Penulis: Dahono Prasetyo
Suatu hari kelak, sebagian kita akan merindukan moment seperti ini. Hal-hal yang banyak dicibir orang, ditertawakannya sebagai cara kolot menghibur kesusahan rakyat dengan memberinya sebutir permen.
Suatu saat nanti mereka akan mengenang, bahwa batasan pemimpin dan rakyat pernah hilang. Duduk berdampingan saling mencium aroma keringat dan tertawa bersama saling ber-tabik.
Singgasananya dibatasi waktu, tapi tidak dengan caranya menyapa, mendengar lalu memeluknya. Persoalan carut marut bangsa tidak semuanya mampu diselesaikannya. Namun setidaknya dia sedang berusaha menguatkan, meredam, meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja, saat bersama sepakat bangun dan bergerak.
Karena suatu saat nanti kita akan mengetahui, perbedaan tipis, antara bergandengan tangan dan merantai jiwa.
Mengetahui, bahwa cinta bukan berarti sandaran.
Dan pemimpin bukan berarti kenyamanan, dan kesombongan.
Saat kita akan mulai memahami, bahwa kebersamaan bukanlah kontrak mati, dan nasihat bukanlah janji.
Sesaat lagi, sejenak saja, kita akan menyadari, … bahwa sinar matahari bisa membakar, jika menerimanya terlalu banyak. Embunpun begitu berguna bagi kita yang haus, tapi bukan kita yang sedang kehausan.
Karena itu, tanamilah kebunmu sendiri, dan hiasilah jiwamu sendiri, daripada menunggu seseorang datang memberimu bunga.
10 tahun cukup untuk mendefinisikan idealnya seorang pemimpin. Siapapun yang menggantikannya semoga lebih baik. Namun saat justru mendapat yang lebih buruk, kenangan ini menjadi begitu berharganya.
Dahono Prasetyo
30/3/22