SintesaNews.com – Membaca surat terbuka yang disampaikan oleh Bapak Rum Tingai yang mewakili masyarakat perbatasan karena kecewa dengan jaringan Telkom/𝖳elkomsel di daerah Apo Kayan Kabupaten Malinau, membuat warga melakukan aksi unjuk rasa. Mereka mengekspresikan kekecewaan dan kekesalan dengan menyampaikan aspirasi baik secara lisan dan tertulis. Sebagian warga masyarakat yang peduli dengan jaringan melakukan aksi dengan berdemo di bawah tower BTS di daerah Long Nawang.
Ellen Frani yang juga warga Kabupaten Malinau dan sebagai Ketua Komunitas Nusantara dari organ relawan Ganjarian Spartan, turut prihatin terhadap apa yang dialami warga di perbatasan.
“Bagaimana mungkin mereka bisa bersilaturahmi serta berkomunikasi untuk mengetahui kondisi sanak saudara serta anak-anak mereka, yang tinggal di ibu kota kabupaten, Provinsi Kaltara, serta Samarinda yang seda𝗇g menuntut ilmu, jika salah satu sarana yang paling efektif yaitu jaringan komunikasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” ujar Ellen.
Apalagi untuk mengu𝗇𝗃ungi mereka, karena sarana transportasi pun juga masih sulit, dimana meraka harus antri jauh-jauh hari sebelumnya, untuk mendapatkan tiket pesawat perintis sebagai sal𝖺𝗁 satu sarana transportasi yang ada di sana. Untuk ke Ibukota Kabupaten dan Provinsi akses melalui darat atau air tidak ada, dan untuk ke Samarinda melalui darat paling cepat memakan waktu 3 (tiga) hari, bahkan terkadang sampai seminggu jika musim hujan karena jalan sudah tidak layak.
Untuk kita ketahui di Kecamatan Kayan Hulu ada dijual voucher wifi dengan harga Rp 25.000/Jam, dan untuk paket bulanan dengan kapasitas 1 GB dengan harga Rp 80.000, itu p𝗎n hanya bisa digunakan di sekitar tempat di mana voucer tersebut dibeli, dengan kata lain mereka harus keluar rumah untuk berkomunikasi.
Kondisi seperti ini tentunya sangat berat dan membuat tidak nyaman mereka.
Jaringan 4G di Kayan Hulu sempat aktif, namun sejak 3 tahun terakhir entah kenapa tidak aktif lagi. Apalagi saat ini di Long Nawang sedang dibangun Pos Lintas Batas Negara dengan anggaran yang cukup fantastis dan diperkirakan akan selesai akhir Oktober 2023.
Pada awal periode ke dua pemerintahan Jokowi “Nawacita” yang ke 3 (tiga) yakni membangun dari pinggiran dengan program Desa Berdering dan BBM satu harga sempat berjalan, namun sekarang program itu mandek entah kenapa. Pada dasarnya mereka masih bisa menerima kondisi berat ini, asalkan sarana komunikasi (Jaringan 4G) lancar, sehingga mereka masih bisa memonitor keluarganya yang ada di luar daerah.
Mungkin banyak orang tidak tahu bagaimana harga-harga kebutuhan pokok di sana, jika dibandingkan dengan di kota-kota harganya bisa lebih dari 2 kali lipat, namun mereka tidak pernah mengeluh bahkan melakukan demo atau sejenisnya. Namun saat sarana komunikasi yang merupakan 𝗃endela dunia tidak berfungsi selama bertahun-tahun mereka baru berteriak.
“Dengan ini kami berharap agar Pemerintah daerah dalam hal ini kabupaten Malinau dan in𝗌tansi terkait dapat segera merespon 𝖺𝗍𝖺𝗎 𝗆𝖾𝗇𝗂𝗇𝖽𝖺𝗄 𝗅𝖺𝗇𝗃𝗎𝗍𝗂 hal ini 𝗎𝗇𝗍𝗎𝗄 𝗆𝖾𝗆𝖻𝗎𝗄𝗍𝗂𝗄𝖺𝗇 𝗄𝖾𝗉𝖾𝖽𝗎𝗅𝗂𝖺𝗇 𝖯𝖾𝗆𝖾𝗋𝗂𝗇𝗍𝖺𝗁 𝖣𝖺𝖾𝗋𝖺𝗁 𝗍𝖾𝗋𝗁𝖺𝖽𝖺𝗉 𝗐𝖺𝗋𝗀𝖺𝗇𝗒𝖺. Karena program ini bukan baru dimulai, tetapi sudah pernah jalan namun sekarang entah karena apa kok bisa terhenti,” Ellen Frani, aktivis perempuan Dayak Kaltara.
“Untuk saudara-saudaraku di perbatasan tetap semangat menjaga NKRI, kami akan terus ikut menyuarakan Program Nasional tentang Nawa Cita Membangun dari pinggiran. Yang dicanangkan Presiden 𝖩𝗈𝗄𝗈𝗐𝗂 bisa berjalan kembali seperti 3 (tiga) tahun lalu,” pungkasnya.