Mentersangkakan Almarhum, Polres Metro Jakarta Selatan Memperburuk Citra Polri

Penulis: Roger P. Silalahi

… ada yang tidak diketahui publik…

Sebuah kecelakaan lalu lintas terjadi pada tanggal 6 Oktober 2022 di Srengseng Sawah mengakibatkan hilangnya nyawa seorang mahasiswa jurusan Sosiologi FISIP UI, M. Hasya Attalah Syaputra. Almarhum terjatuh dari motornya saat berhenti mendadak, motor jatuh bersama almarhum ke sisi sebelah kanan. Nahas pada saat yang sama melintas sebuah mobil Pajero B 2247 RFS (plat khusus) yang dikendarai AKBP (Purn) Eko Setia BW.

Saat itu rekan Almarhum Hasya (korban kecelakaan) berhenti dan mencoba menolong korban, dia meminta kepada Pak Eko untuk membawa Hasya segera ke rumah sakit terdekat, tapi AKBP (Purn) Eko Setia BW menolak. Setelah hampir 30 menit, akhirnya ada kendaraan yang didatangkan untuk membawa korban ke rumah sakit, tapi terlambat, korban meninggal dunia. Kasus ini kemudian dilaporkan dengan Laporan Polisi Nomor : LP / A / 585 / X / 2022 / SPKT.SATLANTAS POLRES METRO JAKARTA SELATAN / POLDA METRO JAYA, tertanggal 7 Oktober 2022.

-Iklan-

Kasus diproses seperti biasa, berbagai surat dikirimkan kepada keluarga korban, BAP, Gelar Perkara, dll. Terkait Gelar Perkara, ada yang harus saya garisbawahi.

“Gelar perkara dilakukan, walaupun jelas bahwa TKP yang ditunjuk digeser sekitar 50-100 meter dari TKP sebenarnya”.

Ayah almarhum bersama saksi kunci (rekan almarhum yang menyaksikan secara langsung) berusaha menegaskan bahwa TKP tidak benar, namun tidak digubris oleh Penyidik.

Saat ayah almarhum menyampaikannya pada saya, saya sampaikan bahwa menurut saya arahnya terlihat bertujuan meringankan Terlapor, ini sudah termasuk ‘obstruction of justice’, tapi saya sarankan agar ayah almarhum membiarkan dulu dan berprasangka positif saja dulu.

Dalam hal ini, Penyidik sudah melanggar Pasal 221 ayt 2 KUHP.

Proses lain yang dijalankan adalah upaya mediasi yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Selatan, namun gagal. Pihak keluarga pada awalnya membuka diri untuk upaya mediasi dari Kepolisian, dengan syarat:

  1. Terlapor (AKBP (Purn) Eko) mengunjungi makam korban, karena terlapor tidak pernah menunjukkan niat baik menemui keluarga ataupun datang saat pemakaman
  2. Terlapor datang saat acara doa 40 hari untuk korban.

Terlapor kemudian mengunjungi makam korban lalu dari makam berangkat ke rumah keluarga korban untuk mengikuti acara doa 40 hari korban.

Setelah selesai acara doa, keluarga membuka ruang diskusi dengan terlapor, dan saat itu terlapor menawarkan uang damai yang dibahasakan uang duka senilai Rp 20 juta rupiah. Keluarga hanya dapat menghela nafas, karena biaya yang harus dikeluarkan keluarga jauh lebih dari nilai tersebut. Keluarga menolak penawaran dari terlapor, yang kemudian menaikkan penawaran ke angka Rp 30 juta dan tetap ditolak oleh keluarga, lalu dinaikkan lagi Rp 50 juta hingga Rp 60 juta, namun tetap ditolak.

Alasan akhir keluarga menolak semata-mata adalah karena tersinggung dengan penawaran uang yang dibuat seolah-olah nyawa anak mereka dapat dihargai dengan uang dan ditawar-tawar seperti barang.

Sejak saat itu, proses yang berjalan atas kasus tersebut terasa melambat secara signifikan, respons melalui telepon dan pesan pun ditanggapi tanpa kepastian oleh Penyidik, Kanit, Kasat, sama semuanya.

Waktu pun sudah melampaui 120 hari, waktu maksimal penuntasan sebuah kasus dengan klasifikasi berat menurut peraturan di Kepolisian Republik Indonesia.

