Rakyat Pelapor Korupsi (Whistleblower): Bapak Presiden Mohon Perhatian, PP No.71 Tahun 2000 Tak Guna, Ubah Jadi PP No.43 Tahun 2018 Belum Berguna

Penulis: Togap Marpaung

Tulisan kedua ini merupakan lanjutan dari tulisan pertama berjudul, Rakyat Pelapor Korupsi (Whistleblower), Memohon Janji Bapak Presiden: “Satu Rupiah Pun Saya Urus.

Dua gambar sengaja ditampilkan karena ada dua judul berita yang berbeda untuk satu tujuan, yaitu memberitakan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No.43 Tahun 2018  tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

-Iklan-

Judul pertama sebelah kanan, “Pelapor Korupsi Akan Dapat Hadiah Hingga Rp 200 Juta” dan kedua sebelah kiri, “Presiden Jokowi Memberi Reward Pada Pelapor Tindak Pidana Korupsi.” Sekilas dan logis, jika pilihan adalah judul pertama karena potensi dapat uang Rp 200 juta, siapa yang tak mau uang ratusan juta?

Pemberitaan baik media cetak dan elektronik maupun media on line heboh !. Judul berita beragam yang semuanya menarik perhatian pemirsa televisi dan pembaca media, komentator, akademisi dan politikus juga lembaga swadaya masyarakat pegiat anti korupsi karena pada umumnya media menulis nilai maksimal premi yang akan diperoleh pelapor korupsi.

Puluhan berita yang menekankan pada nilai maksimal premi, diantaranya: “Rp 200 Juta Untuk Pelapor Korupsi”, “Pelapor Korupsi Akan Dapat Hadiah Hingga Rp 200 Juta”.

Ada juga judul berita lain yang mengharukan: “Presiden Jokowi Memberi Reward Pada Pelapor Tindak Pidana Korupsi” dan kesan menggelitik, ”Perangi Korupsi Libatkan Publik”.

Penulis selaku pelapor kasus tindak pidana korupsi pun terkesima, senang dan kagum ketika menonton berita tivi dan membaca koran dan media on line.

Yang paling menarik perhatian adalah topik berita “Presiden Jokowi Memberi Reward Pada Pelapor Tindak Pidana Korupsi”. Menjadi lebih menarik karena ada harapan, optimisme perlindungan hukum secara pasti diterima pelapor korupsi jika Presiden memberi penghargaan. Rasa bangga pada sosok kawan yang tampil di media TV, beliau adalah Johan Budi selaku Juru Bicara Presiden yang menjadi narasumber.

Dampak penghargaan dari Presiden sangat dahsyat bagi aparatur sipil negara (ASN) yang bertindak sebagai pelapor korupsi (whistleblower) karena mau patuh pada amanat whistleblowing system berupa peraturan menteri atau badan di setiap instansi pemerintah. Whistleblowing system ditetapkan menjadi peraturan pelaksanaan dari PP No.71 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan tahun 2010 adalah pertama kali terbit seiring dengan terbitnya PP No.71 Tahun 2000.

Nilai Rp 200 juta jauh lebih kecil dibandingkan jika karir ASN dijamin berlanjut, tidak terjadi penzoliman, penjegalan karir secara terstruktur, sistemik dan masif hingga dipaksa pensiun sebagaimana fakta yang dialami penulis.

Ternyata, tidak hanya penulis yang terkagum tetapi juga para sahabat. Ada yang komen dengan pesan melalui whatts app: “Jangan Lupa Traktir Kalau Sudah Dapat Rp 200 Juta”, Juga ketika jumpa dengan kawan hingga saudara pun memberi reaksi yang pada umumnya mereka terpana pada nilai premi maksimal tersebut. Memuji komitmen pemerintah yang dipimpin Presiden Jokowi yang bertekad mencegah dan memberantas korupsi dengan menerbitkan PP. No. 43 Tahun 2018.

Rupanya, banyak yang tidak mengetahui bahwa PP No.43 Tahun 2018 merupakan revisi PP No.71 Tahun 2000. Kalau penulis, sudah mengetahui sebelumnya bahwa ada peraturan yang memberi amanat yang mengatur ketentuan piagam penghargaan dan premi bagi pelapor korupsi.

Terus terang, niat atau motivasi penulis menjadi pelapor tindak pidana korupsi, bukan karena bakal dapat piagam penghargaan atau premi. Tidak memikirkan hal itu sebelumnya secara serius.

Pengertian pelapor kasus tindak pidana korupsi perlu diperjelas supaya harmonis dengan PP No. 43 Tahun 2018 karena pemahaman orang masih terobsesi dengan ketentuan yang diatur pada Pasal 6 PP No.71 Tahun 2000, ayat:

  • Penegak hukum atau Komisi wajib merahasiakan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor atau isi informasi, saran, atau pendapat yang disampaikan.
  • Apabila diperlukan, atas permintaan pelapor, penegak hukum atau Komisi dapat memberikan pengamanan fisik terhadap pelapor maupun keluarganya.

Ketentuan yang diatur pada Pasal 6 PP No.71 Tahun 2000 tidak ada lagi pada PP No.43 Tahun 2018, artinya tidak lagi wajib dirahasiakan siapa pelapor.

Meskipun PP No.71 Tahun 2000 sudah diberlakukan selama 18 (delapan belas) tahun, tak guna. Itu kesimpulan penulis karena belum pernah masyarakat mendapat piagam penghargaan atau premi dan sosialisasi aturannya pun tidak pernah terdengar dengan jelas seperti PP No.43 Tahun 2018..

Tujuan revisi PP No.71 Tahun 2000 adalah untuk mengoptimalkan pemberian kemudahan kepada masyarakat dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi serta memudahkan pemberian penghargaan kepada mayarakat sebagaimana dalam konsideran menimbang huruf b PP No.43 Tahun 2018.

Tulisan bersambung….. Dalam tataran pelaksanaan, PP No.43 Tahun 2018 belum berguna.

 

Togap Marpaung, Pelapor Korupsi yang dipaksa pensiun di Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dan Penulis Buku: “RUDAL PELAPOR (WHISTLEBLOWER) DUGAAN KORUPSI PENGAWAS NUKLIR”. Sub Judul: “Kerugian negara sudah kembali sebagian sekitar 2 miliar rupiah dan 1 triliun rupiah sudah saya cegah”.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here