Penulis: Inu Mahfud
Bagi kaum lelaki, khususnya bapak-bapak rumah tangga (termasuk saya sendiri) banyak produk yang seringkali telah tersedia di rumah, dan kita hanya tinggal menggunakannya saja. Produk-produk seperti minyak goreng, bahan makanan kaleng, tissue dan produk toiletries masuk dalam kategori seperti ini. Pernahkah terbersit dalam benak kita, bagaimana ibu atau istri kita memilihkan semua produk tersebut bagi kita? Faktor apa sajakah yang menjadi pertimbangan mereka?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi penting apabila kita berada dalam posisi sebagai pemasar produk-produk seperti yag disebutkan di atas. Salah satu tips agar produk kita mampu megambil hati kaum ibu selaku pengambil keputusan pembelian, perlu kita ketahui bagaimana sebenarnya kondisi psikologis dari konsumen ibu-ibu kita dan bagaimana produk tersebut digunakan.
Untuk produk-produk yang mendukung peran ’tradisional’ ibu atau istri, yaitu memasak, mengurus anak dan melayani suami, selain pertimbangan rasional meliputi harga, kualitas dan juga kuantitas kemasan produk, perlu diperhatikan juga ego atau pride dari sang ibu/istri sebagai penentu pembelian.
Mayoritas perempuan Indonesia masih dididik secara tradisional untuk berhasil menjalankan peran sebaagai ibu dan istri. Menurut hasil dari beberapa focus group discussion yang kami lakukan, Ukuran dari keberhasilan tersebut adalah kepuasan dari suami atas ’pelayanan’ dari istrinya dan kebahagiaan anak-anak yang diurus oleh ibunya.
Stereotype peran ibu seperti itu, dan juga sistem pujian/ pengakuan terhadap peran ibu yang berhasil menciptakan pride dikalangan mayoritas perempuan bahwa ibu dan istri yang berhasil adalah mereka yang mampu memberikan kepuasan dan kebahagiaan terhadap keluarga mereka.
Oleh karena itu dalam pemasaran kepada kaum ibu produsen harus pandai bermain dalam komunikasi, antara menonjolkan USP (Unique Selling Point) produk dan mengangkat ego mereka lewat keberhasilan menjalankan peran tradisional tersebut dengan baik. Hasil penelitian kami menunjukan bahwa ibu-ibu tidak begitu menyukai produk, katakanlah seperti minyak goreng atau kopi, yang hanya menonjolkan kekuatan USP produk itu sendiri tanpa memberikan ruang terhadap ’kepandaian’ dari si ibu.
Sebagai contoh, ibu-ibu tidak akan menyukai produk kopi instan yang mengatakan bahwa rasa kopi tersebut mampu ’menggantikan’ kenikmatan seduhan kopi untuk disuguhkan kepada suami oleh sang istri. Sebaliknya, ibu-ibu akan sangat menyukai minyak goreng yang mengatakan ’hanya’ menyempurnakan hasil akhir dari masakan ibu. Contoh yang lebih ekstrem lagi adalah pada jamu perawatan kewanitaan. Motivasi dari istri-istri yang menjadi konsumen jamu tersebut sebagian besar adalah untuk kepuasan suaminya. Baru setelah itu mereka dapat merasa terpuaskan.
Kaum ibu dan istri sangat percaya bahwa pilihan mereka adalah yang terbaik untuk keluarganya. Apabila produk yang mereka pilihkan disukai dan memuaskan seluruh anggota keluarga, mereka akan menjadikan produk tersebut sebagai preferensi mereka. Jadi, siapkanlah produk yang memuaskan user anda dan siapkan komunikasi unntuk memikat penentu pembeliannya.
Penulis adalah Advisor di Brand & Marketing Institute (BMI) Research. Lulusan Sosiologi FISIP Universitas Indonesia (UI) dan mengambil gelar MM di Prasetya Mulya.