Seberapa telak “Tuhan memukul” Anda sampai jatuh terjerembab dan “terkapar”?
Penulis: Erri Subakti
Christie Damayanti, di puncak kariernya sebagai seorang arsitek yang bekerja di grup developer besar, saat di usia 39 tahun, (14 tahun yg lalu) telah rampung mengerjakan proyek pembangunan Mal Central Park. Ya, rancangan Central Park merupakan buah karya arsitekturnya yang ‘terakhir’. Sebelum akhirnya ia tak mampu lagi mengerjakan pekerjaan arsitektur.
Proyek Mal Central Park merupakan proyek dengan jangka waktu pembangunan 5 tahun. Namun kegigihan kerja kerasnya ia selesaikan dalam 3 tahun. Pencapaian ini membuatnya mendapatkan bonus yang besar dari perusahaannya.
Top banget kan.
Ia pun berlibur ke San Fransisco bersama keluarganya (anak-anak dan ortunya).
Bam!!!
“Tuhan memukulnya sangat keras”.
Christie terserang stroke di San Fransisco. Otak kirinya terendam darah. Seluruh tubuhnya lumpuh. Bahkan lidahnya mulutnya juga tak mampu ia gerakkan.
Bicara tidak bisa. Makan tidak bisa, mengunyah menelan makanan tak bisa.
Dokter di sana memvonisnya lumpuh tak bisa sembuh.
Dunia runtuh tiba-tiba di saat manusia berhasil “terbang tinggi”….
Christie merupakan seorang single parent dengan 2 anak yang masih kecil, saat itu.
Bagaimana ia bisa hidup sebagai single parent yang jangankan bisa membiayai anak-anaknya jika ia dalam kondisi stroke? Bahkan hidup untuk dirinya sendiri agar pulih pun rasanya tak mungkin.
Nekat. Tekad.
Tak peduli apa vonis dokter, tak peduli apa kondisi nyata saat itu yang ia hadapi. Tekadnya 1. Ia harus bisa kerja lagi. Nekat.
Terapi pun ia jalani. Sebuah perjalanan panjang. Terapi bicara dan berbagai terapi untuk pemulihan fisiknya yang lumpuh sekujur tubuh saat itu.
Setelah akhirnya ia bisa kembali bicara meski terbata-bata dan sering kehilangan kata-kata di otaknya, lalu setahun berselang, tangan kaki kirinya sudah bisa digerakkan melangkah, meski masih harus menggunakan kursi roda. Dengan mental yang masih down, bersyukur ia bisa kembali bekerja di kantor sebelumnya. Meski tak lagi mengerjakan pekerjaan sebagai seorang arsitek.
“Terapi” lanjutannya kemudian, agar mentalnya lebih kuat, ia disarankan seorang sahabatnya, seorang jurnalis, agar mulai menulis. Menulis apa saja.
Mulailah ia menulis, meski begitu banyak typo namun ia tetap menulis dan menulis. Dan menulis apa saja. Dari mulai hewan peliharaannya, masa kecilnya, arsitektur dan planologi yang ia kuasai ilmunya, samai ke hobbynya, travelling, filateli, dll.
Otaknya semakin terasah hingga tak terasa kumpulan tulisannya menjadi buku. Dan saat ini tahun 2022, ia sudah membuat 61 judul buku!
Dahsyat.
“Jatuh dari kariernya sebagai seorang arsitek, namun ia kini menjadi sosok baru yang aktif di bidang lain, selain penulisan, aktif dalam kegiatan disabilitas, motivator untuk para penyandang disabilitas, insan pasca stroke, berpameran filateli koleksi perangko dan surat-surat dari tokoh-tokoh dunia, juga menjadi pembicara di kegiatan workshop para arsitek. Kini ia juga di dalam kepengurusan IAI (Ikatan Arsitek Indonesia).
Satu-satunya yang menyandang disabilitas.
Kini Christie tinggal sendiri di rumahnya. Kedua anaknya sudah mandiri, berkarier bagus dalam bidang masing-masing. Salah 1 anaknya berkarier di Jepang. Apa karena ia punya uang?
Tidak. Saat ia mengirim anaknya ke Jepang, ia dalam kondisi minus secara finansial. Semua ia paksakan agar mimpi-mimpi anaknya bisa terwujud. Dan di tahun kedua anaknya di Jepang, sudah tidak ia biayai lagi, karena anaknya sudah mampu bekerja sendiri.
Begitu pula dengan anaknya yang kini di Jakarta, memilih untuk mandiri tinggal di sebuah apartemen. Tega gak tega, memang ada waktunya anak-anak punya jalannya sendiri-sendiri.
Christie sebagai insan pasca stroke yang masih lumpuh di tubuh sebagian kanannya, kaki dan tangan, harus hidup sendiri dan melakukan apapun sendiri.
Bersih-bersih rumah semampunya. Nyuci, jemur, nyetrika pakaian, ia lakukan sendiri dengan 1 tangan dan kaki yang masih lumpuh.
Untuk makan, ia tak mungkin masak. Maka gofut atau makan di luar. Makan di rumah kalau ada temannya yang membawakan makanan atau kalau tidak ya tidak makan.
Kini tiap pagi sebelum berangkat kerja pun akhirnya tak pernah sarapan.
Dan hidup dengan kondisi di kursi roda atau berjalan dengan menyeret 1 kaki, dan cuma 1 tangan saja yang bisa berfungsi, ternyata semuanya mungkin dijalani.
Bahkan, kenekatan seorang Christie, bukan sekali 2 kali ia berpergian ke luar negeri sendiri DENGAN KURSI RODA!
Christie sengaja ingin membuktikan atau mengalami langsung bagaimana fasilitas untuk para penyandang disabilitas di negara lain. Ia nekat ke Jepang sendiri dengan kursi rodanya. Dan ternyata di Jepang fasilitas untuk para penyandang disabilitas betul-betul bisa memudahkan mereka untuk bisa pergi ke mana-mana.
Pertengahan September 2022 ini Christie masih berada di Penang Malaysia. Ya tentu saja sendiri dengan kursi rodanya. Amazing!
Pikiran manusia yang membuat tidak mungkin. Dan pikiran manusia juga yang membuat segala sesuatu yang seakan mustahil menjadi “mustahal”.
Seberapa terpuruknya Anda? Seberapa ketidakmungkinan yang bisa Anda capai? Itu semua berasal dari otak Anda sendiri.
Seorang yang otaknya sudah rusak karena terendam darah dan pernah stroke telah membuktikan “keajaiban” otak manusia. (Katanya hanya 10% saja penelitian otak manusia yang baru diketahui).
Erri Subakti
[…] Menakjubkan, Perempuan Berkursi Roda dari Indonesia Adventure Seorang Diri ke Jepang dan Penang […]