Penulis: Dahono Prasetyo
Akhirnya Kejaksaan menetapkan Mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar (ES) sebagai tersangka baru tindak pidana korupsi di tubuh Garuda.
Pertanyaannya, bukankah KPK sebelumya sudah memvonis ES dengan hukuman penjara atas kasus di Garuda juga? Apa yang membedakan peran Kejaksaan kali ini?
Berikut ini analisa kronologisnya.
Setelah Menteri BUMN Erick Thohir berkolaborasi dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk memberantas mafia di tubuh BUMN, maka ditemukanlah fakta-fakta baru. Sejumlah data dan dokumen diserahkan oleh Erick terkait dugaan korupsi yang menyebabkan Garuda kini menanggung kerugian Rp 8,8 triliun. ES semasa menjabat melakukan kebijakan yang salah, atau lebih tepatnya menyetujui terjadinya praktik korupsi pengadaan pesawat.
ES setuju praktek pembelian beberapa jenis pesawat tanpa melalui riset, analisa dan kondisi keuangan. Dipikirnya beli pesawat sama dengan beli durian yang lagi musim. Yang di rumah doyan atau tidak borong aja dulu. Padahal ada penderita kolesterol yang anti durian, so durian jadi mubazir. Celakanya lagi ES belinya bukan pake duit sendiri tapi pakai duit negara.
Beda Kejaksaan beda pula dengan KPK. ES dijerat KPK pasal penerimaan suap dan pencucian uang. Dengan obyek perkara yang sama, KPK menemukan bukti ES telah menerima suap dari calo untuk menyetujui beli pesawat asal-asalan itu. Di sini KPK tidak mengarah pada kerugian negara, tapi tindakan pejabat negara (Dirut Garuda) yang memperkaya diri. Duit suap bukan berasal dari negara, tapi dari si calo, pemberi dan penerima kini sama-sama dihukum.
Dokumen dari Erick Thohir yang diserahkan Kejaksaan mengarah pada kerugian negara. Pesawat dibeli dengan harga mahal, perawatan dan operasional selangit yang celakanya pendapatan dari penumpang pesawat ibarat hanya cukup untuk membeli bahan bakar, gaji pilot dan pramugarinya.
Mampukah Kejaksaan membongkar tuntas konspirasi korupsi di tubuh Garuda melalui mantan Dirutnya? Mustahil ES bermain sendirian, karena di masa kepemimpinannya 2005-2014 banyak invisible man terkait penguasa yang sedang berjaya pada saat itu. Siapa lagi kalau bukan Dinasti Cikeas? Ke mana saja duit hasil kebijakan korup ES mengalir, siapa saja yang diuntungkan pasti ada catatan transaksi digitalnya.
Kalau mau serius, Kejaksaan mesti panggil juga ex Bendahara Umum Cikeas, Nazaruddin yang kini sedang menua di penjara untuk diminta keterangan.
Siapa tahu dia masih menyimpan catatan uang beli kaos, spanduk, baleho untuk suksesi Cikeas diambilkan dari uang setoran korupsi di Garuda?
Jabatan Bendum Partai pasti punya catatan keluar masuknya uang iuran anggota, setoran kepala daerah, mahar partai hingga setoran hasil korupsi dari berbagai lini dan kader partainya.
Satu lagi yang tak kalah konspiratifnya persoalan saham di Garuda. Komposisi saham Pemerintah sebesar 64%, publik 11% dan Chaerul Tanjung (CT) 25%.
Pada saat Garuda didera krisis tahun 2021, CT Grup justru membeli saham dari pemerintah sehingga meningkat jadi 28% yang otomatis saham pemerintah berkurang menjadi 61% dan publik tetap 11%.
Ingat, membeli saham uangnya bukan disetor ke pemerintah tapi ke manajemen Garuda. Terbebaskah Garuda dari lilitan hutang? Ternyata tidak. Justru semakin menggunung akibat kesalahan manajemen dimasa Dirut ES
Hari Senin 27/6 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam sidang homologasi PKPU antara Garuda dan para kreditur memutuskan Garuda mendapat penundaan pembayaran hutang. Atas dasar keputusan tersebut Garuda tidak dinyatakan pailit. Selanjutnya dalam upaya restrukturisasi, Pemerintah melalui Menteri BUMN mengucurkan suntikan dana PMN sebesar Rp7,5 triliun. Seharusnya dengan tambahan modal pemerintah, saham kepemilikan bertambah dengan mengurangi saham milik CT dan publik. Yang terjadi tidak demikian. CT enggan dikurangi persentasi sahamnya dengan alasan selama dia membeli saham Garuda banyak ruginya.
Siapakah CT si Anak Singkong itu? Konglomerat lokal bekas Menteri yang berjaya di masa Dinasti Cikeas. Sebagai pengusaha secara matematika tidak masuk akal membeli saham merugi di Garuda. Tapi menyelamatkan uang titipan Cikeas dengan cara ndompleng di BUMN itu lebih penting. Kalau Garuda dipailitkan, uang titipannya aman ditanggung pemerintah. Jadi pahamkan, kenapa mereka teriak paling kenceng agar Garuda dipailitkan saja.
Pemerintah melalui Menteri BUMN Erick Thohir berkolaborasi dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin berusaha mempertahankan Garuda hingga titik darah penghabisan. Salah satu kiatnya dengan membongkar satu persatu biang keladi bobroknya Garuda akibat jeratan tentakel gurita Cikeas.