Masyarakat “Ketengan”, Masyarakat “Cicilan”

Penulis: Erri Subakti

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa PPKM tak akan diakhiri sampai kasus COVID-19 benar-benar terkendali.

“Presiden sudah memberikan arahan, perintah pada kami. Kita tidak akan mengakhiri PPKM ini sampai betul-betul COVID-19 ini bisa terkendali,” ujar Luhut dalam konferensi pers virtual, Senin (13/9/2021).

-Iklan-

Jokowi cerdas sekali, baru sekarang mengutarakan hal di atas kepada masyarakat. Ini berarti sejak ledakan gelombang kedua covid-19 di Indonesia yang sangat dahsyat pada awal Juli lalu, Jokowi telah berpikir seperti ini. Bahwa PPKM bisa berlangsung dari awal Juli hingga September, atau mungkin lebih lama lagi. Namun saat itu Jokowi memutuskan PPKM Darurat 3-20 Juli saja. Lalu setelahnya, diperpanjang seminggu, lalu diperpanjang seminggu…, dan seterusnya hingga sekarang, adalah perpanjangan sepekan-sepekan dari PPKM.

Saat awal Juli lalu Jokowi tidak langsung mengatakan bahwa PPKM akan berlangsung dari 3 Juli hingga 30 September 2021. Tapi PPKM dijalankan secara “ketengan”. Nyicil.

Jokowi tau masyarakat akan teriak jika awal Juli lalu Jokowi memutuskan PPKM akan dilaksanakan selama 3 bulan. Duar! Pasti publik langsung ramai. Masyarakat “teriak”. Apalagi oposisi, kesempatan buat demo menolak PPKM yang akan dipropagandakan terlalu lama, 3 bulan, bisa “mematikan” kehidupan ekonomi masyarakat, dll.

Jokowi sengaja menyicil pelaksanaan PPKM karena masyarakat kita memang “lebih nyaman” dengan cicilan, atau “ketengan”. Biar gak berasa beratnya kalau ngeteng atau nyicil. Ye kan…?!

Lihat aja di warung-warung, segala hal ada ketengannya dalam bentuk sachet yang bisa dibeli dengan harga hanya Rp1.000. Deterjen, pemutih pakaian, shampo, kopi, “susu” kental manis, dll. bisa diperoleh masyarakat secara mudah dan tak merasa berat untuk membelinya.

Presiden Jokowi yang berasal dari rakyat sangat memahami kondisi psikologis rakyat kecil. Sangat berat untuk menerima keputusan yang langsung “kontan”. Rakyat kita memang masih “masyarakat ketengan”, masyarakat cicilan. Maka keputusan besar pun harus dicicil atau diketeng, gak bisa langsung sekaligus. Beraaat….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here