Namaku Loretta (Part2)

Penulis: Early

Pagi itu Loretta sudah sampai di kantor dan mempersiapkan diri untuk berjibaku dengan berbagai pekerjaan yang sudah menanti.

Hari itu jadwal Tiara masuk kerja di hari pertama. Loretta sudah berkoordinasi dengan Tiara terkait dengan jadwal kedatangan dia sebagai new employee di perusahaan.

-Iklan-

….

Wanita berkulit putih, berjilbab dan berkacamata itu tersenyum padaku dan memperkenalkan diri padaku.

“Salam kenal , saya Tiara,” sambil mengulurkan tangannya dan tersenyum padaku.

“Oh iya, saya Loretta, salam kenal ya Bu.
Silakan masuk ke ruangan untuk Induction, nanti saya jelaskan terkait schedule hari 1 untuk new employee,” jawabku padanya.

Kemudian aku berkomunikasi panjang lebar terkait jadwal hari tersebut dengan Tiara.

Khusus untuk Tiara, yang memberikan Induction adalah Pak Handoko dan Pak Sanjaya, aku tidak mendapatkan ‘bagian’ itu walaupun selama ini sudah menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawabku.

Setelah itu, Tiara masuk ke ruangan Induction New employee dan diberikan Induction sampai menjelang sore.

Baru setelah semua Induction selesai, aku bertugas untuk memperkenalkan Tiara kepada semua employee, tidak terkecuali.

Aku lihat mata Tiara berbinar-binar, karena banyak sekali teman-teman kantor lama dia, termasuk sahabat-sahabatnya yang sekarang bekerja di kantor ini juga. Seperti reunian saja dengan teman-teman lama dia.

Setelah proses perkenalan selesai, dia mulai masuk ke ruangan kami dan mendapatkan kursi dan meja di dekat meja dan kursi di tempat aku bekerja.

Hari berlalu, Pak Sanjaya semakin sering keluar masuk ke ruangan kami, berbeda sebelum pada saat sebelum Tiara masuk bekerja di perusahaan kami. Dan tampak sangat bahagia.

Pak Sanjaya juga mulai teramat sangat royal dalam urusan traktir mentraktir makan karyawan di divisi kami. Pak Sanjaya seperti ingin menunjukkan kepada Tiara bahwa dia se-generous dan sebaik itu ke team di bawah pimpinan dia.

Beberapa saat aku berteman dengan Tiara, walaupun aku “melihat” ada yang ‘aneh’ di wajahnya, aku berusaha ignore, tidak mengatakan kepada siapapun dan bekerja seperti biasanya, tanpa ada pikiran macam-macam.

Ada masanya juga Tiara ada acara kantor bersama denganku dan kami belanja dan makan bersama.

Tapi hal yang aneh mulai aku rasakan, pada saat kami pergi ke mall bareng.
Kemudian aku membeli jam tangan dengan box yang sangat lucu dan unik.
Kemudian Tiara bilang padaku.

“Itu box jam-nya aku minta ya. Awas kalau besok ga dibawa.”

Sejenak aku terkejut dengan apa yang dia katakan. Kok wajah se-innocent dan sesantun itu bisa mengeluarkan kalimat yang menurutku mengandung ‘unsur yang nggegirisi’ atau mengandung sebuah ‘ancaman kecil’ kepada aku, yang notabene orang yang baru dia kenal.

Dan aku hanya menjawab, “Iya.”

Tapi hari-hari berikutnya tidak aku bawakan sama sekali.

Dia beberapa kali menanyakannya padaku, dan aku selalu menjawabnya, “Lupa bawa.”

Sampai akhirnya sepertinya dia kecapean sendiri dan tidak menanyakannya lagi.

Kemudian beberapa hari setelah itu mulailah kejadian-kejadian ‘aneh’.

Seperti dia hampir selalu sering pulang kantor bareng Pak Sanjaya, tidak naik mobil antar jemput kantor.

Termasuk juga berangkat dengan Pak Sanjaya yang tentu saja dengan memakai driver dan mobil kantor.

Dan yang paling mengesalkan lagi, dia terkadang mengajakku untuk ikut berangkat bersama dia dan Pak Sanjaya. Aku dipakai sebagai ‘tameng’ supaya tidak terlalu kelihatan mencolok kalau dia selalu bersama Pak Sanjaya terus pada saat berangkat ke kantor.

Tapi setelah 3-4 kali aku akhirnya “Say No” dan mengatakan aku akan naik mobil jemputan kantor saja.

Oiya, ada masa dimana pada saat aku pulang kerja naik mobil kantor, ada salah satu teman Tiara di kantor lama dia yang juga bekerja di kantorku, Pak Untung, namanya, bilang padaku ,”Mbak, itu Tiara sama Pak Sanjaya itu udah ada hubungan lamaaa sekali, dari sejak di kantor lama. Dia aja hamil dan punya anak pada saat suaminya koma. Suaminya meninggal beberapa saat sebelum dia masuk ke kantor kami.”

