Penulis: Nurul Azizah
Begitu mendengar di Nusa Tenggara Timur (NTT) menerapkan kebijakan sekolah masuk jam 5 pagi, penulis langsung kaget, dalam hati penulis berujar “edan.” Kebijakan yang tidak masuk akal.
Kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi merupakan kebijakan sepihak. Tidak memperhatikan kondisi orang tua siswa yang setiap pagi menyiapkan sarapan. Kalau jam 5 pagi atau jam 05.30 sebelum subuh ibu-ibu sudah sibuk menyiapkan makanan dan bekal yang dibawa anak ke sekolah. Kalau di kulkas ada bahan yang di masak tidak masalah, tapi kalau tidak punya bahan untuk dimasak, tentunya belanja ke warung terdekat. Apakah sudah ada warung sayuran yang bukanya jam 4 pagi. Kalau tidak ada tentunya pergi ke pasar yang sudah ada yang jualan.
Sungguh sangat merepotkan bagi seorang ibu, bila anaknya sudah sampai ke sekolah jam 5 pagi.
Untuk anak sekolah juga harus berangkat lebih pagi lagi. Bahkan habis subuhan terus berangkat ke sekolah biar tidak terlambat. Itu kalau pakai alat transportasi sendiri atau diantar. Tapi kalau naik angkot, apakah sudah tersedia angkutan sekolah setelah subuh. Bagi anak perempuan seusia SMA/SMK berangkat naik angkot dipagi hari bahkan masih fajar sangat beresiko. Pasti ada ketakutan-ketakutan jalan sendiri di pagi buta.
Untuk guru dan staf tata usaha pasti menjadi mimpi buruk, bagaimana tidak. Kalau sekolah masuk jam 5 pagi, bapak ibu guru dan staf tata usaha (TU) harus sudah lebih dulu datang ke sekolah lebih gasik dari pada siswanya.
TU dan pak kebon harus menyiapkan kelas sudah terbuka sebelum jam 5 pagi. Pak kebon membersihkan lingkungan sekolah agar bersih dan rapi, dan lain-lain pekerjaan pembantu umum.
Bagi guru pasti kinerjanya kurang, terutama dalam kedisiplinan. Masuk jam 7 pagi saja kadang telat, apalagi maju dua jam menjadi jam 5. Penulis sebagai pendidik dan pengamat pendidikan tidak sanggup menjalankan tugas yang amat berat.
Kalau dipaksakan masuk jam 5 presensi pakai mesin, bisa dipastikan bapak ibu guru tidak mandi pagi atau tidak sarapan. Demi mengejar presensi finger bisa jadi mandi di sekolah. Apakah jam dini hari sudah ada kantin yang buka. Apakah bapak ibu guru membiarkan anak kandungnya di rumah ditinggal bekerja dalam kondisi anak-anak masih tidur dan belum menyediakan masakan untuk keluarga. Pekerjaan bapak ibu guru tambah berat. Kalau mau menjerit, menjerit kepada siapa, guru negeri (PNS/ASN) tentu patuh pada aturan yang dibuat Gubernurnya, kalau tidak ya nanti kepegawaiannya dipermasalahkan. Bisa-bisa dipensiunkan sejak dini atau pensiun muda. Kalau untuk guru non PNS nasibnya lebih runyam lagi. Gaji kecil tapi tuntutan banyak sampai nyundul langit. Bisa-bisa guru honorer (non PNS) pindah haluan tidak mau jadi guru lagi. Tidak menguntungkan, tidak ada jaminan karier untuk ke depannya.
Bagi transportasi juga belum siap menjalankan armada di pagi buta. Biasanya para sopir masih mengantuk. Kalaupun hanya mengangkut anak sekolah tidak cucok dengan pengorbanan waktu istirahat di pagi hari.
Kebijakan dari Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat agar siswa masuk sekolah jam 5 pagi adalah kebijakan asal viral, tidak memiliki kajian mendalam. Memiliki keinginan upaya ‘memperbaiki’ SDM di NTT bagus dan hebat. Tapi tolong diperhatikan para stakeholders atau pemangku kepentingan yaitu segenap pihak yang terkait dengan kebijakan tersebut, yaitu guru dan staf tata usaha, siswa, orang tua siswa, komite sekolah, pemilik transportasi dan masyarakat.
Kebijakan ini perlu dikaji ulang, dimusyawarahkan lagi dengan perwakilan pihak-pihak yang terkait. Perwakilan guru, kepala sekolah, TU, tukang kebon, siswa, orang tua, sopir angkot, pihak kantin, komite sekolah dan perwakilan masyarakat. Apakah mereka semua setuju. Suara terbanyak harus jadi keputusan untuk dijadikan dasar pengambilan kebijakan Gubernur sebagai Kepala Daerah.
Jangan sampai kebijakan Gubernur sebagai salah satu upaya ‘memperbaiki’ SDM gatot alias gagal total.
Perlu dicoba program Gubernur mengajar. Jadi pak Viktor setiap pagi secara rutin terjadwal jam 5 pagi sudah berada di kelas siap menyampaikan materi kepada peserta didik. Hal ini dijadikan dasar contoh nyata seorang Gubernur yang ‘Jarkoni’ bisa berujar juga bisa ngelakoni. Jangan sampai jam 5 pagi pak Viktor masih di rumah belum berada di tempat kerja. Atau di sekolah-sekolah kalau ada program Gubernur mengajar.
Walau kebijakan ini baru uji coba hanya untuk kelas XII SMA/SMK. Menurut penulis ini juga kebijakan yang salah alamat. Untuk kelas uji coba mbok yo jangan kelas XII yang akhir bulan Maret 2023 ini sudah terjadwal melaksanakan assessment sekolah atau ujian sekolah.
Anak-anak kelas XII saat ini lumayan stres mau menghadapi banyak ujian akhir sekolah. Tahapannya ikut tryout ujian sekolah, ikut ujian praktek, ikut ujian tertulis lainnya. Belum setoran tugas-tugas harian dari bapak ibu guru pengampu mata pelajaran.
Penulis amat sangat merasakan apa yang dirasakan oleh anak-anak kelas XII. Mau menghadapi ujian saja, mereka sudah resah dan gelisah wajahnya tidak sumringah.
Ketika penulis iseng tanya kepada siswa kelas XII, bagaimana kalau sekolahnya masuk jam 5 pagi. Dengan serentak mereka menjawab, “sampai sekolah tidur bu.”
Dalam hati penulis tertawa, bagaimana proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) kalau siswanya pada tidur. Lebih konyol lagi kalau gurunya juga ikut-ikutan tidur. Wah proses mencerdaskan anak bangsa gagal total.
Kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi perlu dikaji ulang, jangan sampai kebijakan yang sudah viral malah tidak humanis. Artinya kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi tidak mempunyai arti tidak memanusiakan manusia. Kebijakan yang dipaksakan. Sesuatu yang dipaksakan tidak lagi mengacu pada nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat ketuhanan.
Nurul Azizah, pendidik dan pengamat pendidikan.