Penulis: Dahono Prasetyo
Ini era dimana kelompok religius sedang kehilangan kepercayaan diri pada cara beribadahnya. Ketakutan tidak diakui kekhusukannya dalam kelas sosial yang akhirnya melahirkan perilaku tidak sewajarnya. Laku ibadah yang semestinya dilakukan dalam hening keseriusan berubah menjadi unjuk kekuatan dengan standar kuantitas di ruang publik.
Mereka yang selama ini merasa sedang tertindas justru di saat pintu kebebasan terbuka lebar. Ibadah ala trotoar yang dilakukan oleh sekelompok jama’ah menunjukkan kelemahan mendasar para pendakwah panutannya, yaitu egosentris. Ajakan kolektif dalam persatuan se-iman lebih beraroma perlawanan sektarian. Bagi yang berbeda iman dianggap sebagai musuh yang mesti ditakut-takuti dengan aksi.
Fenomena “ngaji jalanan” tidak bisa disamakan dengan acara tabligh akbar, atau demo persatuan umat. Justru acara tersebut menjadi gabungan dari keduanya.
Doa-doa yang dipanjatkan menjadi bias pamrih sosial daripada berharap ridho Sang Pencipta di bulan suci.
Gerakan menguasai ruang publik digaungkan sejurus dengan eskalasi politik. Inisiator sekaligus sponsornya naik daun di jalur instant. Memanfaatkan kegelisahan umat yang butuh panggung penyaluran. Catat nama-nama mereka, para calon wakil rakyat yang sedang membangun gerbong politik di atas pondasi identitas.
Ini era dimana suara rakyat sedang sibuk dikumpulkan untuk kepentingan politik. Saya sendiri sebagai muslim merasakan bahwa agama sedang bermasalah dengan nilai-nilai sosial, bukan dengan cara beribadahnya.
Seperti kata penyair Joko Pinurbo dalam puisinya tentang PEMELUK AGAMA.
Dalam doaku yang khusus
Tuhan bertanya kepadaku
hambaNya yang serius ini.
“Hallo, kamu seorang pemeluk Agama?”
“Sungguh,saya seorang pemeluk teguh, Tuhan”
“Lho, Teguh yang tukang bakso itu hidupnya lebih oke dari kamu gak perlu kamu peluk peluk.
Benarkah kamu pemeluk Agama?”
“Sungguh saya pemeluk Agama, Tuhan”
“Tapi aku lihat kamu tidak pernah memeluk, kamu malah menyegel, membakar,merusak,menjual agama.
Teguh si penjual bakso itu malah sudah pandai memeluk
Benar kamu seorang pemeluk?”
“Sungguh saya belum memeluk, Tuhan”
Tuhan memelukku dan berkata
Doamu tak akan cukup. Pergilah dan wartakan pelukanKu
Agama sedang kedinginan dan kesepian.
Dia merindukan pelukanmu”
———-
Depok 18/4/22
Dahono Prasetyo