Erri Subakti
Villa itu milik keluarga ipar gue. Gede, lokasinya persis di kaki Gunung Salak Bogor. Saat liburan sekolah, biasa kita yang masih muda-muda nyari tempat buat refreshing bareng. Bosen ke puncak terus, kebetulan abang ipar gue ngebolehin villa keluarganya untuk dikunjungi karena villa itu juga jarang banget mereka jadikan tempat buat liburan. Jadi abang ipar ngasih tau gue kondisi villanya. Udah gak terawat, tapi masih bisa kalo buat nginep dan liburan. Dia kasih pesan penting ke gue yang harus gue lakukan di sana dan hal-hal yang gak boleh dilakukan di sana kalau mau gak digangguin. The do and the don’ts.
Abang ipar ngasih tau, “Jangan berbuat macem-macem di sana, selalu sholat.” Maksud macem-macem itu ya ngelakuin maksiat. Karena cerita abang ipar gue, penunggunya suka mindahin kita tidur, tadinya di kamar bangun-bangun di luar villa.
Gue gak kasih tau “the do and the don’ts” itu ke temen-temen gue. Jadilah kita berangkat pakai mobil temen gue, Yoga. Kita bertujuh. Lokasinya? Gak tau persisnya… hahaha… di Ciapus. Tapi di mananya, asli gue blom pernah ke sana jadi pakai petunjuk dari abang ipar gue aja. “Ikutin angkot warna biru yang jurusan ke ….. (lupa gue) yang arah masuk ke dalem,” kata abang ipar gue.
Jadilah kita ke arah Ciapus, trus ngikutin angkot biru ke arah yang masuk ke desa-desa. Aman…, angkotnya kita ikutin terus masuk ke desa-desa yang masih terlihat hijau dengan rimbunnya pepohonan sejauh mata memandang. Jalan agak basah karena daerah Bogor biasa sering hujan. Jalanan masih tanah dan bebatuan. Rumah-rumah masih jarang. Jarak 1 rumah ke rumah lain cukup jauh. Sampai akhirnya angkot yang kita buntuti masuk ke satu rumah.
Lah, goblok. Supir angkot itu pulang ke rumahnya. Kita malah ngakak. Trus ke mana kita ini ya? Jalan terus sampai ketemu warung, buat beli cemilan dll. sambil kita tanyakan villa yang dimaksud. Syukurlah si pemilik warung tau villa tersebut karena memang satu-satunya villa di daerah tersebut dan letaknya sangat terpencil, jauh lebih masuk ke arah hutan, di kaki gunung salak, yang di luar wilayah pemukiman warga desa.
Pemilik warung sempat mengernyit sambil nanya balik, “Yakin mau nginep di sana?” Gue cuma senyum mengangguk dengan pasti, mencoba menyembunyikan rasa khawatir.
Gampang sebenarnya arahnya, karena cuma 1 jalan itu saja yang terus mengarah ke dalam pelosok hutan. Kita terusin mobil melaju di jalan tanah yang lebarnya cuma seukuran mobil saja.
Waktu sudah semakin sore mendekati magrib, hawa dingin menyergap. Udara segar daerah Bogor berhembus masuk ke dalam mobil. Gue rapatkan jaket. Satu orang temen kami nampak diam aja sedari tadi sejak dari warung. Tatapannya lurus ke depan. “Bro, kenapa lo, jangan bengong, kesambet lo nanti,” tegur Valdo ke Dipo.
Dipo tetap diam gak menjawab. Aneh banget tuh orang.
Di kejauhan sudah nampak sebuah bangunan rumah besar yang hanya satu-satunya berdiri persis di kaki gunung. Jika jalan setapak diteruskan, jalan itu terus menanjak ke gunung. Bangunan berwarna terakota terlihat gelap. Karena memang tidak ada yang mendiami atau mengurus villa tersebut. Kunci gerbang gue keluarin dari saku dan gue buka gembok besar di pagar yang sudah agak berkarat. Bunyi gerbang pagar nyaring suara besi dibuka menyiratkan gerbang sudah lama tidak pernah ada yang ke sini.
Mobil memasuki pelataran villa dan gue mengucap salam memasuki villa tersebut, “Assalamualaikum…” Tentu aja tak ada jawaban dari dalam tapi gue emang percaya ada yang nunggu di sini, jadi berbuat sopan pada yang nunggu tak ada salahnya.
Suara air mengalir keras terdengar, dari kamar mandi. Padahal sama sekali tidak ada orang di dalam ketika kami masuk.
Trus siapa yang nyalain air di kamar mandi, woy….
Gak ada dari kita yang mau ngelihat kamar mandi.
Aelah, baru juga dateng, udah ada aja yang bikin bergidik. Sok berani gue ke arah kamar mandi. Anjir. Ada kaca cermin persis di depan pintu kamar mandi. Maksudnya tembok di depan pintu kamar mandi itu ada cermin. Jadi cermin itu mengarah persis ke pintu kamar mandi. Aneh beud dah ah. Biar apa coba. Bisa dibayangin kalo lu ke luar kamar mandi persis langsung ngelihat cermin. Kan kalo di cermin kelihatan “yang lain”, bakal ngagetin.
Bismillah gue buka pinu kamar mandi. Agak gelap. Lampu yang gue nyalain juga remang-remang gak terang banget. Air mengucur deras dari pipa ke bak mandi. Air meluber sampai ke lantai kamar mandi terus menerus. Bingung dong dengan kamar mandi ini. Gue tutup pintu kamar mandi keluar villa, dan menelusuri pipa air yang dari kamar mandi, sumbernya di mana.
