Penulis: La Ode Budi
Amanat paling penting bagi seorang pemimpin, kepala daerah atau presiden Indonesia, adalah mengangkat harkat dan martabat rakyat.
Dan satu yang paling inti, adalah tanggung jawab mengurangi kemiskinan.
Sedemikian mendasarnya tugas ini, sehingga UUD 45 menggariskan “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara”.
Ketika Indonesia menurunkan angka kemiskinan di bawah 10% (BPS, 2022 : 9,57% atau 26, 36 juta) capaian ini menjadi pembicaraan luas. “Akhirnya, Indonesia mencapainya”.
Penyebabnya, untuk penduduk yang besar, penurunan angka 1% saja, memerlukan pembangunan yang menjangkau seluruh negeri.
Pertumbuhan bisa saja tinggi, tapi angka kemiskinan juga bisa tetap tinggi, kalau tidak terjadi pemerataan.
Jawa tengah pada saat Ganjar mulai memerintah, jumlah rakyat miskin 14,44% orang (BPS, 2013). Dan dalam pemerintahannya, (2022) turun menjadi 10,93%. Berkurang sebanyak 873,430 orang.
Jadi kalau orang menyebut angka kemiskinan di Jawa Tengah masih tinggi. Benar, tapi Jawa Tengah adalah terbesar penurunannya dibanding provinsi besar lainnya (Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta).
Tentu berbeda dengan Jakarta yang penduduk miskinnya 3,72 % (BPS, 2013). Dan BPS, 2022 angkanya tetap kecil 4,69%. Padahal, angka dan prosentasenya orang miskinnya sebenarnya naik.
Jadi perlu kritis rasional untuk membandingkan dan menyebut angka orang miskin. Bisa salah mengerti, salah paham.
Senyatanya, Ganjar Pranowo adalah Gubernur yang berprestasi tertinggi menurunkan kemiskinan.
Satu yang membuatnya jadi Gubernur terbaik Indonesia dan layak jadi Presiden Indonesia, penerus Jokowi.
KIBAR INDONESIA
Baca juga: