Putusan MA Dipertaruhkan di Sidang Pidana Sengketa Lahan Jatikarta di PN Bekasi, Menzolimi Rakyat

SintesaNews.com – Ahli waris yang sah lahan Jatikarya harus mengahadapi kesewenangan kekuasaan di meja hijau. Pihak Denma Mabes TNI mengklaim lahan Jatikarya adalah milik institusi, bukan milik warga ahli waris

Persidangan di Pengadilan Negeri Bekasi secara materi hukum dipaksakan untuk digelar. Hal ini sangat menyesakkan para ahli waris yang sah dan mengiris rasa keadilan.

Sengketa lahan tersebut berawal dari tahun 2000 saat warga ahli waris Jatikarya mengajukan gugatan perdata atas hak kepemilikan lahan mereka yang pada saat itu dikuasai oleh pihak TNI. Institusi TNI dalam hal ini Kementerian Pertahanan dan Keamanan merasa telah membeli lahan tersebut dari pihak swasta. Dan Pihak swasta tersebut menglaim telah mendapatkan pelepasan hak jual beli dari orang yang mengaku ahli waris.

-Iklan-

Tahun 2000 hingga sidang perdata digelar dengan menghadirkan alat bukti, dokumen dan saksi hingga berlanjut ke Mahkamah Agung. Tahun 2008 Mahkamah Agung memutuskan melalui PK MA No 218/Pdt/2008 yang menyatakan lahan tersebut sah milik ahli waris Candu bin Godo dkk yang belum pernah diperjualbelikan kepada pihak manapun.

Surat kepemilikan lahan warga yang masih berupa girik tersebut sudah melalui proses uji materi keabsahannya, sehingga MA memutuskan sah lahan tersebut milik warga

Tidak berhenti pada putusan MA tersebut, sengketa lahan seluas 48 hektar tersebut terus bergulir selama 10 tahun. Hingga tahun 2018 MA menerbitkan PK II No 815/Pdt/2018 yang memutuskan lahan tersebut tetap sesuai putusan MA PK 218/Pdt/2008 dan memerintahkan ganti rugi kepada pihak-pihak yang menguasainya.

Setahun berikutnya, bulan Desember 2019 putusan tersebut telah inkrah (berkekuatan hukum tetap) namun bukan berarti lahan kemudian menjadi penguasaan warga ahli waris sesuai ketetapan hukum. Lahan yang tetap dikuasai institusi TNI dan kini bergulir menjadi kasus kriminal baru. Kuasa hukum warga DB yang selama 23 tahun membela warga, memperjuangkan keadilan hingga di MA kini dituduh memalsukan surat kepemilikan lahan milik ahli waris.

Kini surat kepemilikan lahan tersebut disidangkan kembali dengan dugaan pemalsuan yang melibatkan kuasa hukum warga yang diklaim TNI sebagai mafia tahan. Bagaimana mungkin putusan hukum perdata yang sudah inkrah (berkekuatan hukum tetap) berubah menjadi pidana dengan bukti materi yang sama.

Apa iya majelis hakim MA mengadili dan memutuskan perkara terkait barang bukti dokumen palsu? Apakah artinya uji fisik, keterangan saksi dan ahli yang menyatakan sah, kini berubah dan diduga palsu? Putusan PK MA yang sudah inkrah digugat kembali barang buktinya?

Majelis hakim yang mengadili dan memutus perkara PK MA Jatikarya diantaranya adalah Dr. H. Harifin Andi Tumpa, S.H., M.H. dan Prof. Dr. H. Muhammad Hatta Ali, S.H., M.H. Keduanya selanjutnya menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung. Sedangkan pada putusan PK II MA ada nama Prof. Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H sebagai salah satu Majelis Hakim dan kini sedang menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung. Keputusan mereka memenangkan hak warga atas lahan Jatikarya sudah teruji dan kredibel kini sedang dipertaruhkan di PN Bekasi.

Warga harus menerima kenyataan bahwa lahan mereka dirampas. Putusan MA yang telah inkrah tidak dihiraukan dan kuasa hukum mereka kini duduk di kursi terdakwa. Sebuah proses mendzolimi rakyat yang nyata terjadi sekaligus mengkesampingkan putusan hukum.

Saat hukum sudah tidak bisa menyelamatkan hak rakyat, maka sesungguhnya negara ini bukan negara hukum tetapi negara kekuasaan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here