Media Massa Perusak Bangsa

Penulis: Roger ‘Joy’ Paulus Silalahi

If you’re not careful, the newspapers will have you hating the people who are oppressed, and loving the people who are doing the oppressing. -Malcolm X-

Era digital menghasilkan begitu banyak kesempatan, begitu banyak hal baru merambah dunia, begitu banyak kesempatan dan sistem baru terbuka untuk semua orang. Semua berubah. Banyak profesi baru yang berkembang, influencer, youtuber, menjadi profesi baru yang menghasilkan uang.

Sulit dimengerti pada awalnya, bagaimana uang mengalir deras ke para youtuber hanya berdasarkan jumlah ‘viewer‘. Iklan berjalan dan rating naik dihitung berapa banyak ‘click‘ yang didapat. Demikianlah akhirnya media massa bergeser, dari kertas ke digital, dan rating dihitung berdasarkan ‘click‘. Berita menggelontor dan tersebar lewat internet, tinggal click, baca, gratis, hanya bermodal kuota internet.

-Iklan-

Lalu melihat demikian mudahnya segala hal di dunia maya dibuat, perizinan yang tidak seperti masa lalu (tanpa izin pun jadi), maka menjamur pula ‘media massa online‘ dengan berbagai nama yang keluar semaunya, sekenanya, pokoknya belakangnya ada ‘online‘-nya. Maka berita semakin cepat tersebar, kalau dulu 1 koran dibaca 2 orang dan didiskusikan di warung kopi berdua, sekarang 1 orang baca lalu share di ‘WA’ lalu semua baca dan bisa didiskusikan 256 orang bersama-sama.

The more the merrier…

Semakin hari semakin banyak media massa cap ‘online‘ ini. Satu mengeluarkan berita, yang lain ‘copas‘ sekenanya. Jurnalisme menjauh dari etika, analisa orang dijadikan sarana cari uang pribadi, tanpa malu. Tidak ada ‘pemberitaan berimbang’ sebagai syarat utama, tidak ada ‘kode etik’, tidak ada ‘check and re-check’. Semua harus cepat di-‘upload‘, tidak ada waktu mencari kebenaran berita, tidak ada juga rasa malu ketika berita yang dikeluarkan ternyata ‘hoax’, tinggal hapus, selesai.

Kurang banyak kejadian yang ‘menjual’ untuk di-expose, sehingga siapa yang tampil lebih dulu akan dibaca lebih dulu, akan di-‘click‘ lebih dulu, dan berarti lebih banyak dapat uang. Kualitas berita nomor sekian, yang penting cepat tampil supaya tidak kehilangan uang. Perlahan semua kejar kecepatan, dan akhirnya kecepatan pun tidak membantu, maka barulah otak dipakai, mencari cara agar orang memilih meng-‘click’ link medianya. Muncullah istilah ‘click bait‘, memancing ‘click‘ supaya dapat uang.

Judul berita dapat peringkat pertama sebagai alat pancing andalan, maka semua mencoba membuat judul yang kreatif, yang menarik, yang menggugah. Sayang, ternyata tidak banyak orang yang punya kemampuan membuat judul yang greget dan bisa jadi alat pancing, tanpa menggadaikan martabat. Kebanyakan hanya mampu membuat judul yang “seolah-olah seakan-akan”, yang ada pada akhirnya adalah “Jurnalis berganti profesi menjadi Pembohong”. Jurnalis sadar tidak sadar melacurkan etika profesinya, merendahkan martabat diri dan medianya, masuk ke dalam kelompok “Pembohong Publik”.

Judul dan isi tidak sesuai bahkan kadang bertolak belakang. Judul seronok dan tidak lagi punya keindahan bahasa. Judul seringkali menimbulkan fitnah. Sengaja tidak sengaja, pemahaman masyarakat sebagiannya terbentuk dari judul-judul pancingan, dan tidak sedikit hal seperti ini yang dilakukan sepenuhnya dengan tujuan menggiring opini publik ke arah yang salah.

Tanggung jawab jurnalisme tidak lagi menjadi beban para penganut agama ‘click bait‘, sementara KPI dan Kominfo pun diam seolah sibuk dan terlalu banyak pekerjaan sehingga tidak mampu menindak media-media online yang melanggar kode etik, membohongi publik, menyebarkan hoax, dll. Entahlah, mungkin KPI dan Kominfo memang tidak peduli dengan perusakan bangsa dan negara oleh media massa rendahan.

Publik yang malas membaca menjadi sasaran jurnalis rendahan untuk mencari uang, sementara media baik yang bermartabat kelabakan menghadapi copas dan judul ajaib media rendahan yang menyalip di tikungan. KPI dan Kominfo harus bergerak, harus membuktikan bahwa ada gunanya mereka di bentuk dan didanai negara, jangan “magabut”.

Tindak media massa rendahan, proses secara hukum bagi yang masuk dalam kategori melanggar UU-ITE dan/atau masuk ranah pidana, jangan biarkan. Bangsa Indonesia butuh meningkatkan kualitas pengetahuan masyarakatnya, butuh didikan yang berkesinambungan, dan hal itu akan sangat terhambat bila apa yang disajikan di depan masyarakat adalah pembiaran atas segala berita bohong, judul tak benar, bahkan hoax, dan semuanya lepas melenggang begitu saja. Kalaupun ada yang kena, tinggal hapus, minta maaf, lalu tambahkan materai 10.000, maka semuanya selesai.

Ayo, Jurnalis, tunjukkan kalian bermartabat, berguna, berbudaya, jaga kode etik jurnalistik yang seharusnya menjadi kitab suci kalian.

Ayo, KPI dan Kominfo, kerja, bantu bangsa ini berjalan ke arah kebaikan dan perbaikan, jangan sampai pembiaran ini berlanjut terus dan membodohi masyarakat. Tunjukkan kemampuan bertanggungjawab kepada masyarakat sebagai pihak yang oleh pemerintah diberi kewenangan dan  dianggap mampu membantu pemerintah dan masyarakat, jangan diam.

-Roger Paulus Silalahi-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here