan isi tulisan, adalah hak anda, dan kami menghormatinya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here