Mahasewa Mental Pelacur, Ketua BEM SI Masa ORBA Memberi Kebebasan dan Kesejahteraan, Lihat Kasus Marsinah

Penulis: Nurul Azizah

Siapa yang tidak kenal dengan Kahar nama lengkapnya Khaharuddin, koordinator pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Namanya begitu viral, terkenal dan cemar.

Bagaimana tidak cemar, nama Kaharuddin jadi sorotan masyarakat saat bicara soal Orde Baru di stasiun televisi.

-Iklan-

Namanya menjadi Trending Topic Twitter usai menghadiri acara bincang HOTROOM Metro TV bersama Hotman Paris pada Kamis (14/4/2022).

Kaharuddin mewakili mahasiswa yang bisa dibeli akal sehatnya, mahasiswa yang bisa dibeli intelektualnya, mahasiswa yang bisa dibeli tubuhnya, atau bahkan Kahar merupakan simbol Mahasiswa yang menjual harga dirinya sebagai insan cendekia.

Kahar dan kelompok Mahasiswa yang radikal hidup di zaman Presiden Jokowi, mengapa Kahar mengelu-elukan kehidupan zaman Orde Baru (1966-1998). Apakah Kahar ikut merasakan kehidupan masa Orba?

Dalam dialognya di HOTROOM, Kahar mengungkit kehidupan Orde Lama dan Orde Baru. Anak ini kayak menghafal teks yang sudah dipersiapkan dulu. Karena di otaknya yang ada hanya ‘Maju Tak Gentar, Membela yang Mbayar.’ Sudah ketahuan kan siapa bohir (penyandang dana) dari Mahasiswa radikal ini. Jadi tidak salah kalau Mahasiswa sekarang disebut Mahasewa, karena Mahasiswa mudah dibayar dan dijadikan alat politik untuk kepentingan para bohir.

Orang yang tidak pernah hidup di era Orba kok bisa dengan percaya diri mengatakan: “Kesejahteraan dan kebebasan didapat pada masa Orde Baru.”

“Misalkan di Orde Lama, kita peroleh kebebasan tapi kesejahteraan tidak. Orde Baru kita peroleh yang namanya kebebasan, kesejahteraan kita punya. Hari ini yang ingin kita (mahasiswa) tanyakan adalah apakah kita peroleh kesejahteraan? Apakah kita peroleh kebebasan?” ungkap Kaharuddin.

Dari ucapannya, tampak jelas bahwa Kahar hanya menghafalkan teks pidato yang sudah dibuat oleh seseorang yang berpihak pada Orde Baru. Ini nampak pada kata ‘Kita‘, kata yang mewakili diri sendiri dan orang lain. Kata ganti yang merujuk diri sendiri itu saya, aku. Sedangkan kata ganti ‘kita’ merujuk pada kata ganti orang pertama dan banyak orang (jamak). Ketahuan kan kalau Kahar ngomong tidak dari hasil pemikirannya sendiri, tidak dari idenya sendiri. Dia bilang ‘Kita’ berarti dia merasakan bagaimana hidup di zaman Orba.

Kahar dan Mahasiswa-Mahasiswa yang terpapar radikalisme, mudah digerakkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Mereka sudah menjadi komoditi politik praktis.

Karena jabatan sebagai ketua BEM SI maka dengan mudah bisa mempengaruhi anggota-anggota BEM lain dari berbagai kampus.

Mereka benar-benar berubah menjadi Mahasewa, karena telah mempertaruhkan Almamater kampusnya. Hanya untuk kepentingan sesaat, demi membela seorang atau sekelompok yang mau membayarnya, mereka mau bertaruh nyawa dan mempertaruhkan nama baik NKRI di mata dunia.

Kegiatan demo mahasiswa pada tanggal 11 April 2022 sedikit banyak telah mencoreng nama baik bangsa Indonesia di kancah percaturan dunia. Demo ini bisa menghambat para investor asing yang akan berinvestasi di Indonesia.

Dalam tubuh Mahasewa sudah luntur rasa kebangsaan dan nasionalisme. Mereka tidak membela rakyat tetapi membela yang membayarnya. Mereka menjual diri kepada oknum pembenci NKRI ini. Mental mereka mental pelacur yang menjual diri untuk kepuasan para bohir.

Mana bisa merasakan kehidupan masa Orde Baru kalau dia saja belum lahir atau baru dilahirkan.

Kahar adalah satu di antara banyak mahasiswa aktivis zaman now yang mencintai Orde Baru, karena dia dan rekan-rekannya adalah aktivis bayaran atau pesanan. Aktivis model Kahar dan anak buahnya yang tergabung dalam BEM SI otaknya harus dibongkar disadarkan lagi, dan ditunjukkan bagaimana kehidupan Orde Baru yang katanya zaman Orba rakyat hidup sejahtera dan bebas berpendapat.

