Penulis: Erri Subakti
Awal Gibran maju mengikuti Pilkada Walikota Solo, saya mendukungnya, dengan pandangan bahwa hal itu akan memantik anak-anak muda untuk berani maju ke jalur politik, dan melakukan perubahan yang lebih baik sesuai zamannya.
Waktu berlalu…, tak nampak ada anak-anak muda segenerasi Mas Wali (Gibran), Bobby Walikota Medan, atau Kaesang (yang berencana ikut Pilkada Depok), yang tampil ke permukaan untuk menjadi pemimpin muda di daerahnya.
Entah karena mampetnya sistem regenerasi di partai politik, ribetnya jalur birokrasi politik, atau peluang anak muda maju ke politik banyak dihambat generasi lama? Entahlah.
Faktor klasik lain tentu saja biaya modal politik. Ini bukan berarti money politics membeli suara. Tapi dalam proses politik, biaya rapat sana-sini, makan sini-sana, atribut campaign, pemetaan sosial politik, dll. Itu butuh biaya yang tak sedikit. Untuk menang, mahal biayanya. Bisa miliaran rupiah keluar cost-nya. Ya itu pun belum tentu menang (kalau kamu bukan anak Jokowi)
Akibatnya, Gibran, Bobby, dan Kaesang tumbuh melesat menjadi pimpinan yang memegang jabatan publik, tanpa pesaing segenerasi mereka.
Track ketiga anak muda itu seperti sudah vivid atau jelas ke depan. Dari walikota ke gubernur, dari gubernur ke mana. Dalam kurun waktu 10-15 tahun ke depan, hampir pasti Gibran akan berkantor di tempat bapaknya kerja.
Seandainya saja saya ini pengusaha, pasti saya akan “invest” di anak-anak muda yang tumbuh melesat ini, tanpa saingan, dan jelas arahnya ke mana. Pengusaha butuh kepastian dan profit yang pasti-pasti…
Hmmm…, apakah Didit Prabowo harus maju ikut pilkada Depok, biar jadi lawannya Kaesang? Seru juga kali yeee…
Eiiiimmmm….