“Anaknya mirip sekali sama Pak Sanjaya, walaupun dia bilang itu anaknya suaminya, hanya test DNA saja yang bisa membuktikan kebenarannya,” kata Pak Untung padaku.

Aku hanya mendengarkan informasi dari Pak Untung dengan ‘ngosongin’ pikiranku, alias tidak berprasangka lebih lanjut.
Aku juga merasa heran, Pak Untung itu orang yang sangat baik dan tidak pernah ngerumpi sama sekali, tiba-tiba mengatakan banyak hal padaku di dalam mobil antar jemput kantor pada saat itu.

Pada saat itu aku memutuskan tidak percaya dengan apa yang diinformasikan Pak Untung kepadaku, sampai ada suatu acara dimana aku harus pergi ke suatu acara dimana Tiara itu tinggal di kota itu dan di acara itu dia membawa anak perempuannya ke acara tersebut dan memperkenalkan anaknya itu padaku dan temanku lainnya.

Jujur aku kaget dan syok, karena wajah anak perempuannya itu 100% mirip sekali dengan wajah Pak Sanjaya.

Berarti benarlah apa yang dikatakan Pak Untung dan beberapa teman lainnya yang berasal dari kantor lama Tiara.

Hal lainnya yang membuatku cukup merasa aneh adalah, Tiara selalu diikut sertakan untuk proses rekrutmen, padahal dia adalah Manager yang sebenarnya bukan bagian dari proses ini dan juga sebenarnya tidak ada hubungannya dengan scope pekerjaanku.

Bahkan interview roadshow keluar kota pun, Pak Sanjaya meminta padaku untuk mengikutsertakan Tiara di setiap sesi interview.

Pak Handoko yang selalu bersungut-sungut kepadaku, “Kenapa Tiara yang selalu diikutkan mbak, kenapa bukan saya.”

“Seharusnya Bapak dong yang tanya ke Pak Sanjaya, bukan ke saya, saya bukan decision maker-nya,” jawabku padanya.

Pak Handoko mungkin merasa kesal, karena tidak bisa Business Trip keluar kota, a.k.a ga dapat Uang business trip untuk urusan rekrutmen, karena Pak Sanjaya lebih sering minta Tiara untuk ikut.

Jadi selama rekrutmen, lebih sering Pak Sanjaya, Tiara dan aku yang keliling ke berbagai kota.

Pak Sanjaya sangat bahagia dengan kondisi tersebut. Bahkan beberapa kali aku melihat, setelah proses rekrutmen di hotel tempat dimana proses interview dilaksanakan, mereka berdua acting membawa koper mereka sendiri-sendiri, dan Say goodbye kepada kami-kami ini, team lainnya. Padahal aku tahu pasti, mereka pergi bareng lagi .

Ada juga saat dimana bermalam di hotel, aku mergokin Pak Sanjaya naik lift dan turun bukan di lantai kamar dia, tapi di kamar Tiara. Entahlah, kadang jiwa FBI-ku meronta-ronta kalau melihat hal-hal yang aneh.

Walaupun aku tahu, can’t do anything.

Cuman dalam pikiranku, “Mbok kalau kebelet mau Skidipapap Ah Uh Oh, mbok ya jangan pakai fasilitas kantor, udah dapat fasilitas hotel terbaik, dapat uang Business Trip pula. Kalau pada mau nakal, mbok ya silakan bayar hotel sendiri. Bukan dengan cara seperti itu.”

Hal ini ga cuman sekali dua kali. Bahkan ada satu sesi ketika proses interview kandidat belum selesai, Pak Sanjaya dan Tiara pulang duluan, alasannya ngejar KA dan mereka pulang bareng.

Dan aku hanya bisa no commeny dengan tingkah polah mereka berdua. Sedangkan teman-teman akrab Tiara dari ex kantor lama yang ikut dalam proses pekerjaan ini dan melihat tingkah laku mereka berdua, juga diam saja.

Iya, karena mereka Bestie dengan Tiara.

Dan yang paling bikin aku sebal, setelah Tiara bergabung di perusahaan ini, pada saat aku meeting sama Pak Sanjaya, pak Sanjaya sering bilang, “Duh, punggung dan badanku pegel terus nih berbulan-bulan ini, katanya sambil senyum-senyum aneh.”

Dan aku hanya bisa melihatnya sambil ngebatin “Ya iyalah Pak, ya pasti cape, khan elu Skidipapap terus sama si Tiara 😑”.

Aku hanya bisa ngebatin aja.

To be continued.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here