Riana, Symphony di Palung Hati

Penulis: Erri Subakti

Kemarin thunderstorm baru saja menyapa kota pelabuhan ini. Gulungan ombak tinggi mulai mereda di Melbourne Beach. Suhu udara mulai merosot ke 10 derajat celcius memasuki winter. Dingin merambati pori-pori, saat kubuka e-mail dari tablet PC-ku, ada inbox yang ternyata muncul tadi malam.

Hi Re, apa kabar…

-Iklan-

Aku baru pulang dari Singapore… Bukannya bekerja malah dua hari di hospital…  Ku putuskan untuk istirahat hari ini… Tapi malah tidak bisa istirahat… padahal bulan ini aku akan konser di Sydney, Melbourne, Goldcoast, Adelaide, dan Perth…

Kamu sudah tidur ya? Lagi ga bisa tidur nih… Berharap kamu belum tidur…

Berkat doamu aku semakin membaik walau para dokter ahliku sudah menvonis hidupku tidak akan lama lagi karena penyakitku ini sudah akut. Tapi aku selalu semangat untuk hidup harus semangat.

I’ve read your poem. I really really love it. Makes me feel the spirit. Nice…

Aku juga suka sekali lagunya.

I am not angry with you. Aku tidak suka membaca tulisan fiksi saat ini. Apalagi yang berbau cinta. It’s bullshit Re.

I dont know why. Probably due to the increasingly weakened condition. Now I just lie down.

Ditemani dengan infusan, dan selang oksigen yang menempel di hidungku.

Aku sering kesulitan bernafas dan nyeri dada.

Sebetulnya badanku ini terasa nyeri semua, sering pendarahan.

Maaf jika aku belum sempat telepon kamu karena keterbatasanku sekarang.

Jika aku sudah tidak menyapamu lagi berarti aku sudah tenang di surga.

Thank you for everything you do. Too sleepy now…

Doakan aku ya Re…

I never give up.. And never say that in my life…

Your symphony… Riana

Baca lanjutannya:

Riana, Symphonyku di Sidney Opera House

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here