Melkisedek BEM UI, Kesombongan Seorang Pengecut yang Bodoh (Rektorat Universitas Indonesia Jangan Diam)

Penulis: Roger P. Silalahi

Saya terhenyak mebaca sebuah judul tayangan youtube di ruang “Abraham Samad SPEAK UP” yang berjudul; “Ketua BEM UI: Presiden Jokowi, Jangan Bunuh Demokrasi & Antikorupsi”. Terlebih setelah mengikuti isi tayangan youtube ini, dimana berbagai hal tanpa bukti bahkan termasuk fitnah diucapkan tanpa malu. Lebih terhenyak lagi ketika muncul pernyataan; “Jokowi tinggal pilih, mau turun secara baik-baik atau berdarah-darah…?”

Ajegilebusyet ini anak, anak siapa sih…? Itu yang muncul di benak saya. Anak kemarin sore mengancam Jokowi, tidak punya tata krama, sok jago, sombong dengan dagu diangkat, bicara tinggi dari dalam tanah. Mungkin terlalu banyak nonton video propaganda kelompok “Aki Aki Ompong Pengujar Makar”. Kejahatan melawan Konstitusi.

-Iklan-

Tarik nafas dalam-dalam, apapun dia junior saya-lah (terpaksa diakui), satu almamater, maka otak saya berpikir bagaimana caranya menyelamatkan anak ini.

Kasihan orang tuanya, terbukti gagal mendidik anaknya, dan sangat mungkin kehilangan kebanggaan akan anaknya.

Akhirnya saya menanyakan, apakah ada yang tahu nomor telepon anak ingusan ini, dalam waktu kurang dari 2 menit nomornya sudah diberikan ke saya oleh sesama rekan Alumni UI. Maka saya masukkan dia di salah satu group Alumni UI untuk diajak berbincang. Saya ingin tahu, apa sebenarnya sebab penyimpangan terjadi di otaknya.

Sapaan awal dijawab dengan baik, berlanjut dengan sederet kalimat yang dikeluarkan sebagai jawaban atas pertanyaan saya. Jawabannya panjang, tapi isinya tidak menjawab pertanyaan, yang disebutnya sebagai data hanyalah hasil survey sebuah lembaga, dan sisanya asumsi ditambah hoax.

Selanjutnya dia langsung mengatakan; “Kalau ada pertanyaan lanjutan, ataupun kalau ada sesuatu yang abang bingungkan dan perlu saya jelaskan, Ruang BEM UI dan semua sudut di UI terbuka lebar untuk kita berdiskusi dan berdebat ya bang. Ditunggu, terima kasih. 🙏🏼”. Saya tersenyum…

Saya ajak dia membahas satu persatu supaya tidak kehilangan fokus, dan dia bilang; “Boleh bang…” b huruf kecil, saya tersenyum lagi. Selanjutnya saya mulai dengan menyodorkan pertanyaan saya dan dijawab; “Kalau ada perlu lagi, call aja bang. Berdebat di grup itu budaya tua yang saya hindari, perdebatannya jadi gamang, tawar, dan membosankan.”.

Hmpfh…

Saya sampaikan saja pendapat saya secara tulus dan terbuka;
—————–
Wah, kualitas kamu ternyata rendah sekali ya…

Saya tidak mengajak kamu berdebat, kalau berdebat kamu pasti kalah… Saya bertanya, untuk tahu bagaimana dan apa yang membuat kamu sampai berbicara seperti itu, supaya bisa memahami kamu dan bisa membimbing kamu…

Mari berdiskusi bukan berdebat…
Mari berkembang, tingkatkan kualitas kamu supaya tidak mempermalukan almamater kami

Paham…?
—————–

Selanjutnya muncul sederet kalimat lanjutan yang ujungnya; “Maaf saya izin leave ya abang mbak sekalian, takut menurunkan kualitas saya…” lalu cusss dia “ngiri” alias “left” dari group. Duar, pecahlah tawa para alumni di group.

Orang yang katanya mau menantang Satfsus Mensesneg debat, tapi berkata debat itu cara kuno, tapi mengajak debat di sudut manapun di UI (jagoan kandang), tapi ngiri dengan menempatkan diri sebagai berkualitas lebih tinggi bahkan dari Profesor dan Doktor yang ada di group itu, ternyata “Ayam Sayur”. Dari awal masuk hanya 41 menit sudah keluar, itu pun baru ‘foreplay’ belum masuk ke inti, sungguh lemah sekali ternyata anak ini.

Salah satu bahasan utama sebenarnya adalah bahasa “berdarah-darah” itu, karena itu titik bahaya untuk dia, bisa berdarah-darah beneran dia dihantam orang. Banyak bicara sedikit berpikir, menelan bulat-bulat apa yang dibisikan senior yang mendorong dia masuk jurang, tidak memahami masalah secara keseluruhan, tapi mengangkat dagu merasa jadi jagoan.

