Penulis: Nurul Azizah
Menjelang debat terakhir calon presiden (capres) Minggu, 4 Februari 2024 masyarakat sudah mulai memperbincangkan tema yang akan diusung. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan delapan tema yang harus dikuasai oleh ketiga capres antara lain: kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia dan inklusi. Acara debat capres akan disiarkan secara langsung dan live streaming. Ada beberapa stasiun TV yang akan menayangkan acara debat capres antara lain TVOne, ANTV, Net TV dan Garuda TV.
Pada kesempatan ini penulis berusaha menemui pakar komunikasi informasi yaitu Prof Dr. H. Henri Subiakto Guru Besar Komunikasi Politik Unair Surabaya, yang kebetulan berada di Semarang. Kami bertemu dan berbincang di serambi hotel Gumaya jalan Gajah Mada Semarang, Jum’at pagi 2/2/2024.
Suatu kebanggaan tersendiri bisa bertemu dengan Prof Henri Subiakto yang sangat padat jadwal sebagai nara sumber diberbagai forum diskusi di Jawa Tengah.
Pada tema debat capres yang akan diadakan hari Minggu, 4 Februari 2024 ada satu tema yang menjadi perhatian dari Prof Henri, yaitu tentang teknologi informasi.
Menurut beliau masyarakat Indonesia sekarang banyak yg menggunakan teknologi dari platform milik orang asing, contoh saja Facebook, WhatsApp, Twitter, Instagram, YouTube, google itu milik Amerika Serikat sedangkan Tik Tok milik China. Kalau masyarakat menggunakan platform tersebut otomatis data pribadi para pengguna akan diproses oleh mesin milik platform. Data yang sifatnya pribadi sudah dikendalikan dan diproses pihak asing. Apakah ini tidak membahayakan dan tidak merugikan Indonesia? Tentu kedaulatan digital semacam itu harus dipahami Capres dan hendaknya memiliki rencana apa yg akan dilakukan. Tanpa adanya penguatan kedaulatan digital dan keamanan digital, Indonesia berpotensi makin tergantung pihak asing dan mudah menjadi korban.
“Untuk itu capres 2024 harus mampu memahami persoalan penggunaan teknologi informasi bagi generasi muda sekarang dan akan yang datang,” jelas Prof Henri.
“Capres cawapres harus mampu membuat kebijakan dan regulasi yang memperkuat kedaulatan digital, lewat pengembangan platform sendiri agar data warga negara bisa lebih aman terlindungi.”
“Yang namanya keamanan data, tanggung jawabnya selama ini memang ada di penyelenggara sistem elektronik. Terdapat puluhan ribu platform atau PSE yang berkembang di Indonesia karena hampir semua pelayanan kesehatan, perbankan, pendidikan, kependudukan, bisnis, pelayanan pemerintahan, transaksi non perbankan, jasa transportasi dan lain sebagainya sudah menggunakan teknologi informasi yang bisa diakses dengan cepat dan menghemat waktu.”
“Dunia digital adalah dunia terbuka, semua orang bisa mengakses, menggunakan dan kegiatan kita bisa diketahui banyak orang melalui media sosial tersebut.
“Yang menjadi permasalahan apakah para capres memiliki visi dan misi bagaimana pemerintah ke depan mampu melindungi data-data kita di dunia online. Mampu melindungi warga masyarakat kalau uang yang ada di rekening di bank dibobol oleh perampok melalui kecanggihan teknologi.”
Pemerintah telah berhasil membuat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE nomor 11 tahun 2008 sebagai produk yang meletakkan dasar pengaturan di bidang pemanfaatan teknologi informasi. Ke depan capres sebagai calon pemimpin pemerintah harus mampu memiliki pemikiran untuk membuat regulasi baru terkait perkembangan teknologi terkini dan mampu pula menyelesaikan persoalan-persoalan kedaulatan digital negeri ini.
“Capres cawapres masa depan harus mampu mengedukasi masyarakat agar pintar dalam mengelola platform media sosial, jangan sampai banyak korban dari penipuan online yang kehilangan uang dan harta lain karena data kita dijebol oleh hacker atau perampok yang melaksanakan aksinya lewat media online,” tungkas Prof Henri.
“Di dalam platform media sosial online ada tiga pihak yang terkait, yaitu kita sebagai pengguna data, pemilik platform (pemilik data elektronik) dan penjahat yang menggunakan data kita,” jelas Prof Henri.
“Paling utama pemilik data elektronik, misalnya bank, pihak bank harus tanggung jawab kalau ada uang nasabah tiba-tiba raib dari rekening, bank harus tanggung jawab bukan pemerintah. Pemerintah hanya pengawas dan pengontrol regulasi.”
“Lah di sinilah capres cawapres yang layak dipilih adalah yang peduli terhadap penggunaan teknologi informasi. Misalnya kalau ada capres yang memiliki misi visi jelas untuk kemajuan teknologi, misalnya internet gratis itu yang perlu dipilih.”
“Ganjar Prof Mahfud memiliki program internet gratis, program ini akan menyasar para pelajar dan nantinya diperluas secara publik.”
“Untuk program internet gratis saya selaku pakar komunikasi setuju dengan gagasan program yang diinisiasi pak Ganjar untuk Indonesia ke depan. Saya yakin program semacam ini sangat bermanfaat bagi rakyat, khususnya kalangan muda.” jelas Prof Henri Subiakto.
“Indonesia itu butuh capres masa depan yang mampu memikirkan kebutuhan masyarakat dalam hal penggunaan teknologi informasi, dan mampu mengembangkan iklim yang bisa melindungi data elektronik milik warga negara negeri ini.
“Jangan sampai masyarakat terus menerus dan nyaman menggunakan teknologi informasi milik asing, sudah waktunya pemerintah Indonesia mampu menciptakan dan mendorong platform milik dari bangsa sendiri. Tapi juga menjadi problem, apakah masyarakat mau lepas dengan google, WhatsApp, Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, Tik Tok dan lainnya, itulah tugas pemerintah,” terang Prof Henri mengakhiri wawancara dengan penulis.
Nurul Azizah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI.