Penulis: Erri Subakti
Tahun 2013 saya membaca data McKenzie bahwa Indonesia akan memasuki masa “keemasan”nya di tahun 2030, Indonesia bisa menjadi 6-7 besar ekonomi dunia. Data-daya yang dipaparkan tentu saja adanya bonus demografi. Penduduk dengan usia produktif lebih besar dari usia ketergantungan. Indonesia akan memasuki masa seperti Jepang di tahun ’70-an. Pendukung tumbuhnya perekonomian dari bonus demografi ini juga adalah Indonesia menjadi market yang besar bagi dunia.
Tahun menjelang berakhirnya masa autopilot pemerintahan SBY harus ada sosok presiden yang tepat. Dulu pilihan saya tentu saja ingin yang bersih dan tidak korup. Joko W. menjadi pilihan karena sederhana dan merakyat. Kelihatannya. Dan itu cukup buat saya. Presidennya cukup yang bersih dan jujur saja (menurut saya waktu itu), selebihnya biarkan semua prasyarat pertumbuhan ekonomi berjalan dengan sendirinya menuju masa ekonomi Indonesia yang lebih besar.
Harapan tinggal harapan. Sebagaimana pada pertengahan dekade ’90an, gembar-gembor propaganda Indonesia akan memasuki era lepas landas, nyatanya pada tahun ’97 dihantam badai krisis keuangan dan ekonomi. Tahun ’98 krisis multi dimensi.
Indonesia saat ini tengah jatuh ekonominya. Data-data apalagi yang mau dijadikan alasan bahwa Indonesia baik-baik saja?
Laporan BPS ada 10 juta gen z menganggur. Tingkat pendidikan Indonesia nomor buncit se-Asia Tenggara (apalagi sedunia). Pengangguran terbanyak se-Asia Tenggara. Utang makin membumbung mengkhawatirkan. Mau bela-belain apalagi utk bisa “mengiyakan” bahwa negeri ini baik-baik saja?
Dengan tingkat pendidikan rendah, skill rendah, tingkat literasi paling buncit, pengangguran sangat tinggi, perekonomian belum pulih benar, apa yang bisa diharapkan 5 tahun ke depan?
Suram.
Bonus demografi backfire menjadi “bencana demografi”.
Negeri ini sudah dalam cengkeraman oligarki dan mafia kerah putih.
Rakyat hanya sekedar deretan angka-angka bagi bandar judi yang terus menggelegak triliunan rupiah ke dalam pundi-pundinya.
Oh Please God help Indonesia….