Penulis: Nurul Azizah
Sebelum Gus Ulil naik ke mimbar, beliau bertemu dan berbincang dengan dua mahasiswi dari Afganistan. Banyak berbincang tentang perbedaan perlakuan perempuan Indonesia dan Afganistan.
Dua mahasiswa dari Afganistan tersebut kuliah di Universitas Wahid Hasyim (UNWAHAS) Semarang. Di negeri yang mayoritas beragama Islam, tetapi para perempuan tidak memiliki kemerdekaan. Para perempuan Afganistan tidak boleh hadir di majelis taklim.
Di Indonesia perempuan boleh hadir di berbagai acara bahkan mengadakan kegiatan sendiri. Majelis taklim dari para Muslimat dan Fatayat NU harus dijaga dan dilestarikan. Seperti kegiatan malam ini, Jumat 16 Juni 2023 bertajuk Kopdar Ngaji Ihya’ Ulumuddin Bersama Gus Ulil Abshar Abdalla dari Rembang, yang mengadakan itu PAC Fatayat NU Kecamatan Tembalang Semarang digawangi oleh Sahabat Aniqotunnafi’ah.
Menurut Gus Ulil Abshar (Ketua LAKPESDAM PBNU) Kitab Ihya’ Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali mengacu pada akhlak. Akhlak itu gambarannya rumah yang sudah berdiri, ada pintu, jendela, sudah bisa ditempati, tapi masih kosong. Belum ada meja kursi, tempat tidur, lemari, barang-barang elektronik dan perabot rumah tangga lainnya.
Demikian juga seorang yang sudah berislam, syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji. Tapi belum disempurnakan dengan akhlaknya.
Tahapan untuk sempurna akhlaknya yaitu Iman, Islam dan Ikhsan. Ikhsan di sini tahapan pencucian jiwa. Ihya’ Ulumuddin sendiri merupakan kitab yang membahas kaidah dan prinsip dalam menyucikan jiwa (Tazkiyatun Nafs) yang membahas perihal penyakit hati, pengobatannya, dan mendidik hati.
Allah menghormati semua makhluk, terutama manusia. Ajaran ikhsan atau akhlak merupakan ajaran yang indah sekali. Seperti rumah yang lengkap dengan aneka perabotnya serta ada taman warna warni.
Orang yang memiliki akhlak enak diajak ngobrol, diajak diskusi. Mau mendengarkan curhatan orang yang punya masalah.
Kitab Ihya’ Ulumuddin yang membahas tentang akhlak ini cakupannya luas, malam ini temanya bahaya orang yang tidak bisa menjaga mulutnya. Orang Islam yang sudah menjalankan sholat, puasa, zakat, haji tapi belum bisa menjaga mulut, berarti belum sempurna akhlaknya.
Orang Islam itu orang yang mulutnya tidak menyakiti dan menggangu orang lain.
Indonesia menjadi ramai atau berisik akibat mulut-mulut yang tidak bisa dijaga. Makanan yang banyak juga disediakan untuk kebutuhan mulut. Kebutuhan makan untuk kesehatan fisik. Mulut bisa menciptakan keajaiban dan bisa juga kerusakan.
Penyakit mulut banyak jenisnya antara lain, suka ghibah, suka menyebarkan hoax dan tipu daya, adu domba dan lain-lain.
Afatul lisan yaitu orang yang tidak bisa menjaga lisannya. Diantaranya orang yang tidak punya ilmu tapi ikut menyebarkan pendapatnya dengan sesuka hati, memfitnah, menyebarkan kebencian, berkata bohong, dan lain-lainnya.
Salah satu penyakit mulut, menurut Imam Ghozali seseorang memberi nasehat dengan harapan dapat pujian dan merasa paling pintar. Orang yang suka menasehati, tapi karena niatnya salah, biar dipandang oleh orang sholeh, pintar. Sebenarnya dibalek nasehatnya hanya untuk merendahkan orang lain. Merasa dirinya paling pandai dan paling suci.
Ingat di dalam diri manusia itu ada syetannya. Syetannya masih aktif, ada kekuatan jahat yang mendorong orang untuk melakukan kejahatannya.
Manusia tidak boleh lengah sedikitpun, karena kekuatan jahat itu disesuaikan dengan derajat kita. Perintahnya Kanjeng Nabi kita tidak boleh lengah sedikitpun terhadap tipu daya syetan.
Kita semua masih butuh guru untuk bisa memberikan nasehat. Kalau sudah jadi kiai, juga butuh nasehat, karena syetan selalu ada di sekitar kita. Guru dan kiaipun bisa kena tipu muslihat syetan.
Mulut manusia untuk zaman modern ini diganti dengan jari-jarinya. Bermain jari jemari di media sosial.
Jari-jari manusia juga ada afatul lisan, ada penyakit mulutnya. Hati-hati kalau jari-jari suka klik klik beli barang secara online di market place kemudian tagihan akhir bulan meningkat.
Alhamdulillah orang Indonesia akhlaknya baik di mata orang asing. Karena orang Indonesia diajari akhlak oleh kiai-kiai kampung yang dekat dengan rakyat.
Setiap kiai kampung mengajarkan tentang bahaya kalau orang tidak menjaga lisannya. Karena perkataan yang tidak bermanfaat bisa membuat hati kasar. Mereka yang banyak ngomong bisa dipastikan ada unsur bohong. Hanya omong kosong yang tidak ada manfaatnya. Karena orang yang tidak bisa menjaga mulut akan menyebabkan pertengkarannya.
Alhamdulillah ngaji Ihya’ Ulumuddin yang diadakan di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Fadhlilah Semarang asuhan KH. Dr. Iman Fadhilah ini berjalan lancar. Tidak hanya para ibu-ibu dan mbak-mbak Fatayat NU saja yang ikut ngaji, tapi diikuti juga oleh masyarakat luas.
Nurul Azizah penulis buku: Muslimat NU di Sarang Wahabi dan Muslimat NU Militan untuk NKRI.