Hai mahasewa mari kita bongkar satu persatu kekejaman era Orde Baru. Satu kasus saja yang sekarang belum bisa dituntaskan sampai ganti presiden.

Yth Bapak @jokowidodo, Bapak @jendraltniandikaperkasa, Bapak @jendral_dudung_abdurachman, Jendral Polisi @listyosigitprabowo mohon tuntaskan kasus kematian Mbak Marsinah. Kematian Marsinah pada era Orde Baru adalah aib bangsa Indonesia. Sangat memalukan apabila kasus ini tidak bisa diselesaikan sampai tuntas.

Mengapa kasus Marsinah sampai puluhan tahun belum ketangkap pelaku pembunuhnya. Jadikan kasus Marsinah sebagai legacy para pemangku jabatan.

Marsinah adalah seorang aktivis dan buruh pabrik pada Masa Orde Baru, bekerja pada PT. Catur Putra Surya Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993, setelah menghilang selama tiga hari.

Pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993, Marsinah dan rekan-rekan buruh lainnya menjadi perwakilan perundingan dengan PT. CPS. Namun tanggal 6 Mei 1993 Marsinah menghilang begitu saja dan misterius. Tanggal 8 Mei 1993 ditemukan meninggal di hutan dengan keadaan tergeletak sekujur tubuh penuh luka memar bekas pukulan benda keras dan berlumuran darah di sekujur tubuhnya.

Pembunuhan Marsinah merupakan riwayat kekejiaan Aparat Orde Baru. Apa yang salah dengan sosok Marsinah, salah Marsinah adalah membuat tuntutan buruh pada penguasa Orde Baru.

Tuntutan Marsinah antara lain: “Kenaikan upah sesuai kebutuhan buruh, tunjangan cuti haid, asuransi kesehatan bagi buruh ditanggung perusahaan, THR satu bulan gaji sesuai dengan himbauan pemerintah, uang makan ditambah, kenaikan uang transport, bubarkan SPSI, tunjangan cuti hamil tepat waktu, upah karyawan baru disamakan dengan buruh yang sudah satu tahun bekerja, dan pengusaha dilarang melakukan mutasi, intimidasi, PHK karyawan yang menuntut haknya.”

Kasus Marsinah merupakan kasus pelanggaran berat HAM, yakni pasal 9 UU No. 26 tahun 2000, yaitu unsur kejahatan manusia dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Dasar hukum yang dilanggar adalah sila ke-2 dari Pancasila, “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.”

Mari kita simak pengakuan dari Dr. Mun’im Idris (Ahli Forensik) yang membeberkan penyebab kematian Marsinah.

Marsinah sebelum tewas, disiksa alat vitalnya ditembak dan ditusuk dengan benda tumpul. Ditemukan banyak luka memar di tubuhnya.

Hasil otopsi di RSUD Nganjuk dan RSUP Dr. Soetomo menyebutkan, aktivis dan buruh pabrik PT. CPS yang meninggal pada tanggal 8 Mei 1993 ditemukan adanya tanda-tanda bekas luka penganiayaan berat. Dr. Mun’im Idris menyebutkan ada luka tembak di bagian alat vitalnya. Dan ada luka benda tumpul (senjata api) yang dimasukkan ke alat vitalnya, sangat sadis dan tidak berperikemanusiaan. Siapa pelakunya? Mereka adalah kelompok tertentu, dan sampai sekarang kasus ini belum terselesaikan.

Apakah kasus Marsinah termasuk kategori kalau zaman Orba itu ‘Sejahtera dan Bebas Berpendapat’?

Hai mahasiswa bangun dari mimpi panjangmu, kelompok mana yang engkau bela mati-matian. Kau nodai bulan suci Ramadhan dengan demo unfaedah dan anarkis. Kalau itu kamu lakukan terus menerus, kelak ketika kamu dewasa nanti jadi sampah negara.

Model mahasewa yang bermental ‘pelacur’ kelak akan jadi koruptor, kacung mafia, broker nakal, maling anggaran, calo undang-undang, perusak Peraturan Pemerintah, politikus-politikus preman, gelandangan politik, antek asing, pengkhianat bangsa, budak khilafah, menjadi sengkuni di negeri sendiri.

Mari mahasiswa semua, mulailah bebenah dari sekarang, kembalilah ke kampus. Dosen dan pimpinan kampus akan bangga kelak ketika kamu lulus dan mengabdi pada negeri dengan aneka temuan teknologi kekinian serta bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

Nurul Azizah, penulis buku “Muslimat NU di Sarang Wahabi”, minat hub. penulis atau SintesaNews.com 0858-1022-0132.

Buku “Muslimat di Sarang Wahabi” karya penulis Nurul Azizah. Pemesanan hub. Penulis atau SintesaNews.com di nomor 085810220132

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here