SintesaNews.com – Sekelompok massa yang dikendalikan otak reptilnya berteriak-teriak di depan Gereja Santo Joseph, Kabupaten Karimun. Mereka mengintimidasi gereja yang telah berdiri sejak jaman Sumpah Pemuda 1928. Tidak jelas sekelompok massa yang rendah nalar itu dari mana. Namun bisa dipastikan intimidasi ini tak lepas dari penolakan akan direnovasinya gereja tersebut oleh sebuah ormas di Karimun. Belakangan pihak yang menamakan diri Asosiasi Peduli Kabupaten Karimun (APEKK) menggugat Pemkab Karimun dan pihak Gereja, dengan tuntutan agar IMB untuk merenovasi gereja, dicabut. Aneh beud.
Dalam video tanggal 6 Pebruari 2020 di atas nampak aparat keamanan seperti tidak berdaya dan malah membiarkan intimidasi terhadap gereja terjadi di depan mata.
Padahal IMB renovasi telah dikantongi oleh Gereja Santo Joseph, yang diterbitkan tertanggal 2 Oktober 2019. Semua alasan APeKK mengada-ada, dari mulai alasan bahwa renovasi gereja akan membuat macetlah, cagar budaya-lah, dan menuntut menangguhkan pembangunan selama sidang di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Bagai seekor kadal gurun yang kepanasan, alasan-alasan dibuat-buat, tak masuk akal dan sangat lemah dasar pemikirannya.
Romo Kristiono, dalam sidang di PTUN, 29 Januari 2020 lalu menyatakan bahwa pembangunan gereja tidak akan memicu kemacetan, karena renovasi total gereja tidak memakan bahu jalan. “Dan berpuluh tahun, arus lalu lintas berjalan dengan baik. Renovasi total gereja tidak keluar dari areal gereja, tetap dalam tanah gereja saat ini,” katanya. Ia menambahkan, justeru dengan dibangunnya gereja nanti, “Kami memiliki areal parkir di dalam gereja yang tertata dengan baik.”
Ia menjelaskan, renovasi itu diperlukan karena selama ini biasanya umat yang beribadah mencapai 700 hingga 800 orang, sementara daya tampung gereja hanya sampai 100-an orang. “Umat harus beribadah di samping, (dengan) atap tambahan dan di pinggir tembok tanpa atap. Bahkan saat Natal dan Paskah hingga ke pagar gereja,” katanya.
Menanggapi alasan bahwa gereja akan menjadi cagar budaya, Romo Kristiono menampiknya. Ia pun menyebut alasan-alasan penggugat lemah.
Sementara itu, menanggapi permintaan agar pembangunan ditangguhkan, ia menolak, lantaran sebelumnya pihak gereja bersedia menangguhkan pembangunannya tiga bulan sejak Oktober 2019 berdasarkan kesepakat dengan pemerintah daerah. “Kami tidak akan menunggu putusan pengadilan ini karena IMB adalah produk hukum yang masih berkekuatan hukum hingga saat ini,” katanya.
“Kami akan melanjutkan (pembangunan). Gereja sekarang dalam kondisi buruk, kami membutuhkan renovasi total dan segera kami lakukan,” pungkasnya.
Ini terang benderang dan gamblang adanya sebuah intimidasi terhadap pembangunan gereja yang telah sah, legal di mata hukum, memiliki IMB, namun malah dituntut sekelompok massa berotak reptil untuk dicabut. Ini pengadilan digelar kalau sampai hukum tunduk pada intimidasi massa maka berangsur-angsur orang tak waras akan menguasai orang yang waras.
Menteri Agama ke mana ya, yang pernah mengatakan bahwa dirinya menteri semua agama, bukan hanya Islam. Menkopolhukam Mahfud MD tolong Pak, jangan sampai intoleransi ini menular seperti virus corona yang menghancurkan bangsa dan negara. Pak Prabowo, lihatlah ada ancaman terhadap pertahanan negara di masa depan jika hal ini terus terjadi. Pak Jokowi, come on, lihat masa depan bangsa dari “api yang masih kecil” ini.
Keterangan: Otak reptil, manusia mendorong pada tindakan-tindakan primitif yang terkait dengan kehausan, ketakutan, respons terhadap suhu, kelaparan, seksualitas, dan kepemilikan, mempertahankan wilayah, dan rasa aman. Paul D. Maclean, seorang neoroscientist Amerika, pada tahun 50-an membagi otak manusia dalam tiga bagian yaitu otak reptil, otak mamalia (sistem limbik), dan otak neokorteks. Disebut dengan otak reptil karena bagian otak ini berperan sebagai pusat perilaku yang sifafnya indrawi dan naluriah, tak berbeda dengan otak yang ada pada binatang reptil seperti buaya dan kadal yang dimana ketika otak ini aktif maka yang akan memunculkan gerakan yang spontan atau reaksi reflektif.