Penulis: Wawan Soehardi
Rabu 15 Juni 2022
Warga dan kelompok Khilafatul Muslimin yang telah menyatakan baiat setia kepada amirnya serta sistem, struktur dan ideologi yang dianut khilafah tersebut atau telah mengajukan permohonan pencatatan sipil kepada Khilafatul Muslimin atau yang telah mempunyai surat tanda anggota Khilafatul Muslimin sebenarnya telah kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia dan patut ditinjau ulang status kewarganegaraannya.
Demikian juga terhadap organisasi-organisasi sejenis seperti HTI yang berbaiat sumpah setia kepada Amirnya dan sistem-sistem turunannya seharusnya otomatis kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia.
Apalagi telah jelas terang benderang mereka telah menyatakan permusuhan dengan sistem demokrasi Pancasila dan menolak segala sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Dalam segala propagandanya kader-kader Hizbut Tahrir Indonesia, Khilafatul Muslimin dan organisasi sejenisnya telah jelas-jelas mengkampanyekan ideologi yang telah sangat jelas berbeda dan bertentangan dengan ideologi, sistem, serta struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomer 12 tahun 2006 berisi 9 (sembilan) poin tentang warga negara Indonesia yang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia.
Warga Khilafatul Muslimin, HTI dan organisasi sejenis jelas sekali telah dengan sadar memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri, tidak menolak atau tidak melepas kewarganegaraan lain secara sukarela, mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada “Amir asing” negara asing yang jelas bukan bagian dari negara Republik Indonesia, serta mempunyai surat teregister yang bersifat sebagai tanda kewarganegaraan negara lain dalam hal ini Khilafatul Muslimin, Hizbut Tahrir dan organisasi sejenisnya
Sebenarnya satu poin, setengah poin atau bahkan seperempat poin saja dari UU nomer 12 tahun 2006 tentang warga negara yang kehilangan kewarganegaraan teramat sangat sensitif, dan telah teramat jelas dipraktekkan seperti yang dilakukan dan praktekkan oleh warga Khilafatul Muslimin serta kader HTI telah cukup membuat mereka otomatis keluar dari kewarganegaan Indonesia dan tidak patut menjadi warga negara Indonesia.
“Negara Asing” dalam 9 poin di atas tentang warga negara yang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak boleh dimaknai sebagai negara yang secara faktual ada diakui saat ini, tetapi harus bisa menjerat tentang “Negara Asing Khayali dengan nama, lambang, bendera, atribut negara asing” seperti yang dicita-citakan oleh para kader HTI dan warga Khilafatul Muslimin tersebut.
Perilaku tentang kesengajaan warga Khilafatul Muslimin dan Hizbut Tahrir yang jelas menyatakan kesetiaan terhadap sistem ketatanegaraan asing jelas merupakan pernyataan pengkhianatan terhadap sistem, struktur dan seluruh dasar negara yang ada di Republik Indonesia
Apalagi mereka telah menyatakan hendak mendirikan negara (dengan sistem khilafah, sistem struktural dan landasannya) yang jelas berbeda dengan segala sistem, struktur dan alas hukum ketatanegaraan Republik Indonesia dalam wilayah teritorial Republik Indonesia dapat diartikan sebagai upaya dengan sengaja hendak melakukan meruntuhkan bangunan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, dan hal tersebut tidak dapat diberikan toleransi.
Dengan demikian mereka tidak hanya patut dijerat dengan Pasal 59 ayat 4 juncto Pasal 82 ayat 2 UU RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas dan Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun penjara, namun juga patut dicabut sebagai warga negara Republik Indonesia serta dilepaskan segala hak-hak yang menyertainya, seperti; hak berpolitik, menyatakan pendapat, berserikat dan seterusnya.
Baca lanjutannya: