Penulis: Nurul Azizah
Sangat berat untuk memulai menulis antara NU dan Muhammadiyah (MD). Sebenarnya sangat riskan, tapi kebenaran harus diungkap. Alasan inilah yang membuat penulis untuk memberanikan diri menulis bahwa organisasi NU dan Muhammadiyah sebenarnya sama pada amalan ibadahnya.
Penulis mulai dulu dari siapa pendiri NU dan siapa pendiri MD.
Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH. Hasyim Asy’ari dan pendiri Muhammadiyah (MD) KH. Ahmad Dahlan. Mereka bersahabat, bersaudara, KH. Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari adalah dua orang yang belajar pada guru yang sama, yaitu KH. Sholeh Darat di Semarang.
Bahkan Kiai Ahmad Dahlan yang memiliki nama lahir Muhammad Darwis itu pernah satu kamar di asrama pesantren dengan KH. Hasyim Asy’ari.
Mereka tidak hanya bersahabat, keduanya pernah belajar dari guru yang sama alias “satu guru, satu ilmu.”
Kendati berbeda pada beberapa hal, dua sahabat pendiri NU dan MD ini memiliki kedekatan sejak kecil.
Keduanya juga pernah dipertemukan saat berguru ke Haji Rosul alias H. Abdul Karim Amrullah (pendiri Sumatera Thawalib, sekolah islam modern pertama di Indonesia) dan Syekh Muhammad Djamil Djambek. Kedekatan beliau juga bisa dirasakan manakala mereka saling tegur sapa.
Darwis muda yang lebih tua dua tahun memanggil Hasyim Asy’ari dengan sebutan “Adi (adik) Hasyim.” Sementara Hasyim Asy’ari memanggil Darwis dengab sebutan, “Mas (Kakak) Darwis.”
Ikatan persaudaraan keduanya tidak hanya terjadi saat belajar di Indonesia saja. Saat menimba ilmu di Mekkah, Arab Saudi pada tahun 1903, keduanya sama-sama belajar dari guru yang sama, yaitu Syekh Ahmad Khatib, Imam Besar Masjidil Haram.
Mengapa saat ini, seakan-akan ada jurang pemisah antara NU dan MD.
Mari kita telusuri keterangan dari Ulama NU Sayyid Seif Alwi pimpinan Majelis Ahbaburrosul Indonesia.
Beliau keturunan Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) yang ke-19. Nama lengkapnya Seif Alwi Iskandar bin Muhammad Misbah bin Muhammad Ali Hasan bin Ahmad bin Muhammad Syarif.
Berikut keterangan Sayyid Seif Alwi antara NU dan Muhammadiyah:
“Kenapa tidak merujuk kepada kitab-kitab karya Mbah Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Ahmad Dahlan, supaya kita tidak berseteru terus menerus.”
“Kalau melihat sejarah, mbah Ahmad Dahlan itu, tunggal buyut dengan mbah Hasyim Asy’ari. Mbah Hasyim Asy’ari panggilnya kang mas, secara Nasab. secara guru, gurunya sama yaitu Kiai Sholeh Darat Semarang, Syeh Ahmad Khatib di Mekah, tapi kenapa ke sini Muhammadiyah berbeda? Ayo merujuk pada kitab-kitab asal karya belaiu-beliau.”
“Akhirnya, dipelajari dan dicari kalau kitab-kitab mbah Hasyim Asy’ari itu dipelajari di pesantren-pesantren bagi santri kelas Aliyah, tapi kitab mbah Ahmad Dahlan tidak dipelajari di sekolah-sekolah Muhammadiyah.”
“Akhirnya kitab karya mbah Ahmad Dahlan, dicari di keluarganya di Jogyakarta, di daerah pasar kliwon. Ketemulah kitab cetakan pertama karya mbah Ahmad Dahlan.”
“Pas dibuka ternyata, mbah Ahmad Dahlan ngajari qunut, ngajari ziarah kubur, ngajari tahlil, doa untuk mayat, shodaqoh untuk mayat, terawih 20 rakaat, di sana ada ajaran mbah Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah.”
“Orang-orang yang ingin merawat dan kembali kepada ajaran Ahmad Dahlan, akhirnya mereka kembali kepada ajaran KH. Ahmad Dahlan.”
Tapi orang-orang wahabi yang masuk ke tubuhnya Muhammadiyah, mereka mengatakan, “ini organisasi Muhammadiyah bukan Dahlaniyah.”
“Muhammadiyah berubah pada saat kepemimpinan ke-3, ketika dibentuk majelis tarjeh. Majelis tarjeh ini bentukan anak-anak muda lulusan Timur Tengah yang sudah digodhok jadi wahabi, jadi wahabi datang ke Indonesia mau masuk ke NU tidak bisa, mereka mental, masuknya di Muhammadiyah.”
“Ajaran wahabi diterima terus di Muhammadiyah, tapi Alhamdulillah sekarang MD mau belajar kepada NU.”
“Jadi saya punya buku, MD itu NU kalau mau merujuk dari kitab asalnya. Sama akidahnya, cuma mbah Hasyim Asy’ari tidak mengajarkan di sekolah atau Madrasah, tapi mengajarkan di pondok pesantren tradisional,” tegas Sayyid Seif Alwi
“Mbah Ahmad Dahlan mau menerima bantuan dari Belanda untuk mendirikan sekolah.”
“Baik NU dan MD diperbolehkan berkembang pada masa pemerintahan Belanda,” demikian keterangan dari Sayyid Seif Alwi lewat video yang sudah viral tentang MD itu sebenarnya NU kalau dirujuk dari kitab Asalnya.
Penulis juga dapat kiriman dari salah satu member group FB Pecinta Gus Muwafiq, tentang kutipan kitab karya mbah Ahmad Dahlan.
Berikut kami kutipkan ringkasan isi dari “Kitab Fiqih Muhammadiyah”, penerbit Muhammadiyah Bagian Taman Poestaka Jogjakarta, jilid III, diterbitkan tahun 1343 H/1925 M, dimana hal ini membuktikan bahwa amaliah kedua ulama besar yaitu KH. Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama) dan KH. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah) tidak berbeda:
1. Niat shalat memakai bacaan lafadz: “Ushalli Fardha…” (halaman 25).
2. Setelah takbir membaca: “Allahu Akbar Kabiran Walhamdulillahi Katsira…” (halaman 25).
3. Membaca surat al-Fatihah memakai bacaan: “Bismillahirrahmanirrahim” (halaman 26).
4. Setiap shalat Shubuh membaca doa Qunut (halaman 27).
5. Membaca shalawat dengan memakai kata: “Sayyidina”, baik di luar maupun dalam shalat (halaman 29).
6. Setelah shalat disunnahkan membaca wiridan: “Istighfar, Allahumma Antassalam, Subhanallah 33x, Alhamdulillah 33x, Allahu Akbar 33x” (halaman 40-42).
7. Shalat Tarawih 20 rakaat, tiap 2 rakaat 1 salam (halaman 49-50).
8. Tentang shalat & khutbah Jum’at juga sama dengan amaliah NU (halaman 57-60).
Mari kita belajar lagi dari kitab karya mbah Hasyim Asy’ari dan mbah Ahmad Dahlan secara bijaksana. Jangan terus dikembangkan pikiran bahwa NU dan MD tidak pernah sejalan. Bahkan tampak bermusuhan.
Jangan sampai dua organisasi terbesar di Indonesia ini tampak tidak sejalan, padahal para pendirinya lahir dari guru yang sama.
Nurul Azizah, Penulis “Muslimat NU di Sarang Wahabi” minat hub penulis atau SintesaNews.com 0858-1022-0132.