Penulis: Nurul Azizah
Khilafah adalah sebuah sistem kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di dunia untuk menerapkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Orang yang memimpin disebut Khalifah, disebut juga Imam atau Amirul Mukminin.
Setelah Kanjeng Nabi wafat, kepemimpinan Islam dilanjutkan oleh sahabat-sahabat beliau yang dinamakan khulafaur rasyidin.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang menjadi khulafaur rasyidin terakhir atau pemimpin Islam setelah Rasulullah meninggal dunia. Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah khalifah ke empat atau yang terakhir. Yang pertama adalah Abu Bakar As-Shidiq, kedua Umar bin Khatthab, ketiga Usman bin Affan.
Para khalifah ini menyebut diri mereka adalah khalifah Rasulullah (pengganti Rasulullah) yang sudah meninggal. Pengangkatan mereka menjadi khalifah berdasarkan pada kelebihan-kelebihan dan keunggulan-keunggulan pribadi mereka.
Setelah Sayyidina Ali meninggal dunia kepemimpinan Islam dipegang oleh Muawiyah bin Abu Sofyan melalui perang Shiffin. Kemudian mereka mendirikan Dinasti Umayah.
Setelah munculnya Dinasti Umayah maka berakhir pula kekhalifahan dalam Islam. Mereka tidak disebut dalam khulafaur rasyidin?
Khulafaur rasyidin pemilihannya berdasarkan keunggulan, kesalehan, keutamaan, ketaqwaan, dan kedekatannya dengan Kanjeng Nabi dan lain sebagainya.
Sejak Muawiyah bin Abu Sofyan, kekuasaan menjadi warisan, turun temurun. Sejarawan Ibnu Khaldun mengatakan, “Sesungguhnya dengan berakhirnya khulafaur rasyidin, berakhirnya pemerintahan Ali bin Abi Thalib, maka berakhirlah khilafah.”
Yang ada sesudahnya bukan khilafah tapi kerajaan-kerajaan yang dibangun dan dikuasai oleh keluarga-keluarga atau bani-bani.
Lalu model khilafah apa yang ingin ditawarkan di Indonesia? Khilafah yang yang ada di Indonesia ibarat kue busuk yang sudah tidak laku lagi di banyak negara.
Hizbut Tahrir di Indonesia dinamakan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yaitu organisasi Pan Islamis yang menganggap “ideologinya sebagai ideologi Islam” yang tujuannya membentuk “Khilafah Islam” atau ajaran negara Islam.
Kalau kita melihat celotehnya Ahmad Khozinudin aktivis HTI, gerakan HTI nyata-nyata ada dan telah menimbulkan benturan-benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.
Kalau orang mabuk minuman keras, bisa saja lupa segalanya. Termasuk lupa menghafal teks Pancasila. Untuk menyadarkannya dia harus berhenti mengkonsumsi miras dan obat-obatan terlarang.
HTI termasuk kelompok yang mabuk agama, kelompok ini menjadi dalang kerusuhan dan melakukan kegiatan ekstrem radikal yang membahayakan kehidupan masyarakat di suatu negara. Hitzbut Tahrir diduga kuat menjadi dalang serangan bom dibanyak negara.
Ini negeri Indonesia yang plural, jangan dipaksa salah satu agama jd hukum legalitas. Masyarakat Indonesia menganut agama Islam, Hindu, Budha, Kristen protestan, Katholik, dan Khonghucu, serta masih adanya kepercayaan.
Jelaslah HTI ditolak di Indonesia. Kegiatan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
HTI dibubarkan sesuai dengan Perppu No. 2 tahun 2017 sebagai organisasi kemasyarkatan yang terlarang. Ideologi khilafah yang diusung dinilai bertentangan dengan Pancasila.
Meskipun HTI sudah dibubarkan, pemerintah akan terus mengejar siapapun yang masih turut menyebarkan faham khilafah.
Di Indonesia pasca pembubaran HTI tahun 2017, banyak bermunculan Shautul Ulama.
Shautul Ulama adalah regenerasi HTI, yang ingin eksis mengembangkan sayapnya di Indonesia.
Khilafah butuh ruang untuk eksis, memaparkan visi misinya tetapi jangan di Indonesia. Karena di Indonesia sudah memiliki produk bagus, asli yang digali dari kehidupan rakyat Indonesia, yaitu Pancasila. Khilafah merupakan produk yang tidak laku di banyak negara. Khilafah ibarat kue busuk yang selalu dijajakan oleh pengasong khilafah di Indonesia.
Khilafatul Muslimin adalah salah satu produk yang sama, satu tujuan dengan HTI, yaitu menolak Pancasila sebagai ideologi di Indonesia. Mereka ada dan eksis di Indonesia.
Hal ini terbukti saat kelompok mereka melakukan konvoi ‘Khilafatul Muslimin” menjelang peringatan hari lahir Pancasila. Itu terjadi di Cawang Jakarta Timur, Minggu (29/5/2022) kemudian ada juga di Brebes Jawa Tengah.
Sejumlah poster berisi pesan terkait khilafah pun turut dibawa peserta konvoi. Mereka membawa poster bertuliskan, “Sambut kebangkitan khilafah Islamiyah.” Ada juga yang bertuliskan, “Jadilah Pelopor Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah.”
“Terkait dengan adanya video di media sosial, terkait dengan adanya patroli (konvoi) kendaraan bermotor membawa tulisan khilafah, tentu hal ini tidak dibenarkan,” kata Zulfan di Polda Metro Jaya, Jakarta (30/5/2022).
Sepekan setelah adanya konvoi ‘Khilafatul Muslimin’ polisi menangkap Abdul Qodir Hasan Baraja, pimpinan Khilafatul Muslimin, di dekat rumahnya di kelurahan Kupang, Teba Lampung.
Hasan Baraja ditangkap polisi karena terindikasi melakukan provokasi, ujaran kebencian, serta berita bohong dengan tujuan menjelekkan pemerintah. Bukti-bukti gerakan Islam radikal juga diikutsertakan sebagai barang bukti.
Negara harus hadir untuk menghalau kelompok-kelompok pengasong khilafah yang menolak ideologi Pancasila.
HTI dan Khilafatul Muslimin serta regenerasinya sudah terbukti tidak berhasil ditegakkan dibanyak negara, termasuk di Indonesia. Karena hitzbut tahrir selalu gagal menegakkan khilafah, karena produk ini sudah kadaluarsa dan tidak sesuai dengan ideologi Pancasila. Mereka mabuk agama dan menolak Pancasila.
Nurul Azizah, penulis buku ‘Muslimat NU di Sarang Wahabi’, minat hub. penulis 0851-0388-3445 atau SintesaNews.com 0858-1022-0132.