Penulis: Nurul Azizah
Saat ini lagi banyak postingan tentang celana cingkrang, baik di WhatsApp maupun Facebook. Awalnya penulis cuek saja dengan postingan tersebut. Ya karena saat ini kondisi kesehatan penulis lagi kurang prima, karena banyak lemburan di sekolah awal tahun pelajaran baru.
Tiba-tiba penulis pengen saja menulis tentang celana cingkrang atau kathok cingkrang. Yang lebih geli lagi penulis menyebut mereka dengan kelompok PKC (Persatuan Kathok Cingkrang).
Heran saja rasanya dengan kelompok Wahabi Salafi. Mereka beribadah memakai celana cingkrang pas betis. Aktivitas di pasar, di Supermarket, ke kantor, ke fasilitas umum, di bank, rumah sakit, stasiun, terminal, berdagang, berkebun dan lain-lain selalu memakai celana cingkrang. Laki-laki Wahabi Salafi cenderung memakai celana cingkrang, karena menurut ajarannya itu sunnah Rosul,
… padahal Rosul tidak pernah memakai celana cingkrang.
Pertama kali lihat rasanya geli saja, lucu, cingkrangnya terlalu ke atas, tidak hanya di atas mata kaki, tapi malah di atas betis bahkan persis di bawah dengkul.
Penulis mencari hadits Nabi yang seorang muslim laki-laki memakai celana cingkrang. Tapi tidak ditemukan, bahkan sampai membuka buku kumpulan: “Hadits Qudsi” Karya KH. M. Ali Usman dan Drs. H. M. D. Dahlan penerbit CV. Diponegoro Bandung juga tidak ditemukan.
Sepanjang 14 abad jarak kita dengan Kanjeng Nabi, selama itu juga belum ditemukan riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah memakai celana cingkrang.
Apalagi cingkrangnya di atas betis.
Mana hadits shahihnya kalau Nabi Muhammad SAW memberi contoh langsung bercelana cingkrang?
Jadi buat ikhwan Wahabi Salafi janganlah bangga dengan celana cingkrang yang katanya lebih nyunnah demi menghindari isbal.
Isbal adalah menjulurkan pakaian hingga mata kaki. Atau menurunkan sarung atau kain hingga mata kaki.
Katanya gembar gembor mau kembali ke ajaran Al-quran dan Al-Hadits. Coba sebutkan satu dalilnya kalau Kanjeng Nabi memakai celana cingkrang.
Kalau tidak bisa menunjukkan dalilnya berarti ikhwan Wahabi Salafi itu asal-asalan. Tidak memiliki dalil yang kuat tapi lebih memaksakan pembiasaan pada kelompoknya.
Sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah adalah memakai izar (sarung/kain) yang tidak menutup mata kaki. Kegemaran Rosulullah SAW adalah memakai gamis (baju kurung panjang), dan itu merupakan pakaian yang dipakai oleh masyarakat Arab dan menjadi pakaian adat masyarakat di sana.
Selain asal-asalan, kelompok wahaboy dalam menjalankan sunnah juga berlebihan. Dicontohkan Kanjeng Nabi tidak menutupi mata kaki atau di atas mata kaki. Kaum wahaboy malah di atas betis, sangat ‘wagu sekali,’ atau istilahnya tidak sedap dipandang. Mau ibadah tapi berlebih-lebihan bahkan terlihat sombong.
Kelompok Wahabi Salafi mengklaim paling suci dalam beribadah dan sangat takut dengan neraka, sehingga mereka berlebih-lebihan dalam berbusana. Yang laki-laki memakai celana cingkrang hingga di atas betis, dan wanitanya memakai pakaian yang menutup dari ujung kaki hingga ujung kepala tertutup. Sehingga baju yang dikenakan wanita-wanita wahabi sampai menutup kaki hingga ‘nglengsreh’ menyapu kotoran di jalan. Kalau tidak manut ajaran wahabi akan masuk neraka. Itulah doktrin mereka.
Menurut pengamatan penulis, yang sehari-hari ketemu dengan kelompok Wahabi Salafi. Mereka dengan sombongnya berjalan di atas bumi dengan celana cingkrang. Gaya jalannya menatap ke depan, langkahnya tegak. Kalau ketemu orang sesama Wahabi mereka menyapa dengan salam, “Assalamualaikum” dengan kepala diangkat. Tapi kalau ketemu orang yang bukan kelompoknya, mereka diam seribu bahasa, kepala diangkat di atas (mendongak) dan berlalu begitu saja. Padahal mereka ketemu tetangganya, yang saling kenal, tapi tidak mau menyapa karena bukan kelompoknya. Apalagi kalau ketemu dengan muslimah perempuan yang bukan kelompoknya waduh tidak kenal sama sekali. Mereka tidak menoleh sama sekali.
Demikian yang perempuan dengan baju cadarnya mereka merasa makhluk paling suci. Yang lain mah lewat, tidak levelnya. Mereka juga mendandani anak-anak mereka dengan pakaian kebesarannya.
Anak laki-laki didandani baju lengan panjang atau pendek dengan celana cingkrang, sedangkan anak perempuannya didandani tertutup semua dengan cadarnya. Apa tidak kasihan ya, masih kecil sudah tersiksa dengan pakaian niqobnya.
Seringkali penulis menamai kelompok Wahabi Salafi dengan sebutan kelompok khilafah bani Ci-Ca (Cingkrang – Cadar).
Penulis heran dengan kelompok Wahabi Salafi yang nota bene asli Indonesia. Mereka warga Indonesia, dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia, meminum sumber air dan hasil tanaman yang ditanam di Indonesia. Tapi anehnya mereka menolak budaya Indonesia.
Mereka berpenampilan yang sangat berbeda dengan masyarakat Indonesia. Mereka memakai budaya yang sumbernya tidak jelas.
Kalau mereka memuja budaya Arab, apakah orang-orang Arab memakai celana cingkrang?
Setahu penulis orang Arab banyak memakai gamis karena tradisi budaya mereka memang begitu.
Orang awam yang tidak faham dengan ajaran Wahabi Salafi, merasa takut dengan mereka yang memakai celana cingkrang dan cadar. Karena kebanyakan teroris yang ditangkap oleh Detasemen Khusus anti teror atau Densus 88 rata-rata memakai celana cingkrang dan berjenggot. Sedangkan yang perempuannya memakai cadar. Untuk itu tidak ada salahnya kita harus ekstra hati-hati dengan ajaran yang disebarluaskan oleh kelompok Wahabi Salafi.
Mereka punya slogan kembali ke Qur’an dan Hadits, tapi dalam prakteknya ajaran mereka banyak melakukan penyimpangan dan cenderung asal-asalan.
Nurul Azizah penulis buku ‘Muslimat NU di Sarang Wahabi‘. Minat, hub. penulis 0851-0388-3445 atau SintesaNews.com 0858-1022-0132.