Teriakan ‘Takbir!’ Iringi Penyegelan Gereja di Purwakarta, Radikalisme Dimenangkan Bupati dan MUI

Penulis: Roger P. Silalahi

Video tersebar, sebuah Gereja disegel dengan diiringi teriakan “Takbir…!” berkali-kali di Purwakarta. Penyegelan Rumah Ibadah (baca: Gereja) yang sudah beroperasi 2 tahun itu dilakukan oleh Bupati Purwakarta Hj. Anne Ratna Mustika SE. Penyegelan dilakukan dengan dibungkus bahasa yang sangat manis, melibatkan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kantor Kementerian Agama, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Badan Kerjasama Gerejawi (BKSG) Purwakarta, dan perwakilan jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS).

Dua badan terkait gereja, 2 badan terkait keagamaan dan kepercayaan, 1 badan terkait pemerintahan, dan yang satu lagi adalah MUI.

-Iklan-

Apa urusannya MUI dilibatkan memutuskan urusan Gereja wahai Ibu Anne…?

Apa urusannya teriakan “Takbir” harus mengiringi penyegelan yang Anda lakukan…?

Anda waras…?

Tidak ada urusannya MUI turut campur di hal terkait pembangunan Gereja.

Dan teriakan “Takbir” itu menunjukkan kepastian kaum radikalis melakukannya bersama Anda, Ibu Anne.

Di Purwakarta ada 1.052 Masjid, 370 Mushalla, 8 Gereja Protestan, 11 Gereja Katholik, 1 Pura, dan 3 Vihara, ini data resmi Kabupaten Purwakarta sampai tahun 2020. Tahun 2021 dan 2022 tidak ada datanya, berarti sistem tidak updated. Ini penting saya garisbawahi, karena Ibu Hj. Anne Ratna Mustika SE. mengatakan bahwa diketahuinya hal Gereja tidak ber-IMB adalah “Berdasarkan pengecekan di sistem, dan ternyata tidak ada IMB nya…”.

Kalau data saja tidak berhasil di-update, lalu mau bicara sistem, saya tanya lagi; “Bohong atau dusta…?”

Apakah Anda sudah periksa bahwa 1.052 Masjid itu sudah ber-IMB semua atau tidak…?

Data yang ada menyebutkan bahwa 62% dari sekitar 162.000 Masjid dan Mushalla di Jawa Barat tidak memiliki IMB, berarti sekitar 100.440 yang tidak ber-IMB.

Mengapa Bupati Purwakarta mencoba membenturkan masyarakat dengan mengikutsertakan MUI dan kaum radikalis dalam penyegelan GKPS…?

MUI punya fungsi yang jelas hanya mengurusi hal terkait agama Islam. Kecuali bila pelaporan awalnya datang dari MUI. Tapi bila ternyata keseluruhannya diawali dari pelaporan MUI, berarti Sang Bupati berdusta, membohongi publik dengan mengatakan “Setelah memeriksa melalui sistem…”, dan patut dipertanyakan tujuan sebenarnya MUI ikut campur di urusan ini.

Usaha Bupati Purwakarta untuk tampil seolah bijak padahal bajak, gagal.

Hj. Anne Ratna Mustika SE. harus diingatkan bahwa kesetaraan dalam hukum adalah hal yang mutlak, dan yang dia lakukan jelas sebuah ketidaksetaraan.

Rekam jejak tidak akan berdusta, silakan keluarkan “IMB Dadakan” bila perlu untuk 1.052 Masjid dan Mushalla, tetapi jejak akan terlihat.

Mengapa harus seperti Kulon Progo, mengotori bulan Ramadhan dengan tindakan yang diskriminatif…?

Bukankah seharusnya bulan ini menjadi bulan di mana agama Islam dimuliakan dengan berbagai perbuatan baik pemeluknya…?

Mengikutsertakan MUI saja sudah menunjukkan keinginan untuk membenturkan, memecah belah, minimal menekan. Sudah menunjukkan ketidakberimbangan dan diskriminasi.

Apa pernah PGI atau KWI diajak berbicara sebelum dikeluarkannya izin untuk sebuah Masjid atau Mushalla…?

Membiarkan teriakan “Takbir…!” berkali-kali pun tindakan yang menyakiti dan memberi gambaran penyebab penyegelan yang sebenarnya: RADIKALISME.

Jauh sekali kebijakan Ibu Anne ini bila dibandingkan dengan kebijakan Bupati terdahulu Dedy Mulyadi sang mantan suami. Apakah ini atas perintah Partai…? Jika ya, maka patut dipertanyakan garis kebijakan Golkar dan Ketua Umumnya. Apakah Golkar sekarang mengarah menjadi partai yang diskriminatif dan membela radikalisme…?

Ibu Hj. Anne Ratna Mustika SE., Anda perlu mengkaji kembali apa yang tertuang dalam Konstitusi kita, UUD 1945, khususnya Pasal 28 i dan Pasal 29. Hak beragama dan hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif dalam bentuk apapun.

Pasal 28 i
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.** )

(2) Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.**)

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.**)

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.** )

(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.**)

Pasal 29
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Tindakan Bupati Purwakarta Hj. Anne Ratna Mustika SE. secara langsung menabrak Konstitusi, berlaku diskriminatif, berpotensi menimbulkan benturan di masyarakat, dan lebih dari itu, menyemerbakkan bau busuk radikalisme di Purwakarta.

Atas dasar itu, rasanya patut dilakukan pengkajian ulang baik oleh Golkar selaku partai pengusung, maupun Presiden selaku atasan. Bila tidak layak, berhentikan.

Apakah layak seorang Kepala Pemerintahan dibiarkan berkuasa sementara yang bersangkutan mengambil kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi dan bersifat mendukung radikalisme…?

Roger P. Silalahi

1 COMMENT

  1. Sebagai manusia yang punya kepercayaan, saya sangat teriris dengan hati ibu bupati yang terlahir tapi tidak ber otak. Maaf. Dia tidak punya hati sebagai manusia. Doaku menyertaimu Bu. Cepatlah sadar sebelum hidup anda berantakan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here