Penulis: Roger “Joy” P. Silalahi
#Bagian Kedua (dari dua)
Baca sebelumnya: Oom Olle
Setelah menjadi Master Geodesi, Oom Olle melanjutkan bekerja di Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, kini disebut Badan Informasi Geospasial/BIG, red.), karier menanjak seiring waktu, hingga akhirnya tiba kesempatan mengambil beasiswa untuk meningkatkan pendidikan ke jenjang doktoral.
Beasiswa diraih, tapi pekerjaan memaksa keseluruhannya tidak dilaksanakan, karena Oom Olle ditunjuk menjadi pejabat baru, menjadi Kepala Bakosurtanal. Bekerja dan bekerja saja yang Oom Olle tahu. Kantor pun yang itu-itu saja, tapi keliling Indonesia untuk berbagai kepentingan tugas cukuplah menjadi penyegar kehidupan bekerjanya.
Satu hal yang jelas, Oom Olle perokok berat, paling senang saya kalau ketemu Oom Olle, ada saingan, duduk ngobrol sambil merokok sampai puas, bahkan di meja kantornya ada plakat kecil bertuliskan “Feel Free To Smoke“, indah sekali kalau saya berkunjung ke sana.
Dalam perkembangan kariernya, jauh sebelum menjadi Kepala Bakosurtanal, mendadak panggilan Oom Olle berubah menjadi “Oom Boss…”, begini ceritanya.
Oom Olle ini punya hobi kecil yang disembunyikan dari Tante Rini (semoga Tante Rini tidak baca bagian ini, hihihi). Hobi Oom Olle ini adalah berkunjung ke rumah saudara-saudaranya, setiap mau pulang, semua keponakan “disanguin”, kalau pas Lebaran dan kita semua berkumpul di jalan Bonang (rumah orang tua Tante Rini), maka semua keponakan senang lihat Oom Olle, karena kalau Lebaran “sangu”-nya agak besar. Demikian juga kalau pas Natal ketemu di rumah Opa-Oma di Ciputat atau rumah Rengas atau Pondok Indah (rumah adik-adiknya), pasti ada “sangu” yang selalu diberikan sembunyi-sembunyi sambil bilang “Jangan ketahuan Tante Rini ya…”.
Satu kali pernah ditanyakan oleh keponakannya, kenapa Tante Rini tidak boleh tahu, jawabannya ternyata karena Tante Rini selalu bilang bahwa kalau mau kasih sesuatu ke keponakan, kasih buku, supaya mereka baca bukunya dan tambah pengetahuannya, tapi Oom Olle tidak punya waktu mencari buku buat keponakannya yang jumlahnya tak terhingga itu. Jadi, setiap Oom Olle datang, keponakan-keponakan yang tidak tahu diri ini langsung bisik-bisik, “Oom Boss datang…”, akhirnya resmilah panggilan itu menjadi panggilan Oom Olle, sekaligus menjadi doa untuknya, Oom Boss menjadi Boss Bakosurtanal.
Cerita ini sejalan dengan prinsip hidup Oom Boss yang selalu mengingatkan bahwa ucapan adalah doa, bahwa semua harus diucapkan dalam kebaikan, bahkan peribahasa pun bila buruk kata-katanya akan diubah oleh Oom Boss menjadi baik. Satu peribahasa yang selalu diulang-ulang sampai menjelang kepergiannya adalah;
“Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya pandai juga…!!!”
Semua hal dipositifkannya, bahkan ketika Tante Rini sedang mengalami banyak masalah di pekerjaannya dan menceritakannya ke Oom Boss, maka idiom sakti untuk menghadapi masalah dikeluarkannya;
“When the going gets tough, the tough get going…!!!” (Ketika yang sedang berjalan menjadi sulit, yang sulit pergi, red.)
Luar biasa pengajaran melalui kata-kata singkat yang dilemparkan Oom Boss untuk semua orang, dipikirkan dalam, dan disyukuri sampai sekarang.
