Proyek Tol Cisumdawu, Masyarakat Laporkan Dugaan Penggelembungan Anggaran yang Rugikan Negara Rp20 Miliar

Penulis: Dahono Prasetyo

Proyek pembangunan jalan Tol Cisumdawu zona III Fase 3 yang berlokasi di Kecamatan Cimalaka kabupaten Sumedang menyisakan kasus yang diduga merugikan masyarakat dan negara.

Modus permainan kontraktor nakal terkait manipulasi tagihan tidak sesuai fakta-fakta di lapangan. Bukan lagi ratusan juta, kerugian negara ditaksir mencapai Rp20 miliar. Namun hingga hari ini belum ada pihak mengusut korupsi sistemik dalam kurun waktu Agustus 2018 Desember 2019.

Proyek di zona kecamatan Cimalaka tersebut sudah selesai pada awal tahun 2021 lalu. Berikut kronologisnya yang didapat dari hasil investigasi oleh elemen masyarakat.

-Iklan-

Pada pertengahan Agustus 2018 terjadi perjanjian kerja sama antara warga Cimalaka dengan PT BRJ (Bangun Rapi Jali) menjadi pihak yang menyediakan lahan (disposal) yang dimanfaatkan untuk pengurukan dan penempatan galian batu proyek jalan tol.

PT BRJ menyewakan lahan disposal kepada PT TJA (Tamara Jaya Abadi) yang kemudian bersinergi dengan PT ABP (Anugerah Bumi Parahiyangan), keduanya membentuk KSO (Kerja Sama Operasional) pengerjaan cut & fill serta galian batu.

PT ABP mendapat kontrak pekerjaan dari PT GI (Girder Indonesia). Kemudian PT ABP mengajak kerjasama dengan PT TJA sebagai perusahan pendamping mengerjaan proyek tersebut.

Berdasarkan informasi di lapangan kerjasama kedua perusahaan tersebut skema modal kerja ditanggung oleh PT TJA, sedangkan administrasi pencatatan pekerjaan dan penagihan dilakukan oleh PT ABP. Uang hasil pekerjaan tidak masuk ke rekening join account, tetapi masuk ke rekening PT ABP, suatu perjanjian yang tidak seimbang.

PT GI adalah Kontraktor utama, sedangkan KSO PT TJA dan PT ABP adalah subkontraktornya.

PT GI adalah kontraktor yang memenangkan tender proyek dari PT CKJT (Citra Karya Jabar Tol) selaku konsorsium pengerjaan jalan tol Cisumdawu. PT CKJT dibentuk Pemerintah dengan hasil penggabungan PT Waskita Karya Toll Road, PT Pembangunan Perumahan, PT Brantas Abipraya (BUMN), PT Jaya Sarana (BUMD) dan PT Citra Marga Nusaphala Persada (Swasta). Dengan komposisi saham swasta 51% dan BUMN, BUMD 49% PT CKJT resmi bertanggungjawab pada Proyek Tol Cisumdawu yang masuk dalam PSN Proyek Strategis Nasional.

Pada saat proyek selesai, masyarakat mengajukan tagihan pembayaran sewa disposal tanahnya kepada PT BRJ, namun oleh PT BRJ dijawab belum dibayar oleh PT TJA, dan menurut PT TJA mereka juga belum dibayar oleh PT ABP. Terjadi efek domino klaim tagihan.

Masyarakat yang penasaran mencoba menggali lebih jauh. Berdasarkan data-data yang didapat dari berbagai sumber, ada ketidakcocokkan data hasil kerja sama operasional PT TJA dan PT ABP terkait tagihan VOLUME DISPOSAL yang dilaporkan. PT ABP sebagai pengelola administrasi menagih jumlah volume yang lebih besar kepada PT GI.

Penggelembungan volume tersebut disetujui oleh PT GI dan dibayarkan melalui rekening PT ABP

Konsekuensi dari KSO, seharusnya apa yg dikerjakan PT TJA itulah prestasi kerja yang dapat ditagihkan oleh PT ABP kepada PT GI. Pada kenyataan PT ABP melakukan mark-up untuk mendapatkan keuntungan lebih secara sepihak.

Untuk mengelabui rekayasa volume tagihan tersebut PT ABP sengaja menambahkan sub kontraktor PT TRUBA untuk turut bekerja dalam proyek. Diduga tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan volume prestasi kerja, sehingga bisa merekayasa volume prestasi pekerjaan yang ditagihkan ke PT GI.

Dengan kehadiran PT TRUBA, tagihan PT ABP direkayasa jumlah volume hasil kerja PT TJA + PT Truba untuk ditagih ke PT GI. Berdasarkan data yang didapat warga masyarakat, gabungan pekerjaan tersebut tetap berbeda dengan apa yang ditagih PT ABP kepada PT GI.

Volume pekerjaan PT TJA + PT Truba berjumlah 301 065 m³, tetapi PT ABP membuat invoice tagihan sejumlah 384.733,03 meter kubik yang kemudian disetujui dan dibayarkan oleh PT GI. Terjadi penggelembungan volume pekerjaan sebesar 83.726 meter kubik oleh PT ABP yang diduga bekerja sama dengan PT GI.

Sebagai catatan PT ABP adalah perusahaan “afiliasi” dari PT GI , yang diduga dipakai oknum Dirut PT GI untuk mencari keuntungan dan memperkaya diri, merekayasa tagihan volume pekerjaan dari fakta lapangan ke meja subkontraktor hingga rapi sampai ke meja PT GI dan Konsorsium PT CKJT mencairkan dananya.

Dugaan kolusi PT GI dan PT ABP terindikasi dari hubungan kepemilikan PT ABP. Dirut PT GI adalah suami salah seorang pemegang saham PT ABP. Siapapun bisa memahami skema perusahaan “cangkang” itu sarat dengan kolusi.

Akibat terjadinya manipulasi tersebut sebagai penyedia disposal yang berhubungan langsung dengan masyarakat mempertanyakan ke mana mengalirnya pembayaran penggelembungan “invoice siluman” sebesar 83.726 meter kubik yang dilakukan oleh PT ABP?

Mengapa kasus ini menjadi wajib diusut? Karena ada saham negara di BUMN dan BUMD yang tergabung dalam Konsorsium PT CKTJ. Dan mengapa pula masyarakat menuntut penyelesaian secara transparan?

Karena masih ada sisa tagihan hak masyarakat yang belum dibayarkan hingga hari ini terkait peliknya rekayasa penggelembungan anggaran secara sistemis dan massif dilakukan oleh mereka yang hanya duduk manis di meja direktur dan ruang ber-AC. Sementara masyarakat dan pekerja lapangan yang berbulan-bulan mandi keringat di bawah terik dan hujan begitu teganya diabaikan.

Pihak penegak hukum yang terketuk nuraninya wajib mengusut tuntas aliran dana kolusi yang terjadi.

Tulisan ini bukan rekayasa, karena semua bukti otentik yang tidak terbantahkan ada di meja redaksi SintesaNews.com. Siap dijadikan bahan pengusutan pihak yang berwenang sekaligus peduli nasib rakyat korban permainan pedagang proyek yang masih bebas berkeliaran hingga hari ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here