Sikap sudah terbentuk, dan kuping sudah tertutup, konsekuensi akan ditanggung, masa depan Melkisedek rasanya akan jauh dari beruntung. Kebebasan berpendapat memang ada, tapi untuk semua hal ada batasannya, dan itu yang dilanggar oleh Melkisedek, baik sebagai Ketua BEM UI, mahasiswa, ataupun sebagai warga negara Indonesia.

Rektorat Universitas Indonesia harus mengambil langkah, setidaknya memanggil Melkisedek dan menegaskan serta menyadarkan pentingnya menjaga Nama Baik Seluruh Sivitas Akademika Universitas Indonesia. Jika Melkisedek berkeras, pemecatan dirinya sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia layak dijatuhkan kepadanya. Mengancam Presiden Republik Indonesia adalah kejahatan serius melawan Konstitusi.

Melkisedek, Mulutmu Harimaumu. Jaga diri baik-baik ya Dik, dunia ini kejam.

-Roger Paulus Silalahi-
Alumni Universitas Indonesia

11 COMMENTS

  1. Kalau mnrt saya, pakai saja istilah “Ada era, ada orangnya. Ada orang, ada eranya”. Jadi biarlah era anda berlalu. Fundamen yg paling mendasar adalah kodrat alam, yg ada pada diri kita masing2 dan lingkup yg terdekat. Kebodohan ada disetiap diri manusia dan kita. Tinggal kita mau akui, bicarakan atau tidak. Anda mempunyai kepentingan dari persfektif anda, yg tidak sama persis dg persfektif siapapun. Pun juga pada kesimpulan komprehensif sekalipun. Tingkat kearogansian siapapun akan bisa terwujud kapan saja dan dimanapun, termasuk anda. Senioritas tdk selalu lbh baik. Siapapun bisa menilai appun dan siappun, termasuk diri anda sebagai senor dri angkatn yg lbh muda. Pertanyaan yg mendasar, apakah diri kita sudah atau lbh baik dari pemikiran kita sendiri ?

    • Pendapat melkisedek mahasiswa UI itu betul kalau melihat apa Yang terjadi akhir2 ini Di dunia perpolitikan Indonesia. Jokowi sepertinya sudah melenceng dari alur yg seharusnya sbg presiden yg harus netral menjelang pilpres 2024 ,sayangnya beliau sepertinya ketakutan Dan panik seandainya penerusnya tdk melanjutkan apa yg jadi angan2 nya yaitu proyek IKN meskipun sampai menyedot APBN 500 Trilyun….harusnya keputusan terus/ tdk nya IKN serahkan saja kpd putusan rakyat melalui pemilu bukannya memaksakan kehendak Dan ambisi pribadi …blm tenth rakyat mendukung IKN semuanya .Jokowi lebih baik fokus ke pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19. Tanpa IKN pun Jokowi tetap akan dikenang punya kinerja bagus sdh membangun tol trans Jawa meskipun meninggalkan hutang yg hrs dipikirkan oleh penerusnya

  2. Omongannya kasar dan jahat banget. Pakai ngomong bedarah darah, takutnya malah bisa bisa diBacok oleh penggemar Fanatiknya PDIP lhoo. Asal tau ya Mas setau saya Elemen PDIP itu mulai dari Orang Kasar sampai Kiyai juga ada. Mulai profesinya maaf Preman hingga Gali juga ada….Ati2 klo ngomong. IUngkapanu mu it sdh menyangkut ranah personil, Tolol.

  3. Sebagai alumni UI, saya cuma kasihan sama anak ini, Nama besar UI yg punya standard kualitas mutu jadi tercemar, apalagi dia sebagai pengurus organisasi mahasiswa BEM, harusnya apa yg ada di kepalanya disampaikan secara intelektual manner, bukan seperti preman jalanan yang tidak tahu cara berbahasa dan berkomunikasi dengan baik dan benar

  4. Idiotisme ternyata ada dimana-mana, dia tak kuasa untuk tak hinggap di kepala seorang yang rupanya Ketua BEM UI. Kasian, BEM punya ketua model seperti itu. Hemmmmm Kualitas kampungan itu namanya. Berdarah-darah nenek lu!

  5. Kontrolah emosimu dengan baik
    Mulutmu ditaruh dekat dengan otak, mata dan telinga, tujyan Tuhan agar kamu bisa melihat, mendengar dan berfikir yang baik sebelum bicara..
    Sehebat apapun dirimu, ketika kamu tdk mampu menghargai orang lain, terutama orang yg menjadi pemimpin Negara yang sah secara Yuridis formal, dicintai oleh lebih dati 80% rakyatnya.
    Maka orang lain, atau kekuatan lain yg akan meredam mulutmu nak!!

  6. Belajar dulu nulis PERSPEKTIF, bukan PERSFEKTIF. Ini tampaknya bukan typo, tapi memang kurang literasi…. 😄

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here