Sebagai Boss di Bakosurtanal, Oom Boss ini sangat disayang, bahkan hingga pensiun pun tetap disayang, dikunjungi, diajak bicara dan dimintai pendapat serta saran.
Semua senang dengan kejahilan dan kelucuan Oom Boss dalam menyampaikan segala hal, tidak pernah marah, senyum sambil terkekeh, walau kadang mendadak serius dan bicara seperti pendeta. Dalam kondisi apapun, hasil dari sebutan yang diberikan keponakan-keponakannya dimanfaatkannya dengan maksimal.
Dari sebelum jadi Boss Bakosurtanal, beliau selalu menyombongkan ke semua orang bahwa panggilannya adalah Oom Boss. Sampai ketika ditegur Tante Rini terkait hal-hal yang salah yang dilakukan Oom Boss, akan langsung dijawab dengan jawaban yang saya tahu pasti direkam pertama kali didengarnya dari Papa saya. Jawabannya adalah;
“The Boss can do not wrong, if the Boss do wrong, see rule number one…”
Maka Tante Rini hanya bisa tarik nafas dalam-dalam, dia tahu itu hanya cara Oom Boss “ngeles”, yang penting sudah diingatkan. Tidak heran Oom Boss betah sama Tante Rini, yang mengherankan koq Tante Rini bisa begitu betah dan tetap sayang sama Oom Boss yang kalau kumat keras kepalanya sangat-sangat luar biasa. Pastilah karena rasa sayang yang besar yang menyatukan keduanya.
Ketika Oom Boss sakit, dokter bilang harus berhenti rokok, karena penyakitnya adalah kanker paru-paru, sama dengan Mama. Tapi Oom Boss tetap merokok. Kalau ditanya kenapa tidak berhenti merokok, Oom Boss bilang karena sudah terlanjur kena kanker, berhenti rokok tidak akan membantu menyembuhkan, jadi biar saja Oom Boss menikmati hidupnya yang sudah hampir mencapai 68 tahun itu tanpa harus menghilangkan apa yang menjadi kegemarannya. Oom Boss tahu tidak akan sembuh, sehingga cukup sulit memaksanya untuk berobat, apalagi ketika harus masuk rumah sakit, alasannya; “Di rumah sakit nggak bisa merokok…”, tapi akhirnya menyerah dan masuk rumah sakit.
Saudara, keponakan, mantan bawahan bergantian menemani Tante Rini menjaga Oom Boss selama sakit, dan semua dipaksa oleh Oom Boss untuk mengingat, bahwa “Sepandai Pandai Tupai Melompat, Akhirnya Pandai Juga…”.
Tidak lama dikuasai oleh penyakitnya, Oom Boss berpulang ke Penciptanya, Allah Bapa yang mengasihinya, pada tanggal 4 Oktober 2019. Setumpuk perbuatan baik yang menggunung di belakang namanya selalu mengingatkan semua orang yang mengenalnya akan bagaimana menjadi pribadi yang positif, adalah keharusan yang membahagiakan.
Mengeluh itu tidak menghasilkan, berbuatlah, bersyukurlah. Ucapan adalah doa, buruk ucapanmu, buruk hasilmu, baik ucapanmu, baik hasilmu. Tegar, tahan banting, tidak pernah mengeluh, selalu membagikan senyum dan keceriaan, selalu bersyukur, selalu positif. Positif untuk pribadi, positif untuk sekitar, positif untuk Indonesia.
Oom Boss, orang Indonesia… Kamu…?
-Roger Paulus Silalahi-
Artikel ini merupakan bagian dari seri tulisan “Seberapa Indonesia Kamu?
Baca lainnya:
Sejarah Berdirinya RSUP Sanglah Diprakarsai oleh Dokter Pejuang Kemerdekaan, dr. M. Angsar