Penulis: Elkhusayni
Liburan Mahasantri PPTI Alfalah Salatiga pada semester Genap tahun 2022 tahun ini terasa aberbeda dengan tahun sebelumnya. Karena mahasantri tidak hanya kilatan mengaji saja. Akan tetapi dengan suatu kegiatan lainnya yaitu Seminar Nasional. Hal ini terlaksana pada hari Rabu, 2 Febuari 2022.
Kenapa hal ini dilakukan di pondok pesantren, karena pondok pesantren memiliki ciri khusus dan keunikan sendiri dari kultur budayanya. Serta hal ini pondok pesantren satu dengan pesantren lainya memiliki ciri dan keunikan khusus tersendiri. Walaupun berbeda dengan dinamika maupun ciri khusus tersendiri akan tetapi tidak lepas juga dari wadah organisasi besar yaitu Nahdlatul Ulama.
Dalam kegiatan Seminar Nasional kali ini yang bertemakan Peran Santri dalam Menyambut Tantangan Satu Abad Nahdlatul Ulama, kegiatan ini diorganisir oleh angkatan Mahasantri 2019 dan 2020 serta ditanggungjawabi oleh Pengurus PPTI Alfalah dan Ahlul Bait. Serta hal ini melibatkan pihak dari luar yaitu Gus Rifa Jamludin yang saat ini menjabat salah satu Pengurus Wilayah Rijalul Ansor Jawa Tengah, yang bertugas sebagai narasumbernya.
Kegiatan Seminar ini bisa juga menjadi ajang pelatihan kemandirian diri sendiri bagi Mahasantri tersebut untuk bekal di masa yang akan datang. Karena dengan tema tersebut yang bersifat keorganisasian dalam lingkup kehidupan sendiri maupun secara umum dalam kehidupan bersosial yang akan datang.
Persiapan dan objek terlibat pun tidak luput dari ormas yang ada entah NU, Muhammadiyah, LDII dan ormas lainya. Tetapi dalam kali ini dari penulis hanyalah NU yang akan kami tulis, karena menyesuaikan dengan tema yang ada pada seminar kali ini.
Menengok sejarah berdirinya NU yang hampir berdiri kokoh selama abad ini, NU berperan penting pada sektor kehidupan Global Dunia pada saat ini. Karena NU sudah mempunyai Pimpinan Cabang Istimewa (PCI) di berbagai negara yang sudah terbentuk di 100 Negara lebih.
Melihat peran NU dalam berbagai peristiwa antar negara. NU selalu terlibat, seperti contoh mempertahankan Makam Nabi Agung Muhammad SAW lewat Komite Hijaz yang diwakili oleh KH. Wahab Hasbullah dan beberapa penderek beliau. Peristiwa tersebut terjadi sebelum kemerdekan Indonesia.
Pada era perebutan kemerdekan Indonesia, NU juga berperan aktif dalam berdirinya negara ini seperti halnya yang dilakukan Tentara Hizbullah. Serta setelah kemerdekan NU juga berperan mempertahankan kemerdekan. Hal ini NU juga menggunakan beberapa teknik, atau strategi, entah itu strategi teknik merangkul untuk memukul atau sebaliknya dan bisa saja strategi lainya. Namun hal ini tidak lepas dari peranan NU untuk mempertahakan Kemerdekan Indonesia.
Dalam kondisi mempertahankan kemerdekan Indonesia, NU juga mengimbangi arus kanan maupun arus kiri dengan sebuah strategi. Seperti halnya NU menghadapi PKI, Masyumi dll. NU hanya menggunkan teknik merangkul. Karena dengan teknik itupun PKI, Masyumi sudah hancur maupun bubar dengan sendirinya.
