Penulis: Roger “Joy” Paulus Silalahi
Seberapa Indonesia Kamu…?
Saya akan tutup seri 30 hari menulis tentang ke-Indonesia-an dengan bonus 1 hari untuk hari ke 31 di bulan Agustus 2021 ini, dengan satu seri yang saya bagi 3. Agak berbeda dari yang sebelumnya, di cerita ini saya berharap pembaca bisa tertawa, merenung dan mungkin menangis. Salah satu ‘Legenda’ bagi saya, Captain Rudolf Wilhelmus ‘Billy’ Matindas.
#Bagian Pertama (dari tiga)
Lahir 16 Oktober 1946 di Jakarta sebagai anak ke-2, adik pertama Mama. Terlahir dengan nama Rudolf Wilhelmus Matindas, dipanggil Billy, yang akhirnya karena lebih dikenal sebagai Billy, selalu menuliskan namanya dengan R.W.B. Matindas. Berbeda dari 4 adik laki-lakinya yang bila disingkat namanya menjadi R.W. Matindas, saya memanggilnya Oom Billy. Oom yang sedari kecil sudah menunjukkan nyali yang luar biasa besar, walau kadang kurang berpikir rasional, apapun dijalani saja. Kalau ada masalah, ya sudah, hadapi saja, kira-kira demikian “bawaan orok” dari Oom Billy ini.
Oom Billy punya bekas luka bakar di dagunya, yang jadi semacam pemanis wajah gantengnya. Luka itu salah satu bukti seberapa berani dan tidak rasionalnya Oom Billy.
Sebentar, saya mau tertawa dulu.
Pembawaan yang sangat ingin tahu membuat Oom Billy mendatangi “Pelaku Atraksi” sembur api yang dilihatnya, menanyakan bagaimana cara melakukannya. Pelaku Atraksi tidak mau membocorkan rahasianya, namanya juga buat cari makan, rahasia. Oom Billy ngotot, kalau kata orang Jawa “nagging”, maksa mau tahu caranya, akhirnya Pelaku Atraksi memberitahukan caranya, maka pulanglah Oom Billy dan berlatih seadanya dengan menyemburkan air. Setelah yakin bisa, Oom Billy mempersiapkan peralatan, dan melakukan atraksi di depan adik-adiknya.
Obor sudah dinyalakan, Oom Billy mengambil mengambil botol berisi bensin, catat ya bensin, bukan minyak tanah. Tidak peduli arah angin bertiup, tidak berpikir lebih jauh mengenai sifat bensin, dimasukkannya bensin ke dalam mulutnya, disemburkannya ke obor yang menyala, dan BLUB…!
Oom Billy menyala…!!!
Adik-adiknya yang menyaksikan langsung bertepuk tangan, berpikir itulah atraksinya….
Padahal, Oom Billy panik dan kesakitan, bulu mata, alis, rambut, habis semuanya. Untung Oma sigap, seluruh kepala Oom Billy langsung dibalur kapur sirih, dan secuil bagian di dagu agak gatal sehingga digosok Oom Billy dengan tangannya, luka bakar di dagu itulah yang berbekas dan jadi pemanis kegantengannya sampai dewasa.
Satu luka bakar, tidak cukup. Oom Billy punya 1 lagi di dadanya.
Sebagaimana saya waktu kecil, di rumah Opa dan Oma ada pembagian tugas juga, dan tugas Oom Billy adalah menyetrika. Pakaian militer Opa yang bahannya agak kaku, tangan panjang dan banyak kantung adalah baju yang paling dimusuhi Oom Billy, dan sampai besar kebencian terhadap menyetrika itu melekat.
Satu kali, sudah berpakaian, mau berangkat, ternyata di bagian dada ada yang kusut, layaknya orang Manado, harus rapih toh. Maka Oom Billy yang malas melepas kemejanya, langsung ambil setrika yang kebetulan masih panas, langsung menyetrika di dadanya, dan terbakarlah dadanya dengan bentuk luka yang mirip setrikaan.
Hadeuh…! Bisa sih seperti ini….
Nyali yang besar ditunjukkan saat suatu kali ketika sedang berjalan bersama Oma, ada sekelompok anak muda yang bicara tidak pantas terhadap Oma. Oom Billy marah, tapi Oma lebih berkuasa, maka Oom Billy diam, melanjutkan perjalanan pulang. Sampai rumah, Oma ke dapur, Oom Billy kabur. Dihampirinya sekelompok anak muda tadi, dihajar, satu lawan entah berapa, bak buk buk bak, tiba-tiba pisau keluar dan disabetkan, kena kepala Oom Billy!
Darah keluar deras. Pengeroyok rupanya takut melihat darah, menghentikan pengeroyokan dan bubar. Sementara Oom Billy pulang ke rumah dengan darah di mana-mana.
Opa yang sudah pulang kerja langsung mengambil alkohol 70%, disiramkan ke luka robekan di kepala, lalu luka dibebat. Sejak saat itu, alkohol 70% yang terbukti ampuh dan perih itu menjadi cairan penyembuh sakti yang Oom Billy selalu pakai untuk luka di tubuh anak dan keponakan-keponakannya.
“Tenang saja, ini sakitnya hanya 5 menit pertama koq…”, begitu selalu yang Oom Billy bilang.
Kecintaan pada laut sudah nampak sejak kecil. Ketika ikut Pramuka, dulu Pandu namanya, Oom Billy memilih bergabung dan menjadi Pandu Laut. Penguasaan tali-temali tidak perlu diragukan lagi. Waktu kecil, Oom Billy membuatkan arena bermain dimana kita bisa memanjat pakai tali, merangkak di atas jejaring tali, dan semuanya dibuat dengan berbagai simpul yang dikuasai, tidak ada paku sama sekali, kokoh, kuat, aman untuk anak-anak. Keselamatan selalu jadi prioritas utamanya, kasus sembur api dan setrika diri kelihatannya cukup membuat Oom Billy menempatkan keselamatan sebagai hal yang utama.
Besok akan saya ceritakan kekukuhan dalam bentuk nyata ketika Oom Billy dihadapkan pada pilihan terkait nyawa, ketika jalan hidupnya disinggungkan Tuhan dengan tragedy Tampomas II, saat dimana Oom Billy menunjukkan sisi kemanusiaan yang tidak terbantahkan. Besok ya….
Baca: Captains are Born Not Made
Dasar-dasar ke-Indonesia-an dalam bentuk keberanian, kukuh dalam keyakinan, membela harga diri orang tua, sudah tergambar sejak kecil. Dalam tulisan selanjutnya akan jelas bagaimana keberanian dan kekokohan memegang prinsip jika dipadukan dengan dasar yang benar akan menjadi bantuan, bagi diri sendiri, orang lain, keluarga, bahkan Indonesia.
Oom Billy, orang Indonesia… Kamu…?
-Roger Paulus Silalahi-
Artikel ini merupakan seri tulisan “Seberapa Indonesia Kamu?”
Baca tulisan lainnya: