Penulis : Andi Salim
Penyampaian suatu ajaran atau risalah dari seseorang tentu bagian yang bersifat edukatif guna mengisi wawasan bagi para penganut atau jemaahnya. Hal itu mengambil pengertian dari ceramah tersebut yang merupakan bagian dari naskah atau bahan tertulis untuk disampaikan sebagai konten ceramah atau pidato dari seorang yang pada saat di hadapan banyak pendengarnya secara umum, penyampaian yang berisikan penjelasan, baik agama atau pun sejarah harus bersifat informasi valid yang meliputi pengetahuan dan wawasan lainnya.
Sehingga umat atau masyarakat dapat mengambil manfaat dari penyampaian ceramah tersebut sebagai nilai-nilai dari suatu ajaran atau pun sekedar manambah wawasan semata. Sebab setiap risalah dari suatu ajaran adalah ditujukan untuk perbaikan akhlaq dari sudut pandang pada pokok-pokok sebuah ajaran. Dimana hampir seluruh agama yang ada menjadikan moral dan kemanusiaan sebagai platform utama dalam mengimplementasikan esensi agama. Ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap agama ini menempatkan kemanusiaan sebagai unsur utama dalam beragama.
Metode ceramah adalah cara-cara yang digunakan seorang penceramah untuk menyampaikan materinya, Sedangkan materi dalam ceramah berasal dari riwayat yang panjang dan menjadi ajaran-ajaran agama dari pentingnya mengetahui keterkaitan hubungan antara manusia dengan Tuhan, serta antara manusia dengan manusia atau dengan ciptaan tuhan lainnya, yang perlu disampaikan secara utuh dan terus menerus, termasuk didalamnya nilai-nilai kebangsaan dan hal lain yang bersifat ketuhanan dan kemanusiaan tentunya.
Akan tetapi, banyak yang menilai bahwa ceramah yang baik adalah ceramah yang mampu membuat pendengarnya tergugah dan terdorong untuk melakukan perubahan sikap bagi para pendengarnya, apa yang dinasehatkan atau disampaikan oleh penceramah semestinya menjadi pijakan dan dipanuti. Selain itu, materi hendaknya disusun secara sistematis dan dari kaitan yang panjang untuk di ringkas agar tidak jenuh dan membosankan. Sehingga materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik.
Oleh karena ceramah merupakan strategy dalam syiar agama, yang juga bersifat persuasif untuk menangkal prilaku buruk dan masuknya doktrinasi lain yang bertentangan dengan pokok-pokok dari suatu ajaran. Maka ceramah harus menyampaikan inti ajaran-ajaran agama dan nilai-nilai kebangsaan dengan harapan pendengar memahami pengertian yang baik tentang hal yang sesuai dengan rujukan dari suatu ajaran dan benar pula dalam kedudukannya. Karenanya konten ceramah tidak boleh memasukkan opini atau pribadi dan menyampaikan persangkaan buruk yang justru bertentangan dengan nilai keagamaan atau setidaknya, apa yang disampaikan itu merupakan solusi untuk mencari jalan tengah bagi kesejukan berbangsa dan bernegara.
Walau pada kenyataannya terdapat banyak perbedaan, sehingga setiap perbedaan dari tiap-tiap ajaran yang disampaikan oleh para penceramah itu harus membekali diri dari pengetahuan yang lengkap dan melindungi kepentingan yang sama pentingnya demi mendapatkan pengertian tentang Ukhwah Islamiyah dan ukhwah wathoniah yang harus dijunjung tinggi.
Mengambil perumpamaan dan pengandaian pada hal-hal tertentu untuk mengembangkan opini dan persangkaan pribadi dan cenderung mengajak para jamaahnya menjadi terpecah dan memisahkan diri pada sikap persatuan pada nilai-nilai kebangsaannya, bukanlah hal yang baik sebab hal itu akan diterima oleh jamaahnya sebagai sinyal perpecahan dan menjauhkan dirinya pada sikap toleransi yang diserukan bagi semua golongan agama.
Apalagi berkaitan dengan tafsir, yang terdapat pelarangan di dalamnya bahwa hal itu tidak boleh diartikan secara sendiri-sendiri atau melakukannya secara sepihak sebagai penafsiran perorangan, sebab tafsir yang saat ini beredar di masyarakat merupakan tafsir yang resmi dan memiliki penetapan dari para majelis ulama dengan berbagai proses keilmuan. Maka dalam hal penafsiran kitab suci itu telah ditentukan bagi siapa yang boleh dan memiliki keilmuan yang pantas melakukan hal itu, yang tentu pula disertai pada pengetahuan lain baik hadist atau pun sunnah serta wawasan luas yang dimilikinya.
Sebab jika tidak, tentu saja pemahaman dan penafsiran itu akan berakibat menyempit dan mengecil (maknanya, red.). Serta bersinggungan pada pemaknaan lain yang bersifat kaidah tertentu dari luasnya bentangan yang dipersepsikan agama untuk mendapatkan pemahaman dari suatu proses penafsirannya.
Seperti yang pernah penulis sampaikan pada acara kopi darat Toleransi Indonesia yang lalu, bahwa jika ajaran agama dari penyampaian ceramah seseorang itu menyimpang atau menyisipkan sesuatu pendapat atau ajakan yang keliru, maka hal itu diibaratkan seperti segelas air yang telah tercemar dari setetes arsenik yang dimasukkan ke dalamnya, maka tentu saja kita tidak akan lagi meminumnya, sebab pencemaran itu dapat membunuh seseorang dari apa yang terkandung didalam gelas tersebut.
Maka demikian pula bila ceramah telah dicemari oleh pendapat atau opini dari cara para pandang yang bersifat pribadi itu, sesungguhnya akan membahayakan umat dalam konteks ingin menggali nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dari agama yang seharusnya lembut dan saling mengasihi antar sesamanya, malah menjadikannya menjauh dari sikap berbangsa dan bernegara yang terikat dalam persatuan dibawah Panji Bhineka Tunggal Ika, dan menjadikan mereka cenderung bersikap antipati pada perbedaan yang pada akhirnya menjadi intoleran terhadap antar sesama anak bangsa.
Penulisan hanya ingin mengingatkan, serta tidak bermaksud menyudutkan seseorang atau kelompok serta dari pihak manapun, namun hal ini kiranya perlu diperhatikan sebagai perenungan oleh siapa saja untuk menyaring, menimba, menggali keilmuan yang lebih dalam serta sekaligus membekali diri dari masukan yang kurang baik untuk membuang pemahaman yang keliru dari siapapun yang bertujuan melakukan syiar agama namun ikut pula mencemarinya.
#Toleransiindonesia
Mari kita suarakan💪