SintesaNews.com – Sembilan tahun lalu di era pemerintahan SBY, Chairul Tanjung (CT) membeli saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. sebesar 28 persen melalui Trans Airways.
Untuk “mengawal” saham CT tersebut, Peter F. Gontha dijadikan komisaris di perseroan plat merah tersebut.
Dilansir dari tempo.co, Peter buka-bukaan soal kerugian yang diderita oleh CT dari anjloknya nilai saham Garuda.
Nilai investasi CT membeli saham Garuda sebesar US$ 350 juta. Saat itu nilai saham perseroan masih Rp 620 per lembar saham. Kini nilai saham itu anjlok di kisaran Rp 200-an.
Kerugian dihitung dari berbagai sisi, termasuk selisih nilai tukar. Saat melakukan pembelian saham, nilai tukar rupiah terhadap dolar sebesar Rp 8.000.
“Beli total US$ 350 juta nilai tukar Rp 8.000. Sekarang nilai tukar sudah Rp 14.500, ada perbedaan rate Rp 6.500. Kerugian adalah US$ 350 juta x Rp 6.500 = Rp 2,275 triliun. Pembulatan Rp 2,3 triliun,” kata Peter Gontha.
Di sisi lain, kerugian juga terjadi karena penurunan ekuitas. Kerugian dari total investasi karena ekuitas perusahaan yang mengalami penurunan Rp 30 triliun ditaksir mencapai Rp 5,1 triliun. “Investasi US$ 350 juta dikali RP 14.500 sama dengan Rp 5,075 triliun. Dibulatkan Rp 5,1 triliun,” tutur Peter.
Dengan demikian, kerugian investasi Chairul Tanjung karena adanya selisih nilai tukar dan penurunan nilai ekuitas perusahaan adalah Rp 7,4 triliun. Sementara itu kerugian dari bunga simple interest atau bunga sederhana senilai 4 persen ialah US$ 14 juta per tahun.
“Bunga simple interest 4 persen, kalau US$ 350 juta x 4 persen sama dengan US$ 14 juta per tahun. Selama 9 tahun US$ 126 juta atau dengan memakai nilai tukar US$ Rp 14.500 sama dengan Rp 1,8 triliun,” ujar Peter.
Peter pun memperkirakan total kerugian CT di maskapai Garuda sampai sekarang sudah Rp 9,2 triliun. Bila diasumsikan dengan selisih antara nilai arus kas atau NPV, total potensi kerugiannya bisa mencapai Rp 11,2 triliun. “Itulah kenapa saya bilang Rp 11 triliun karena saya hitung NPV US$ 350 juta, yah kira-kira oportunity loss,” katanya.
Beberapa waktu lalu, dua perwakilan CT di Garuda, yakni Peter dan Dony Oskaria, diberhentikan dari maskapai pelat merah tersebut. Dony sebelumnya menjabat sebagai Wakil Direktur Utama Garuda. Pemberhentian Peter dan Dony diumumkan dalam rapat umum pemegang saham, Jumat, 13 Agustus 2021.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra beralasan keputusan ini berada di tangan Kementerian BUMN sebagai pemegang saham terbesar perusahaan. Saat ini, Garuda tengah menghadapi beban berat dan melakukan efisiensi dari berbagai sisi.
Efisiensi yang dilakukan Garuda, kata Irfan, adalah upaya yang tak terhindarkan. “Mengingat memang dari waktu ke waktu upaya-upaya pengurangan streamlining jumlah karyawan. Secara tidak langsung akan berdampak ke direksi dan komisaris juga.”