State Captured Corruption

Penulis: Ganda Situmorang

RUU Perampasan Aset gagal masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. RUU Perampasan Aset yang diajukan oleh pemerintah ditolak oleh DPR.

Dari berbagai bentuk peristiwa/perbuatan lema korupsi, dikenal istilah State Captured Corruption. Jika korupsi yang jamak seperti suap dilakukan pada tataran pelaksanaan administrasi Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK), sedangkan State Captured Corruption terjadi mulai sejak perencanaan dan penyusunan peraturan.

-Iklan-

Pada peristiwa State Captured Corruption, korupsi sudah direncanakan secara sistemik sehingga korupsi tersebut sah secara peraturan perundangan yang berlaku meskipun nyata-nyata merugikan negara dan kepentingan umum.

Meskipun istilah State Captured Corruption belum dikenal, sebenarnya terjadi sejak tahun 1967 yaitu pada masa Orde baru Soeharto ketika memberikan Kontrak Karya Freeport. Lalu kemudian terjadi secara massif pada akhir tahun 70-an melalui pemberian konsesi HPH kepada kroni-kroni penguasa saat itu dan ditengarai terus berlanjut hingga hari ini.

Pelaku utama State Captured Corruption adalah elit politik dan kelompok kecil konglomerat. Mahalnya ongkos politik mendorong terjadinya transaksi antara penguasa politik dengan penguasa bisnis. Produknya adalah aturan yang sah tetapi hanya menguntungkan sepihak bagi penguasa bisnis. Barter Uang dengan Aturan. Di situ terjadi pemaksaan wewenang, penyusunan prosedur birokrasi yang berlebihan, suap pengusaha kepada penguasa .

Ibarat Buah Simalakama, iklim politik berbiaya tinggi di Indonesia membuat calon-calon pemimpin Bersih Transparan Profesional (BTP) kesulitan masuk panggung teater politik. Justru sebaliknya, sekarang ini pelaku usaha semakin banyak masuk arena politik baik secara langsung dengan mendirikan Partai Politik, Pilpres, Pileg dan Pilkada maupun ijon yaitu dengan membiayai calon pemimpin politik potensial.

Fenomena Relawan Politik yang semakin menjamur akhir-akhir ini ditengarai ada yang dibiayai oleh pelaku usaha dengan motif memiliki kuasa untuk membuat peraturan yang menguntungkan bisnis mereka (State Captured Corruption) di masa depan ketika calon pemimpin yang mereka dukung pendanaannya berhasil naik panggung politik.

Pilihan solusi pemberantasan State Captured Corruption, berdasarkan analisa aktor pelaku utama State Captured Corruption.

Membatasi pelaku usaha untuk masuk politik adalah sesuatu hal yang sulit dan melanggar hakikat demokrasi itu sendiri.

Pilihan lain adalah melalui pendanaan partai politik oleh negara. Dengan sumber pendanaan partai politik dari negara diharapkan biaya kaderisasi bisa ditekan serendah mungkin. Sistem inkubasi Mencari Pemimpin Baru (MPB) BTP yang baru berjalan juga perlu didukung penuh terutama oleh para calon pemimpin BTP.

Ini terlihat dari animo pendaftar. Iklim biaya politik yang murah akan mendorong semakin banyak calon pemimpin BTP naik panggung politik 2024.

Di ranah penindakan, penerapan hukuman mati dan perampasan aset (pemiskinan koruptor) perlu diterapkan. Hal ini terbukti sangat manjur di Republik Rakyat China.

Akhir kata, praktik tata kelola dan pertanggungjawaban keuangan parpol dan pemimpin BTP diatur dengan tata kelola yang baik. Tata kelola yang baik mengutamakan prinsip Keterbukaan (transparansi), Pelibatan Publik dan Akuntabel.

Salam Pancasila
7 September 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here