Ayah almarhum Hasya tetap berusaha dan kerap berkonsultasi dengan banyak pihak dari FISIP UI, Lembaga Bantuan Hukum FH-UI, alumni FISIP UI, mencari jalan agar mendapatkan keadilan untuk almarhum anaknya.

Dari berbagai pihak tersebut, keluarga selalu mendapatkan arahan untuk bersabar, percaya pada proses hukum, memberikan ruang gerak pada Kepolisian, hingga akhirnya ayah korban menghubungi saya dan mengatakan bahwa kasus ini di-SP3, alias dihentikan setelah Gelar Perkara yang terakhir, dengan alasan: “Tersangka meninggal dunia”, dan yang mengerikan adalah bahwa yang dinyatakan sebagai “Tersangka” adalah almarhum M. Hasya Attalah Syaputra.

Sontak kalimat pertama yang keluar dari mulut saya saat ayah Hasya memberitahukan hal ini adalah; “Harus kita lawan ini Bang, tidak beres ini…!!!”.

Lega hati saya karena ternyata ILUNI FH-UI lengkap dengan lembaga bantuan hukumnya turun tangan secara langsung, membuat tim khusus dan langsung bergerak. IPW, Ombudsman, Divpropam Polri, BEM UI, Kampanye Medsos, Media Mainstream, dll semuanya dihubungi, disurati, dilakukan, dimintai pertolongan, hingga sekarang kasus ini menjadi viral kembali. Salut untuk ILUNI FH-UI, semoga berhasil membantu menuntaskan kasus ini sesuai dengan keadilan yang seharusnya ditegakkan Kepolisian.
—————–

Di tempat lain, pada kecelakaan yang terjadi hari Jumat siang 20 Januari 2023 di Jalan Raya Bandung menuju Kawasan Kelurahan Muka, korban Selvi Amalia Nuraeni yang terjatuh dari motornya, meninggal dunia setelah terlindas salah satu mobil yang dikawal Kepolisian.

Dalam kasus ini, tidak butuh waktu lama, dalam waktu 8 hari pengemudi yang melindas Selvi hingga meninggal ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Cianjur.

Apa perbedaan antara kasus meninggalnya Hasya di Srengseng Sawah dan meninggalnya Selvi…? Mengapa bertolak belakang penanganannya…? Apakah karena Pak Eko seorang Purnawirawan Polri berpangkat AKBP yang terakhir bertugas sebagai Kapolsek Cilincing ternyata, tapi pernah di Lantas Polda Metro Jaya? Istrinya juga Perwira Menengah Polri.

Ditersangkakannya M. Hasya Attalah Syaputra yang kemudian dijadikan alasan mengeluarkan SP-3, saya lihat sebagai menyimpang, dan menunjukkan pelanggaran atas beberapa pasal, baik oleh Terlapor, maupun oleh Penyidik Polres Metro Jakarta Selatan.

Keseluruhan penyimpangan yang terjadi harus dibuktikan, untuk kemudian membatalkan SP-3 yang dikeluarkan, dan selanjutnya memproses kasus ini secara benar, tanpa rekayasa.

Saya cantumkan pasal-pasal utama yang terkait, agar dapat diketahui dan dipelajari sehingga kita semua bisa lebih paham aturan hukum dan undang undang yang ada.

Pasal 359 KUHP:
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

Pasal 221 ayat 2 KUHP:
“Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.”.

UU Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Pasal 229
(1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:
a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan;
b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau
c. Kecelakaan Lalu Lintas berat.

(2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.

(3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.

(4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

(5) Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.

Pasal 230:
“Perkara Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Pasal 231
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas, wajib:
a. menghentikan Kendaraan yang dikemudikannya;
b. memberikan pertolongan kepada korban;
c. melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat; dan
d. memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
(2) Pengemudi Kendaraan Bermotor, yang karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, segera melaporkan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat.

Masyarakat semakin hari semakin sadar hukum, dan Kepolisian semakin hari mempunyai semakin banyak mata yang mengawasi dan akan berteriak untuk setiap penyimpangan, kesewenang-wenangan, serta penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan yang terjadi.

Roger P. Silalahi
Alumni FISIP UI Jurusan Kriminologi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here