Penulis: Nurul Azizah
Tulisan ini spontan di dalam mobil, dibuat saat penulis masih dalam perjalanan dari Semarang ke Solo. Selasa, 21/2/2023 jam 15.30 WIB penulis mendapatkan berita duka dari adik ipar bahwa bapak mertua telah dipanggil menghadap Sang Maha Pencipta untuk selama-lamanya. Simbah H. Sugimin bin Sadimin telah meninggal dunia. Innailaihi wa Innailaihi Rojiun semoga amal ibadahnya diterima Allah swt dan segala dosa terampuni. Meninggal dalam keadaan husnul khotimah, makamnya menjadi roudhoh min riyadil jannah, aamiin aamiin aamiin YRA.
Habis subuh jam 05.30 WIB kami sekeluarga berangkat ke Sukoharjo, karena pemakaman Simbah H. Sugimin akan dilaksanakan hari Rabu, 22 Februari 2023 jam 11.00 WIB. Insya Allah kami anak-anak dan cucu telah melepas kepergian simbah dengan ikhlas, karena ini adalah hadiah dari Allah swt yang harus kita syukuri. Bagi penulis kejadian apapun yang menimpa baik senang maupun sedih adalah hadiah dari Allah swt, patut kiranya kita bersenang hati menerima hadiah tersebut, tetap bersyukur atas apapun yang terjadi. Terima sesuatu kesedihan dengan lapang dada, Insya Allah ada hikmah dibalik peristiwa sedih tersebut. Sedih ya, karena ditinggal bapak untuk selama-lamanya, tapi hidup terus berlanjut.
Dalam perjalanan dari Semarang ke Solo, lewat tol. Kondisi jalanan masih sepi. Saat melihat pemandangan di kanan kiri jalan tol, kelihatan begitu suburnya tanah di Indonesia. Hampir semua jalanan di Indonesia kita dimanjakan dengan pemandangan yang super bagus dan menawan. Membuat takjub bagi mata yang memandang. Syukurku kepada Allah tiada terkira.
Penulis tinggal di Indonesia suatu anugerah yang luar biasa, tanahnya begitu subur, tumbuhan apapun yang ditanam di tanah Indonesia akan tumbuh dan berkembang. Itulah surga yang nyata di dunia. Mengapa demikian? Hal ini penulis bandingkan ketika akhir bulan November 2022 penulis menunaikan ibadah umroh. Saat perjalanan dari Madinah ke Mekkah saat mau melaksanakan ibadah umroh, dalam kondisi sudah memakai baju ikhram. Sebelum menikmati pemandangan di sana, penulis dan rombongan mengambil niat ibadah umroh atau dikenal dengan miqot, yaitu sholat sunnah dua rakaat untuk niat ibadah umroh di masjid di luar masjidil haram.
Kalau jamaah dari Madinah ya miqotnya di masjid Bir Ali. Setelah selesai sholat sunah dua rakaat selesai, selanjutnya melanjutkan perjalanan menuju Kota Mekkah. Dalam perjalanan penulis dan rombongan bertalbiah, labaik Allahuma labaik, innalhamda wa nikmata laka walmur laa syarikalah dan seterusnya. Sambil terus bertalbiah, penulis menyempatkan melihat pemandangan di jalan tol Madinah Mekkah.
Ya Allah selama enam jam perjalanan dari Madinah ke Mekkah, penulis disuguhi pemandangan padang jazirah Arab yang gersang nyaris tidak ada tanaman. Hanya padang bukit terbentang luas dengan tanah tandus bebatuan.
Ya Allah mengapa tidak ada tanaman yang hijau royo-royo di tanah Arab.
Ya Allah mengapa orang memburu Surga di tanah yang gersang? Yang terkadang menjual tanah subur bagaikan surga, untuk biaya umroh atau haji?
Itulah pikiran yang selalu berkecamuk mampir di otak penulis.
Di Indonesia itu surganya dunia, tanah terhampar luas. Sawah, ladang, lembah, sungai terbentang luas hijau bagaikan permadani yang terhampar luas.
Berbahagialah menjadi penduduk asli Indonesia, udara segar, pemandangan hijau yang luas memanjakan mata. Udara tidak terlalu panas, dan tidak begitu dingin, hangat.
Mengapa orang, terutama jamaah haji dan umroh terkadang mau dengan ikhlas menjual sawah dan ladang surganya, untuk mencari surga di tanah Madinah dan Mekkah (haromain). Jawabannya ya karena ingin menunaikan rukun Islam ke lima (haji). Kalau umroh ya melaksanakan panggilan dari Allah swt menjalankan tawaf dan sya’i, serta tahalul.
Tanah yang subur bagaikan surga menurut pengamatan penulis ada tiga. Yang pertama menurut Adam Smith tanah yang subur adalah tanah yang mudah ditanami. Contohnya ya tanah yang ada di Indonesia. Kemudian menurut David Ricardho siswanya Adam Smith, siswa yang ternyata lebih pintar dari sang guru. Tanah yang subur adalah tanah yang dekat dengan pasar. Karena seseorang kalau punya tanah di dekat pasar tentunya mudah dijadikan tempat bisnis, dibangun ruko, atau toko untuk jualan. Kalau modalnya mepet, bisa dijadikan tempat parkir atau toilet umum. Maka pemilik tanah tersebut akan mudah mendapatkan fulus.
Terus tanah subur yang ke tiga menurut penulis ya tanah di haromain. Tanah di Mekkah Madinah, itu adalah tanah surga yang dirahmati Allah swt. Siapa yang meninggal dunia di Mekkah atau Madinah dijanjikan Allah masuk surga. Dan siapapun mau melakukan ibadah, seperti sholat fardhu berjamaah di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram maka dijanjikan Allah dengan pahala 100.000 kali lipat. Termasuk bersedekah dan membaca Al-Qur’an. Setiap butir kurma atau satu riyal disedekahkan akan mendapat pahala 100.000 kali lipat. Demikian juga setiap kali huruf dalam Al-Qur’an dibaca dalam Masjid Nabawi dan Masjidil Haram maka satu huruf itu akan mendapatkan pahala 100.000 kali lipat.
Itulah surga-surga Allah yang diberikan di dunia. Ada di tanah subur di Indonesia dan beberapa negara, ada tanah yang dekat dengan pasar. Ada tanah yang tandus tapi diberkahi oleh Allah swt.
Adakah dari pembaca ada yang punya tanah ketiga-tiganya. Alhamdulillah banget. Penulis hanya punya tanah yang subur, dan menjadi surga bagi penghuninya. Yaitu tanah air di Indonesia yang subur dan kaya akan hasil tambang. I love you Indonesia. Penulis akan selalu mencintai tanah kelahiran yang subur dengan aneka tanaman yang hijau sepanjang perjalanan hidup penulis.
Eh tidak terasa mobil sudah melaju masuk Kota Solo, sampai ketemu lagi dilain kesempatan.
Nurul Azizah, penulis buku “Muslimat NU di Sarang Wahabi“.