Mengapa yang Naik PPN, Bukan PPh 21, Apakah Para Penguasa Berwajah TOGOG?

Penulis: Nurul Azizah

Sebentar lagi seluruh rakyat Indonesia akan menyambut datangnya tahun baru 2025 dimana per 1 Januari sudah mulai dikenakan tarif PPN naik menjadi 12%.

Semua orang tahu kenaikan PPN akan membawa dampak negatif pada daya beli masyarakat, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Seharusnya pemerintah Presiden Prabowo Subianto jangan terburu-buru menaikkan tarif PPN. Pemerintah sekarang bisa membuat Perppu untuk membatalkan kenaikan PPN. Jangan malah menerima UU No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). UU HPP ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo tanggal 29 Oktober 2021 ada peraturan baru yang diterapkan pada PPN. Saat itu pemerintah menetapkan dan menerapkan tarif baru PPN sebesar 11% yang diterapkan mulai 1 April 2022 dan 12% yang berlaku pada tanggal 1 Januari 2025. Dimana yang disasar hanya tarif PPN bukan PPh 21.

-Iklan-

Katanya Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang memiliki upaya untuk membuat sesuai dengan peraturan yang sejajar atau untuk menyelesaikan tumpang tindih peraturan. Harmonisasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Harmonia yang berarti terikat secara serasi dan sesuai.

Oh penulis baru ingat kata harmonisasi hanya untuk kepentingan para pejabat negara, anggota DPR, orang kaya tajir melintir karena mereka punya penghasilan yang bejibun. Rakyat sampai geleng-geleng kepala.

Dapat diketahui gaji pejabat negara periode 2019-2024 dapat dirujuk pada Undang-undang nomor 7 tahun 1978 tentang hak keuangan/administrasi Presiden dan Wakil Presiden, serta keputusan Presiden nomor 68 Tahun 2021 tentang Tunjangan Jabatan bagi pejabat negara. Keputusan ini diambil untuk menyesuaikan besaran gaji dan tunjangan bagi pejabat negara dan anggota DPR . Gaji presiden, wakil presiden, menteri negara, pejabat setara menteri, ketua DPR, wakil ketua DPR, ketua komisi DPR, wakil ketua komisi DPR, anggota DPR. Selain itu juga mengatur gaji Ketua Mahkamah Agung beserta jajarannya. Ketua KPK beserta jajarannya. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beserta jajarannya. Gaji Kapolri beserta jajarannya, gaji Panglima TNI beserta jajarannya. Gaji kepala daerah provinsi beserta jajarannya hingga gaji kepala daerah kabupaten/kota beserta jajarannya. Tidak ketinggalan pula gaji ketua MPR RI beserta jajarannya.

Gaji mereka puluhan juta per bulan kalau plus tunjangan jabatan dan tunjangan lainnya bisa ratusan juta perbulan.

Yang menjadi pertanyaan penulis mengapa pemerintah beserta DPR tidak menetapkan kenaikan PPh 21 malah menyasar naiknya PPN.

Yang perlu diketahui oleh masyarakat berdasarkan keputusan Dirjen pajak nomor KEP-1927/PJ.23/1983 tanggal 1 Desember 1983 wajib pajak yang dikenakan pemotongan PPh 21 adalah pegawai negeri, anggota ABRI/TNI, pejabat negara dan lainnya termasuk kepolisian. Pegawai daerah otonom, pensiunan, penerima honorarium. Penghasilan yang dikenakan PPh 21 lainnya adalah uang tunjangan, uang lembur, premi, uang tunggu, uang pensiun dan penghasilan lainnya.

Penulis menilai Presiden Joko Widodo saat itu sangat licik? Mengapa yang dinaikkan terus hanya PPN bukan PPh pasal 21. Pajak penghasilan PPh 21 berisi tentang pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan kepada orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa dan kegiatan. Ya karena mereka para pejabat negara dan anggota DPR tidak mau memutuskan peraturan yang berimbas pada dirinya sendiri. Tidak mungkinlah membuat peraturan yang bisa merugikan diri sendiri.

Yang disasar adalah seluruh rakyat Indonesia, semuanya akan berimbas kalau PPN dinaikkan. PPN atau pajak pertambahan nilai adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang dan jasa yang terjadi pada wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak atau PKP.

PPN termasuk jenis pajak konsumsi, bisa jadi setiap warga negara Indonesia dari bangun tidur sampai mau tidur lagi akan kena PPN. Coba bayangkan setiap bangun tidur orang mengkonsumsi makanan minuman, belum kebutuhan akan kamar mandi, kebutuhan untuk memasak di dapur, pakaian yang dikenakan di rumah dan di tempat kerja. Di kantor juga banyak yang digunakan, terus pulang kerja hingga mau tidur lagi orang pasti banyak menggunakan barang pabrikan yang semua kena PPN.

Inilah liciknya pemerintah dan anggota Dewan yang membuat keputusan yang sangat merugikan masyarakat banyak.

Dampak kenaikan PPN 10% naik lagi menjadi 11% dan diawal tahun 2025 naik menjadi 12% tentunya sangat berdampak bagi masyarakat menengah ke bawah. Mereka akan lebih banyak pengeluaran dengan membayar lebih banyak untuk pembelian barang pabrikan kebutuhan sehari-hari.

Contoh kecil saja, coba hitung untuk pembelian satu porsi nasi pecel lele atau nasi goreng. Harga beras naik, bumbu-bumbu dapur harga melonjak, belum harga kecap, saos, sayur mayur, garam, penyedap rasa, telur, ikan lele yang semua kena PPN 12%.

Setelah makan tentunya piring dicuci dengan sabun cuci piring yang tentunya dikenakan PPN. Untuk minuman tentunya juga naik, gula, teh, kopi, gas, listrik dan semua barang konsumsi naik.

Kalau semua barang konsumsi naik tentunya masyarakat akan melakukan penurunan konsumsi rumah tangga. Akibatnya ya penurunan gizi keluarga.

Pada akhirnya kenaikan PPN 12% akan memperburuk ketimpangan ekonomi antara kelompok kaya dan miskin.

Kalau sudah terjadi ketimpangan ekonomi di masyarakat apakah negara akan hadir sebagai bentuk perlindungan kepada rakyat menengah ke bawah. Di mana janji-janji seorang presiden dan wakil presiden ketika berkampanye pada pilpres 2024. Semua hanya omong kosong, hanya omon-omon saja. Rakyat terus dibohongi dengan janji-janji palsu.

Rakyat kecil sudah hidup melarat jatuh tertimpa tangga pula. Ya kalau bisa bangun, kalau terus nyungsep ke lumpur, mereka akan “ngenes” hidupnya. Apakah pemerintah dan anggota akan hadir menolong? Oh tidak, mereka hidup berfoya-foya di atas penderitaan rakyat kecil yang semakin miskin yang darahnya terus dihisap oleh penguasa yang angkara murka dengan dalih naiknya PPN 12%.

Dalam cerita wayang ada orang yang memerankan tokoh berwatak “TOGOG” yaitu orang yang sombong, keras kepala, otoriter, hipokrit, dan menolak demokrasi.

Apakah wajah para penguasa negeri ini memiliki watak TOGOG, wallahu a’lam bishawab.

Nurul Azizah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI, juga dosen Perpajakan di PTS.

Buku kedua karya Nurul Azizah. “Muslimat NU Militan untuk NKRI”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here