Prangko, untuk Apa sih?

Penulis: Erri Subakti

Mungkin begitu jika anak-anak millenial dan gen z dikenalkan dengan prangko. Mereka sudah tidak tau lagi apa fungsinya. Meski mereka tau apa dan seperti apa prangko itu.

Wajar, pola komunikasi berubah cepat. Pengiriman pesan melalui surat menyurat lewat pos sudah semakiiin jaraaang dilakukan orang-orang.

-Iklan-

Paling prangko hanya beredar di komunitas-komunitas filatelis saja, para pecinta dan kolektor prangko dan benda-benda pos lainnya. Lalu disimpan di lemari.

Namun tidak demikian bagi Christie Damayanti, seorang filatelis yang sudah 25 kali menggelar pameran filateli kreatif dengan berbagai tema setiap tahunnya.

Koleksi Christie tidak hanya prangko dangan berbagai tema dari berbagai negara, juga ia memiliki benda-benda pos lainnya.

Salah satunya yang sangat bernilai adalah surat-surat balasan dari pemimpin-pemimpin negara di dunia, raja/ratu negara-negara lain, dan artis-artis dunia.

Sejak Senin lalu 9 Oktober 2023 hingga tanggal 15 nanti Christie Damayanti menggelar pameran Filateli Kreatifnya yang ke-25. Kali ini bertema “Menyusuri Singapura dengan Kursi Roda”.

Ya, Christie memang penyandang disabilitas. Sejak 13 tahun lalu ia terserang stroke yang melumpuhkan sekujur tubuhnya. Secara perlahan ia bangkit melawan vonis dokter yang menyatakan dirinya tak bisa pulih. Tekadnya untuk pulih luar biasa besar hingga ia bisa 180 derajat dari sebelumnya.

Kini yang “permanen” lumpuhnya hanya sisa lumpuh bagian kanan tubuhya, tangan dan kaki kanannya. Itu sebabnya ia ke mana-mana dengan kursi roda.

Dalam paneran filatelinya kali ini seperti biasa ia juga meluncurkan 2 buku terbarunya dari petualangan menyusuri ratusan kilometer dengan kursi roda di Singapura.

Sebelumnya Christie berkarir sebagai seorang arsitek yang berprestasi atas pencapaian karyanya. Salah satunya adalah Mal Central Park di Jakarta. Mal dengan konsep taman pertama di Indonesia.

Stroke telah menjungkirbalikkan keadaan. Persis setelah ia merampungkan Central Park Mal yang ia selesaikan dalam waktu 3 tahun (target pembangunan 5 tahun), 2 tahun lebih cepat dari target, ia berlibur ke San Fransisco atas keberhasilan kerja kerasnya itu. Namun Tuhan punya skenario lain. Christie tumbang karena stroke. Lumpuh sekujur tubuh, tak bisa lagi bicara, tak bisa menggerakan lidah dan mulut, makan, bahkan tak bisa lagi membaca dan boro-boro bisa menulis.

Benar-benar seperti bayi lagi.

Kendati demikian, kondisi sebagai single parent membuatnya memiliki tekad untuk harus bisa bekerja lagi.

Apapun bisa dilakukan meski “tak mungkin”. Kenekatan mengalahkan segalanya. Terapi demi terapi ia lakukan. Dan kini 68 judul buku sudah ia tulis.

Berlatar belakang arsitek dan dosen planologi perkotaan, yang gemar travelling, Christie sudah melancong ke Jepang, Eropa, dan tak ketinggalan negara-negara jiran. Bukan sekedar jalan-jalan dan flexing tapi ia juga melakukan riset mengenai fasilitas publik untuk penyandang disabilitas dan kepedulian masyarakat di negara-negara yang ia kunjungi.

Mau tau lebih jauh dan lebih dekat dengan Christie Damayanti?

Kunjungi saja pamerannya di Central Park Mal. Buruan sebelum kelar evennta tanggal 15 Oktober nanti.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here