Penulis: Roger P. SIilalahi (Joy)
Penistaan agama yang dituduhkan pada Gus Yaqut bukanlah hal yang biasa saja, ini sebuah tuduhan serius yang berdampak besar. Penolakan dan serangan terhadap Gus Yaqut sebagai Menteri Agama datang dari masyarakat, para pendakwah, tak ketinggalan Abdul Somad pun ikut bersuara. Semua teriakan bernada sama dan mengarah pada titik yang sama “Peng-Ahok-an Gus Yaqut”.
Lalu siapa “Buni Yani-nya”…?
Tidak lain dan tidak bukan seorang mantan menteri yang mem-branding dirinya sebagai ahli telematika dan informatika, yang kemudian ‘booming‘ sebagai ahli “Panci-matika”, Roy Suryo. Dialah yang meneriakkan hal pembandingan azan dan gonggongan anjing dalam cuitan di akun twitternya. Cuitan ini dilengkapi dengan video pembuktian, atau tepatnya potongan video, dimana kemudian ini dipelintir hingga muncul narasi “Membandingkan Azan Dengan Gonggongan Anjing”. Jadi yang melakukan penistaan agama melalui fitnah terhadap Menteri Agama adalah Roy Suryo.
Terlalu banyak yang dipotongnya, video berdurasi 2 menit 54 detik terkait pernyataan Gus Yaqut dipotongnya menjadi video 32 detik. Pernyataan keseluruhan dipotong sehingga pelintiran ciptaan Roy Suryo ini menjadi viral dan memicu keresahan di masyarakat. Orang seperti Abdul Somad terbakar atau pura-pura terbakar, yang pasti langsung sontak memunculkan amarahnya dalam bentuk video yang ikut viral, membela kepentingan TOA dan membantu menyebarkan fitnah Roy Suryo atas Gus Yaqut.
Pernyataan Gus Yaqut secara lengkap adalah:
“Iya itu kemarin kita terbitkan edaran pengaturan. Kita tak melarang masjid musala gunakan toa, tidak. Karena itu bagian syiar Agama Islam. Tapi ini harus diatur bagaimana volume sepikernya. Toanya enggak boleh kencang-kencang, 100 db. Diatur bagaimana kapan mereka gunakan speaker itu sebelum Azan, setelah Azan. Ini tak ada pelarangan.
Aturan ini dibuat semata-mata agar masyarakat kita makin harmonis. Menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan. Kita tahu di wilayah mayoritas muslim, hampir tiap 100-200 meter ada musala dan masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka nyalakan toanya di atas kaya apa? Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya.
Kita bayangkan lagi, kita muslim, lalu hidup di lingkungan nonmuslim, lalu rumah ibadah saudara kita nonmuslim bunyikan toa sehari lima kali dengan kencang-kencang secara bersamaan itu rasanya bagaimana. Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini dalam satu kompleks, misalnya, kanan kiri depan belakang pelihara anjing semuanya, misalnya, menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu enggak?
Apapun suara itu kita atur agar tak jadi gangguan. Speaker di musala masjid monggo silakan dipakai, tapi diatur agar tak ada merasa terganggu. Agar niat penggunaan toa dan speaker sebagai sarana dan wasilah lakukan syiar bisa dilaksanakan tanpa mengganggu mereka yang tak sama dengan keyakinan kita.
Saya kira dukungan juga banyak atas hal ini. Karena alam bawah sadar kita mengakui pasti merasakan bagaimana suara bila tak diatur pasti mengganggu. Truk itu kalau banyak di sekitar kita, kita diam di satu tempat, kemudian ada truk kiri kanan belakang kita, mereka menyalakan mesin bersama-sama kita pasti mengganggu. Suara-suara yang tak diatur itu pasti jadi gangguan buat kita. Gitu ya,”
Pertanyaannya;
“Apa ada melarang atau membandingkan “Azan” dengan apapun…?” Tidak ada.
“Apa menyamakan “Azan” dengan gonggongan anjing…?” Tidak juga.
Jelas analogi gonggongan anjing, dan suara mesin truk adalah analogi suara bising, dan ini yang dijadikan bahan serangan oleh ahli “Panci-matika” Roy Suryo.
Permainan Roy Suryo terlalu kasar dan terlalu bodoh. Bodoh bila berpikir bahwa tidak ada yang memiliki rekaman asli dan lengkap dari pernyataan Gus Yaqut, tidak seperti saat Ahok dikriminalisasi oleh Buni Yani. Roy Suryo gegabah, dan hasilnya adalah Abdul Somad gegabah, media mainstream termakan juga, sementara masyarakat dibakar, tapi semua akan padam serentak, sisa para pemfitnah berhadapan dengan hukum.
Banyak pasal dapat dikenakan dan harus dikenakan, baik pada Roy Suryo sebagai pemfitnah utama, maupun Abdul Somad sebagai provokator yang melanjutkan fitnah tersebut, demilian pula pada masyarakat yang menghina secara ribadi langsung dengan poster anjing berkepala Gus Yaqut, semua harus ditindak.
Maju Gus Yaqut, jangan diam, beri pelajaran para pemfitnah ini, beri ganjaran, tegakkan hukum, serta jauhkan para perusak bangsa dan negara dari masyarakat. Nusakambangan masih mampu menampung mereka.
-Roger Paulus Silalahi-