Di samping villa juga ada kolam renang yang airnya berwarna hijau, dasar kolam gak terlihat. Air yang mengaliri kolam tersebut juga terus mengalir tidak berhenti. Hmm… berarti air di kamar mandi dan air kolam ini berasal dari sumber yang sama. Dan pipanya disambungkan langsung dari mata air dari gunung di atas. Lega, merasa telah memecahkan 1 misteri kenapa air di kamar mandi terus mengalir sampai luber.
Jadilah kita beristirahat di villa sambil ngobrol ngalur ngidul menikmati mie instan yang panas sambil “mendengarkan” suara air mengalir deras dari kamar mandi.
Tapi jadi mikir hal lain. Kalau tiba-tiba airnya brenti ngalir, gimana? Siapa yang brentiin, nutup pipanya?
Tau ah.
Dipo yang sejak jelang magrib tadi diam terus kini udah bisa nyambung ngobrol setelah sholat magrib.
Malam tiba, salah satu temen, si Febri ngeluarin minuman “hangat” dari tasnya, 2 botol anjir. Aelah…, gue yang deg-degan. Apakah minum-minum ini termasuk “berbuat yang macem-macem” seperti yang dibilang abang ipar gue?
Gue mending ambil wudhu trus sholat deh. Supaya “seimbang.”
Selesai sholat di kamar yang bikin gue gak konsen sholatnya, karena di kamar itu kayak ada yang ngawasin gue, pas gue keluar kamar temen-temen gue lagi pada asik main kartu, dan itu apaan di tengahnya? Duit! Wanjing pada judi..! Gak ingat apa kata bang haji Rhoma Irama, “Judi teeet…” itu harooom. Ya elah udah miras tambah judi pula. Udah termasuk “macem-macem” ini sih…. Kampret! Semoga penunggu villa ini gak keganggu sama ulah kita.
Malam makin larut, semua memutuskan untuk tidur bareng di ruang tengah. Gak ada yang mau masuk kamar. Goblok, pada takut sendiri kan…
Dodolnya lagi saat semua udah berbaring dan belum ada yang terlelap, malah pada cerita serem-serem. Termasuk cerita-cerita orang yang udah meninggal. Bangsat.
Asli perasaan gue udah gak karuan saat itu. Nih bocah-bocah, udah pada minum, judi, cerita-cerita serem orang yang udah meninggal lagi. Lengkap deh nih “macem-macemnya”. Gue berusaha tidur, sampai akhirnya gak ada lagi suara obrolan temen-temen gue cerita serem. Suasana langsung senyap.
Hanya suara air yang terus mengalir dari kamar mandi. Bangke gue blom tidur juga. Tapi gue merem terus.
Dan akhirnya suara mengerikan terdengar…. suara aneh, bukan suara manusia. Susah digambarin gimana suaranya. Tapi suara itu nampak marah. Suara marah dari makhluk itu makin mendekat di telinga gue. Bangsaaatt… gue gak berani melek. Suara seperti menggeram besar sekali kaya persis di depan muka gue. Ya Allah…. gue mulai baca taawudz, alFatehah, Annas, alFalaq, alIkhlas, 3 andalan surat yang gue hapal, tambah doa mau tidur, doa supaya gak dinganggu. Terus merem terus merem, jangan melek…. Suara itu gak hilang-hilang, gak pergi. Sampai gue terlelap.
Matanya terlihat besar seperti mau keluar. Putih semua bola matanya. Wajahnya menghitam, seperti terbakar dari dalam tubuh, mulutnya terbuka, lidahnya bengkak membesar menghitam. Dia seperti ingin mengatakan sesuatu tapi gak bisa. Hanya menunjuk ke arah lain. Gesturenya menyiratkan untuk gue menjauh dari sini, pergi dari sini. Gue mau berbalik, kaki gak bisa diangkat, berat banget…. Allahuakbar Allahuakbar… mau ngucapin takbir susah banget bibir gue bergerak, yang keluar dari mulut cuma “Ababaabababa….” Terus gue berusaha takbir, menggerakkan kepala geleng-geleng seperti susah banget bergerak. Sampai akhirnya bisa dan gue terduduk. Terbangun tiba-tiba dari tidur.
Adzan subuh sayup-sayup terdengar dari musholla desa. Gue bergegas ambil wudhu dan sholat subuh. Mencoba menenangkan diri dari yang barusan gue alami. Mimpi. Tapi sosok itu seperti nyata. Dia mencoba memberi tau bahwa kita harus cabut dari sini, sebelum kenapa-napa.
Sepertinya memang penunggu di villa ini tidak berkenan kita di sini tapi masih ngasih kesempatan tidak di-apa-apain karena gue gak lepas sholatnya.
Jam 7 pagi gue langsung utarakan ngajak temen-temen gue bacut dari villa angker ini. Semuanya kontan setuju, dan justru menyiratkan wajah pengen cepet-cepet segera pergi dari sini ke arah peradaban yang ramai. Nampaknya masing-masing menyimpan ceritanya sendiri apa yang dialami atau mimpi-mimpi mereka tadi malam, tanpa ada yang bercerita satu pun.
Usai Yoga ngecek mesin mobilnya, dan ok semua. Kita buru-buru bergegas keluar dari villa suram itu. Gue kembali gembok pagarnya. Dan persis saat mau masuk mobil sekilas gue lihat di jendela makhluk hitam besar mengangkat tangannya. Anjirlah. Masuk mobil gubrak. “Jalan…” ucap gue sambil menghela nafas. Fiuh….
ijin share ya bang
Silakan
Pinjem villa nya bang…