Penulis: Dahono Prasetyo
Persoalan dana sumbangan Rp 2 triloun keluarga Akidi Tio memasuki babak baru, yaitu praduga dan prasangka. Heryanti anak bungsu Akidi Tio Senin (2/7) dibawa ke Mapolda Sumsel setelah dana sumbangan Rp 2 triliun yang dijanjikan hari itu tidak bisa cair.
Dengan memendam rasa penasaran saya memberanikan diri menelpon seorang kawan lama. Tanpa harus menyebut nama, dia seorang “mafia” perbankan yang tinggal di Jakarta.
+ Kalau melihat gelagat, sebenarnya uang 2 tengki itu ada nggak sih bro?
– Kalau saya ber-positive thinking karena sudah terlanjur viral, maka dana itu anggap saja ada.
+ Menurut Heriyanti itu dana simpanan almarhum ayahnya yang disimpan di Bank Singapore.
– Ya simpanan bisa berupa apa saja, tidak mesti berupa uang. Bisa berupa saham investasi, jaminan collateral (agunan) barang, asset atau surat berharga. Bisa juga deposito yang puluhan tahun tidak diambil.
+ Maksudnya 2 triliun itu sebuah nilai, bukan segepok uang?
– Bisa jadi begitu. Dan proses dari nilai menjadi uang tidak semudah transfer M-Banking tentunya. Apalagi itu berada di Luar Negeri.
+ Ok, mulai paham saya. Trus seribet apakah proses itu dan butuh berapa lama?
– Bank itu industri keuangan, keuntungannya dari jasa-jasa transaksi keuangan juga. Ujung-ujungnya butuh biaya untuk memindahkan uang dari satu tempat ke dompet lain. Itulah kerjaan Bank.
+ Maksudnya ada fee administrasi gitu?
– Begini, nilai 2 tengki Akidi di Singapore mau dipindahkan ke Bank Mandiri. Antara Bank Singapore dan Indonesia punya aturan masing-masing. Pihak Bank Singapore akan memberitahukan Bank Mandiri bahwa akan ada saldo yang akan berpindah dengan sejumlah syarat administrasi. Lalu Bank Mandiri akan melihat kecukupan dananya untuk menjadikannya saldo aktif berupa uang yang siap beredar.
+ Emang saldo dana Bank Mandiri kurang?
– Hahaha… Emang kamu pikir yang dikirim dari Singapore itu sekarung uang naik pesawat cargo 3 kali balik? Dua bank itu hanya bertukar catatan digital keuangannya, namanya off balance.
+ Jadi Bank Mandiri cuma terima catatan penambahan angka dari Bank Singapore lalu mengusahakan uangnya sendiri.
– Begitulah kira-kira. Dan uang sebanyak itu tidak mungkin diambil dari uang yang beredar. Bisa digeruduk nasabahnya.
+ Trus dari mana uang cash-nya?
– Minta ke BI. Seperti yang saya bilang tadi itu semua butuh biaya administrasi sesuai regulasinya. Gak ada yang gratis, itulah keuntungan dari lembaga keuangan.
+ Kira-kira habis biaya berapa untuk proses itu?
– Paling tinggi 10% dari nilai kiriman. Jadi sekitar Rp 200 miliar dan celakanya itu tidak bisa dibayar belakangan atau dipotong saldo, hehehe. Mesti bayar di depan baru proses yang ribet itu dilaksanakan.
+ Siapa yang bertanggungjawab atas biaya 10% itu, bro?
– Secara “sopan santun” itu dibebankan kepada penerima. Dalam kasus sumbangan Akidi ini menjadi unik. Keluarga Akidi sudah menyumbang 2 tengki, mosok iya mesti nanggung Rp 200 miliar lagi.
+ Hahaha… iya logikanya orang sedekah begitu. Dan penerima sekaligus pengelolaannya dipercayakan kepada Polda Sumsel. Mau nggak nombokin Rp 200 M di depan? Boro-boro nombokin, ini kan ibarat kerja lemburan. Mau peduli ikut mengamankan dana sumbangan sudah bagus.
– Barangkali saja Gubernurnya mau nombokin 10% hehehe…
+ Kalaupun ada biasanya minta fee, dan itu sensitif sekali urusan potongan duit sumbangan.
– Bank Mandiri nggak bisa nombokin dulu?
+ Bisa sih, tapi biasanya nggak mau karena dia sudah repot ngurus ke sana ke mari mosok suruh pakai duit sendiri?
– Kasbon dulu ke BI, pasti minta lebihan juga ya?
+ Hahaha… Mau lempar ke mana lagi kalau BI juga nggak mau? Ke Presiden? Jokowi keluar Rp 200 miliar untuk urusan pencairan dana sumbangan? Ngalamat bisa jadi gorengan politik.
– Trus solusinya gimana?
+ Kalau pemerintah peduli seharusnya bisa dengan skema regulasi keuangan. Biaya 10% itu di nol-kan. Dengan konsekwensi pengelolaan dan penyaluran 2 tengki itu dipegang pusat.
– Apa yang membuat Pemerintah seolah kurang respon pada kasus sumbangan ini. Apakah pertanda tidak peduli?
+ Nggak juga sih. Kalau saya melihat ini semacam gerakan moril yang diangkat media. 2 triliun sudah Akidi yang mengawali, mana sumbangan konglomerat lainnya? Mana kepedulian orang kaya lainnya yang tanpa pamrih? Kumpulkan juga termasuk untuk ngurus pencairan.
– Ya jangan ngotot gitu pertanyaannya ke saya dong bro. Saya kan baru calon konglomerat. Calon seumur hidup hahaha…
+ Ya kalau nggak ada yang peduli berarti benar, orang-orang kaya di masa pandemi sedang sibuk berbisnis menimbun untung, malas berbagi.
– Orang kaya kalau belum merasakan kena Covid memang suka begitu.
Niat baik berderma uang ternyata juga tidak mudah. Itu menjadi penanda bahwa Pandemi tidak selamanya bisa teratasi dengan uang.
Justru dengan 1 medali emas dari bulutangkis, suka cita kebanggaannya cukup bisa menambah imun, meski tiba tiba harus drop lagi gegara mikir 2 trilyun yang ngeselin
Dahono Prasetyo 3/07/21