SintesaNews.com – Siti Nur Azizah Putri Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengungkapkan bahwa pembelajaran agama yang eksklusif-dogmatis-statis bisa menjadi pintu masuk radikalisme di sekolah.
Hal ini dikemukakan Nur Azizah saat menjadi narasumber kegiatan Fullboard Sinkronisasi dan Kompilasi Hasil Capaian Pembelajaran Pendidikan Agama Tahun 2021 dari Puslitbang Kementerian Agama, Minggu 18 April di Qubika Hotel, Tangerang.
Dikatakannya, agama bukan simbol kosong dan pembelajaran agama sudah semestinya bersifat inklusif.
“Kita harus mulai meletakkan pemahaman tentang pengajaran agama secara inklusif, supaya doktrin agama bisa melampaui simbolnya. Agama bukan sekedar simbol kosong, tapi ia membawa substansi. Agama memiliki ruh dan semangat dalam menegakkan iman dan amal saleh,” terang Siti Nur Azizah.
Sebagai negara yang memiliki keanekaragaman agama, suku, budaya, bahasa, adat istiadat, dan aliran kepercayaan perlu kiranya menghadirkan sebuah pemahaman keagamaan yang penuh toleransi.
Salah satu caranya melalui dunia pendidikan. Pendidikan merupakan sarana mengubah pola pikir anak bangsa dan menciptakan agen perubahan sosial (agent of change). Pendidikan yang ideal harus menjunjung tinggi sikap toleransi terhadap keberagaman, merawat kesetaraan, memproduksi kreativitas, dan melahirkan inovasi.
Pengajaran toleransi dalam dunia pendidikan dinilai sebagai cara yang efektif untuk menumbuhkembangkan kesadaran tentang keberagaman.
Dengan adanya momentum penyusunan peta jalan pendidikan Indonesia dalam rangka menghadapi tantangan dunia tahun 2035 yang semakin kompleks, Siti Nur Azizah mengusulkan sebuah orientasi baru dalam pengajaran agama di sekolah.
Orientasi baru tersebut mengarah kepada semangat pembelajaran agama yang lebih inklusif.
Putri Wapres Siti Nur Azizah: Reformasi Pendidikan Agama, Berorientasi pada Pluralitas