SintesaNews.com CIANJUR – Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) PMII Kabupaten Cianjur, mendesak Bupati dan DPRD agar segera mengeluarkan payung hukum yang lebih tinggi berupa Peraturan Daerah (Perda) untuk melarang adanya kawin kontrak di Cianjur.
Hal ini disampaikan oleh Ketua KOPRI PMII Cianjur, Sahabati Fatirahma Hanipa. Ia mengungkapkan jika dibuat Perda mengenai larangan kawin kontrak, ini bisa menjadi payung hukum yang jauh lebih efektif dalam penerapannya.
Seperti diketahui belum lama ini Bupati Kabupaten Cianjur Herman Suherman menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang larangan kawin kontrak di daerahnya.
Perbup ini langsung direspon tegas oleh gadis yang akrab disapa Hani ini. Ia mengatakan, niat baik dari Bupati Cianjur bisa langsung terealisasi dengan diterbitkannya sebuah Perda terkait larangan praktik prostitusi terselubung dengan dalih kawin kontrak.
“Pada praktiknya, kawin kontrak tetaplah sebuah perbuatan menistakan harkat dan derajat kaum perempuan,” tegasnya saat ditemui SintesaNews.com, Kamis (24/06/2021).
Ketua KOPRI PMII Kabupaten Cianjur ini berharap, Perda larangan kawin kontrak ini nantinya bisa menjadi kebijakan yang berdampak luas bagi seluruh masyarakat, sehingga dengan demikian Cianjur tidak akan kehilangan identitasnya sebagai kota santri.
“Dan dalam kajian ilmu fiqih yang mayoritas dianut umat Islam Indonesia, kawin kontrak itu haram hukumnya. Apalagi kalau cuma jadi kedok sebuah praktik prostitusi,” ucapnya.
Selain itu, lanjut aktivis mahasiswi dari Badan Otonom Nahdlatul Ulama ini, KOPRI PMII Cianjur menghendaki agar Bupati Herman Suherman turun langsung dalam proses pencegahan, pendampingan dan pemberdayaan bagi semua pihak yang terlibat dalam penghapusan praktik haram kawin kontrak.
“Misalnya, melakukan pendampingan untuk memulihkan psikologis korban kawin kontrak dan melindungi dari terjadinya ancaman serta memberi efek jera terhadap pelaku,” tutur Hani.
Dirinya memastikan, KOPRI PMII Kabupaten Cianjur akan senantiasa mengawal Perbup ini untuk segera dinaungi dengan produk hukum yang lebih tinggi berupa sebuah Perda.
Reportase: Wandi Ruswannur