Seiring berjalan saat waktu NU juga selalu berperan aktif dalam tatanan dunia. Terahir dan melihat perkembangan terahir NU juga terlibat Perdamaian Dunia, seperti halnya Konflik Palestina dan Israel yang dilakukan oleh KH. Yahya Staquf, serta tidak kalah juga perdamaian lainya seperti halnya konflik di Negara Afganistan yang dipelopori juga oleh satu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Tidak luput juga peranan NU dalam negeri yang selalu terlibat di berbagi sektor kehidupan, seperti halnya di Ekonomi, Intelligent, Politik, Pertahanan Negara, maupun Keamanan Negara.
Dengan kiprah ini dengan NU juga tidak sembarangan dalam memgambil peran. Salah satunya menggunakan dasar Piagam Madinah. Piagam Madinah adalah Sumber Inspirasi Negara Berbangsa. Itupun baru menggunakan satu dasar peristiwa yang ada yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Serta dari uraian di atas tadi, khususnya para mahasantri dalam mengambil peran tersebut, jangan lengah serta pertimbangan-pertimbangan tertentu. Hal-hal tersebut sudah dicontohkan oleh beberapa tokoh seperti halnya KH. Ma’ruf Amin yang menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia. Serta di jajaran Kementrian Agama yang di Motori oleh KH. Yaqut Cholil. Dalam dunia pendidikan juga tidak luput dari orang NU. Hal ini dicontohkan juga oleh beliau yaitu Neng Siti Rofiah putra dari salah satu pengasuh PPTI Alfalah Salatiga. Yang saat ini menjabat salah satu dosen dan Guru Besar di Universitas Walisongo Kota Semarang. Serta di beberapa sektor lain juga ada seperti halnya Gus Nabil Harun yang menjabat sebagai anggota DPR RI.
Jadi mahasantri dalam hal ini khususnya lingkup keorganisasian harus juga ikut berperan aktif. Serta cakrawala dalam wawasan global selalu terbuka secara terorganisir. Entah dari menejemen, keuangan, dunia IT maupun penataan organisasi tersebut.
Seperti contoh organisasi yang ada di NU sudah ada dan mencangkup tatanan sosial. Seperti halnya di PMII, Pagar Nusa, Muslimat, GP Ansor, Banser, Fatayat, Rijalul Ansor, dari organisasi sudah meliputi dari beberapa sektor mulai dari kalangan muda, tua, setengah tua dan dari berbagai bidang yang ada seperti pedagang, nelayan, dan pemegang kebijakan lainnya.
Dalam hal organisasi ini khususnya mahasantri harus merencanakan hal yang akan dilakukan serta melihat situasi dan kondisi tertentu, serta simulasi-simulasi jangka panjang, maupun jangka pendek hal ini tidak luput dari pertimbangan-pertimbangan yang ada. Jangan ada beberapa uraian di atas tersebut ditunggangi oleh kepentingan pribadi maupun kepentinngan golongan. Akan tetapi kepentingan organisasilah yang diunggulkan.
Mahasantri dalam masa yang akan datang juga tidak lepas dari peranan strategi global, entah perdamaian dunia, lewat pertukaran pelajar antar negara, maupun sebagai di lembaga pertahanan dan kemaanan nasional maupun tatanan di berbagai sektor atau pos tertentu dalam tatanan dunia global.
Tidak luput juga dalam waktu dekat-dekat ini juga harus siap juga dalam kultural budaya yang berbeda-beda dan kadang selalu berubah-ubah. Dalam konteks ini mahasantri pun juga harus selalu siap dalam kondisi apapun ketika di ranah organisasi maupun non organisasi.
Seiring perkembangan zaman hukum itu selalu berkembang sesuai sebab musababnya. Dalam kultur budaya maupun sosial terkhusus mahasantri harus memahami serta memilah-milah dan mempertimbangakan mana yang untuk urusan kepentingan pribadi, maupun kepentingan sosial yang akan datang. Karena dalam organisasi adalah ibarat suatu organ tubuh yang selalu berjalan beriringan dan saling melengkapi