Presiden Jokowi Harus Berantas Mafia Impor Berbagai Komoditas dari Bawang hingga Sapi

Setelah Infrastruktur, Penguatan Ideologi Pancasila, Menguatkan Nasionalisme dan Kebangsaan, maka Upaya mewujudkan Kedaulatan Pangan Tanpa Impor adalah Kesempurnaan Pemerintahan Jokowi.

KOLOM

OPINI

AR Waluyo Wasis Nugroho (Gus Wal) 

-Iklan-

Merdeka Tanahku Merdeka Negeriku.

Berandai andai jika bukit, dataran tinggi, dan pegunungan alangkah baiknya tidak ditanami sengon. Bisa lebih dimanfaatkan potensi sesuai kontur tanahnya untuk menanam bawang putih dan ternak sapi.

Sengon, 4 sampai 6 tahun memang menghasilkan juga namun tentunya kurang bermanfaat bagi rakyat dan bangsa.

Andai tanah-tanah di bukit, pegunungan dan dataran tinggi bisa ditanam bawang putih dan digunakan untuk ternak sapi saja maka itu sudah akan sangat membantu rakyat dan negara.

Kebutuhan akan bawang putih yang mencapai 500.000 ton per tahun hampir 95%-nya impor dari China.

Mengapa harus impor jika sebenarnya kita bisa dan mampu menanam sendiri dengan memaksimalkan potensi lahan yang luas dari Sabang sampai Merauke?

Sangat tepat jika ingin mengurangi jumlah pengangguran yang melesat tinggi di masa pandemi ini.

Berapa ratus ribu bahkan mungkin jutaan rakyat Indonesia yang di bawah garis kemiskinan dan pengangguran bisa bekerja?

Bukankah selaras dengan program pemerintah yang ingin mengatasi kemiskinan, mengurangi angka pengangguran dan mencetak para petani petani baru?

Dan soal sapi, betapa corat marutnya persapian di Indonesia. Hampir sebagian besar sapi yang kita konsumsi juga merupakan produk impor, Australia, New Zealand adalah pengekspor langganan nan sampai saat ini langgeng men-supply sapi ke Indonesia.

Selain bawang putih dan daging sapi, juga terdapat ketergantungan yang sangat besar terhadap beberapa bahan-bahan kebutuhan pangan yang selama ini diimpor dari luar negeri seperti bawang merah, gandum dan yang miris beberapa komoditas rempah rempah seperti kencur, jahe, kapulaga, juga diimpor dari India, Maladewa, Vietnam dll. Sungguh miris jika menelisik kembali sejarah bangsa Indonesia yang merupakan negeri agraris penghasil bahan bahan pangan dan rempah yang berlebih-lebih hingga mengundang bangsa-bangsa Eropa untuk berdagang yang kemudian memonopoli hingga menjajah negeri ini.

Apakah ini salah Jokowi? Jelas tidak. Praktik impor-impor bahan pangan sudah dimulai sejak zaman orba, dan banyak kalangan menilai sebuah kesepakatan global yang membuat Indonesia harus selalu impor dan impor bahan pangan dan rempah untuk mencukupi kebutuhan pangan rakyat Indonesia.

Sama sekali bukan salah Jokowi, namun salah para pendahulunya.

Setelah membangun infrastruktur yang begitu luar biasa cepat untuk mencapai Indonesia Maju mengejar ketertinggalan dari negara negara lainya, konsentrasi pemerintah saat ini adalah menjaga kedaulatan, Persatuan Kesatuan Bangsa, menjaga azas jatidiri ideologi bangsa yakni Pancasila dari serangan-serangan akan massive-nya faham-faham ideologi trans nasional yang menyebarkan ajaran intoleransi radikalisme terorisme.

Maka setelah kedua hal pokok yang selama Pemerintahan Jokowi ini yang sangat diperlukan adalah upaya-upaya untuk mensukseskan kedaulatan pangan dengan swasembada-swasembada komoditas-komoditas pangan kebutuhan rakyat Indonesia. Agar anak cucu kita ke depan tak hanya mendengar cerita jika negerinya adalah tanah surga, namun anak cucu kita ke depan benar-benar merasakan hidup di negeri tanah surga yang bernama Indonesia.

Stop Impor! Maksimalkan tata kelola lahan untuk pertanian demi Indonesia Maju Aman Makmur Damai.

Merdeka Tanahku, Merdeka Negeriku
Hijau Alamku, Subur Tanahku, Makmur Bangsaku.

Kuatkan Ekonomi masyarakat desa dengan UMKM dan swasembada komoditas pertanian.
Galakkan belanja di warung toko tetangga.

Jaga Bangsa, Bela Negara, Lestarikan Pancasila, Merawat Tradisi Budaya Nusantara.

Gerakan Jaga Kampung Desa dari Corona dan Bahaya Laten intoleransi radikalisme terorisme.

Garda Benteng Nusantara
Bersatu berjuang bergerak berkhidmat bermanfaat untuk negeri.

 

Penulis adalah Ketua Umum Garda Benteng Nusantara.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here