Penulis: Dahono Prasetyo
Pada Suatu Pangkalan Ojek
Dari sekilas penampilan, dia cukup religius. Baju gamis, jenggot sunnah, dan dua tanda hitam di jidatnya yang kadang sedikit tertutupi ujung kopiahnya. Wajahnya “sumringah” selalu mengumbar senyum kepada siapa saja saat bertatap mata dengannya. Tiap pagi dengan bersepeda berkeliling berjualan aneka kopi seduh yang dipajang nyaris menutup bagian belakang sepedanya.
Menurut beberapa tetangga, dia paling rajin tahajud malam di masjid. Puasa pun tak pernah lewat di Senin dan Kamis. Dan dia tinggal di rumah kontrakan bersama istri dan seorang anak perempuan.
“Itu Mas Imam tiap hari tekun ibadah, hidupnya dari dulu gitu-gitu saja, nggak berubah. Tetap saja jualan kopi keliling,” kata Gono tukang ojek ujung gang.
“Mendingan Pak Hadi, yang sholatnya dari dulu biasa-biasa saja tapi sekarang bisa punya rumah mewah dan mobil,” timpal Heru si tukang parkir mini market samping pangkalan ojek.
“Haha… iya ya? Tapi nggak juga sih. Barangkali doa mereka berbeda versi,” kataku mulai memancing kalimat.
“Beda gimana? Sama-sama Muslim kok beda versi?” tanya Heru.
“Aku pikir ibadah, sholat dan sedekah seseorang sebenarnya gak ada hubungannya dengan urusan duniawi,” jawabku sambil menyeruput kopi.
“Maksudnya?” tanya Gono serius seraya mendekat ke tempat dudukku.
“Mas Imam ibadah, sholat jungkat-jungkit tiap hari, ngaji tak putus, tirakat tak henti tujuannya bukan untuk berharap mendapat limpahan rejeki, bisa beli rumah, punya deposito, mobil sedan AC. Dia cuma pengen dapet jaminan urusan akherat. Urusan dunia keseharian dia dan keluarganya kalau sudah merasa cukup ya sudah,” jawabanku meluncur tanpa sadar.
“Tuhan kan Maha Mendengar dan Maha Memberi. Pak Hadi berdoa minta rumah mewah, Tuhan kasih. Minta bisnisnya lancar Tuhan kabulkan. Lha, mas Imam barangkali gak minta apa-apa sama Tuhan kecuali kesehatan dan keselamatan di akherat kelak,” kali ini kalimatku mulai sadar sesuai logika yang ada.
“Emangnya kita, berdoa minta rejeki kadang-kadang kalau pas lagi nggak punya duit. Begitu dikasih kepakainya juga nggak jelas. Buat ngrokok, ngopi, mancing. Ya, pasti habislah..?” kataku kemudian sambil berdiri meninggalkan 2 mahluk Tuhan yang bengong mencerna kalimatku dari tadi.
Akupun juga. Sibuk mengingat-ingat susunan kalimat spontan yang terlanjur meluncur tadi.
Depok 08/10/21