Penulis: La Ode Budi
Medsos telah menjadikan semua orang bisa beropini. Dan banyak opini tersebut berdasarkan kepentingan, meninggalkan objektifitas.
Situasi komunikasi yang begitu ribut, sangat diperlu penjelasan yang tuntas, argumentatif dan dapat dipercaya.
Kemampuan artikulasi ini, sangatlah penting, untuk menjaga persatuan dan produktivitas diskusi bangsa.
Satu contoh, tentang legalitas Gibran jadi cawapres. Mahfud sangat tegas, menyatakan itu legal. Karena putusan MK adalah “final and binding”.
Bahwa diputus dengan pelanggaran etik berat, itu ranah legitimasi. Kita dibatasi oleh “aturan main” yang harus dipegang.
Anwar Usman dihukum tidak boleh menyidangkan hasil pemilu, disamping dipecat dari ketua MK. Bisa dibilang pecat halus.
Satu hakim MK MK Bintan R. Saragih, berpendapat beda seharusnya AU dipecat tidak hormat dari hakim MK.
Ketua MK MK (Prof. Jimly Asshiddiqie) kembalikan ke masyarakat, apakah permisif kepada KKN (kembali jadi bagian kehidupan bangsa atau tidak).
(Nanti dibukti pada dukungan untuk Gibran sebagai cawapres).
Di KPU semalam (14/11/23), Ganjar juga tegas menjelaskan bahwa ada amanat reformasi yang harus dituntaskan.
Yaitu, bangsa Indonesia harus meninggalkan perilaku KKN (kolusi, korupsi, nepotisme).
Para pemimpin punya kewajiban pertama, mencontohkan.
Penyampaian yang jernih (untuk kepentingan bangsa), menjadi pembeda Ganjar-Mahfud dibanding capres wacapres lainnnya.
Punya integritas dan berani, jadi modal utama untuk artikulatif pada masalah bangsa.
Keduanya memenuhi kriteria ‘Tulus Mengabdi dan Berprestasi’, kriteria kepemimpinan bangsa Indonesia.
#Koalisi_BersamaRakyat.
#TulusMengabdi_Berprestasi