Penulis: Erri Subakti
Hari ini, 7/7/2021, kasus covid-19 di Indonesia di angka 31 ribu lebih yang tercatat. Tapi taukah Anda apa yang paling enak dan mudah saat Ini?
Menyalahkan pemerintah. Lebih empuk lagi menyalahkan Jokowi. Wah, enak untuk menyumpahserapahkan kondisi pandemi covid-19 yang imbasnya ke semua sendi dan bidang kehidupan.
Gratis menyalahkan pemerintah, bebas menyalahkan Jokowi. Semua agresi bisa ditumpahkan tanpa bakal terkena hukuman. Sedaaap….
Apalagi yang sakit hati jagoannya kalah pilpres 2014 dan 2019, situasi ini merupakan aji mumpung untuk melontarkan segala benci dan dengkinya pada Jokowi, sebagai katarsis pelepas dahaga.
Pokoknya pemerintah gagal. Jokowi gagal. Aseeek….
Duka demi duka kabar dan berita sudah semakin sering terdengar dari orang-orang terdekat kita. Covid tidak memandang cebong atau kadrun, komisaris atau kumis klimis, semua bisa kena.
Akal sehat bisa digunakan mengapa ini semua terjadi. Namun juga lebih mudah menyalahkan pemerintah dengan satu lemari alasan dan segudang argumentasi. Pokoknya pemerintah salah, Jokowi gagal.
Bagi yang masih punya akal sehat dengan sehat, bukan yang ngaku-ngaku doang seperti Rocky Gerung, mudah sebetulnya cukup gamblang bisa dilihat, dari mana ledakan covid gelombang kedua ini.
Pertama, dari bandel-bandelnya rangorang menerobos maksa mudik meski pemerintah sudah keras melarang masyarakat untuk mudik saat lebaran lalu.
Kedua, bobolnya “pintu masuk-pintu masuk” Indonesia dari kedatangan orang India bulan-bulan lalu. Kita tau, selalu ada oknum-oknum di lapangan yang kinerjanya gak beres. Begitu juga saat masa karantina orang-orang India (atau lainnya) yang punya KITAS itu, masih bisa berkeliaran saat dikarantina.
Apa kesalahan-kesalahan itu karena pemerintah? Atau karena Jokowi? Atau karena karakter manusia Indonesia yang selalu mengenyampingkan kepentingan orang banyak, dibanding kepentingan diri sendiri?
Selfish. Maunya enak sendiri. Gitu kan rangorang Indonesia….
Ngritik mau, dikritik balik, marah-marah, merasa dizolimi, nganggap otoriter.
Coba jujur aja deh, berapa gelintir sih rangorang Indonesia yang punya rasa kepentingan orang banyak di atas kepentingan diri sendiri?
Mungkin nol koma sekian persen.
Contoh sederhana, kalau stelah menggunakan toilet umum, apa kita benar-benar membersihkan lagi hingga bersih toilet umum itu yang akan digunakan orang banyak. Pasti banyak yang asal-asalan setelah kita menggunakannya. Menganggap, ah ada cleaning service ini.
Berapa persen yang membersihkan meja tempat makan kita saat usai makan di rumah makan atau resto. Karena menganggap, ah ada pelayannya yang bersihin.
Di rumah bahkan juga begitu, hidup selfish, dan mengandalkan asisten rumah tangga untuk melayani. Padahal perilaku di rumah, itu menjadi karakter seseorang sesungguhnya saat di luar rumah juga.
Berapa banyak yang buang sampah di jalanan, bahkan mobil mewah juga masih suka melakukan ulah primitif itu. Semuanya selfish.
Ada krisis, ada pandemi, borong ini itu gak mikirin orang lain. Ini yang disebut mental miskin. Takut gak kebagian. Uang sih banyak, mentalnya miskin.
Karena orang kaya sesungguhnya adalah orang yang merasa cukup. Sebaliknya orang yang merasa kekurangan ya mentalnya masih miskin, meski dalam rekeningnya sampai miliaran.
Maka saat ini paling enak, gratis, murah dan mudah tanpa risiko besar adalah menyalahkan pemerintah dan Jokowi. Bagi si selfish missqueen.
(Erri Subakti)