Penulis: Tantra
Dua hari lalu, saya berziarah ke makam ayahnda tercinta. Selesai ziarah, saya iseng membuka percakapan dengan salah satu petugas makam. Pak Bani namanya.
Saya tanyakan tentang aktifitas anak-anak di halaman depan sisi utara makam yang teduh dan asri, di antara pohon-pohon cemara yang tinggi menjulang. Sebab tiga tahun terahkir ini, setiap saya ziarah, saya mengira sekumpulan anak-anak tersebut adalah tempat pendidikan PAUD atau TK yang dikelola oleh sebuah yayasan.
Dan betapa saya agak terkejut dengan penjelasan Pak Bani, bahwa ternyata mereka semua adalah anak-anak pengidap HIV/AIDS yang ditampung di tempat tersebut.
Itulah rumah Lentera, sebuah yayasan kemanusiaan yang peduli dengan anak-anak tersisih dan terbuang oleh keluarga sendiri, lingkungan maupun masyarakat.
Mengenai Yayasan Lentera, saya sudah mendengar nama yayasan ini sudah cukup lama. Pencetus dan pendiri yayasan ini adalah Puger Mulyono dan Yunus Prasetyo. Yang menarik, Puger adalah seorang juru parkir di Gerai Indosat Purwosari Laweyan Surakarta. Jadi beliau bukan dari kalangan berada. Hidupnya juga sangat sederhana, sampai saat ini.
Profil Mas Puger yang kalem dan sederhana, yang tercermin dari beberapa publikasi surat kabar, membuat saya penasaran tentang sosoknya. Kemudian insting saya tergerak untuk melakukan observasi dan wawancara. Saya temui salah satu pengasuh di tempat tersebut.
Mas Puger, sosok yang saya cari, baru dapat menemui nanti malam. Saya sempat ngobrol beberapa menit via telepon dengan beliau. Dan sementara dipersilahkan untuk mencari keterangan dari para pengasuh.
Siang itu, di panti tempat anak-anak ditampung, saya ditemani oleh Mas Korim, salah satu pengasuh di panti Lentera. Mas Korim dengan ramah dan terbuka menyambut kehadiran saya. Kami ngobrol lesehan di bawah pohon beringin.
Dari keterangan Mas Korim, saat ini Panti Lentera dihuni oleh 38 anak. 90 persen nya sudah yatim piatu. Sementara beberapa anak masih mempunyai ayah maupun saudara. Tetapi hanya satu dua keluarga yang masih sesekali bersedia mejenguk.
Dari 38 anak tersebut, 3 anak sedang menempuh studi di perguruan tinggi. 3 anak duduk di bangku SMA, 4 anak di bangku SMP, dan beberapa anak bersekolah di beberapa Sekolah Dasar. Sementara sisanya masih balita. Bahkan baru saja, panti ini menerima bayi yatim piatu berumur tiga bulan, yang terinfeksi virus HIV karena tertular ibunya.
Sementara asal usul anak-anak penghuni panti, tersebar dari berbagai pelosok negeri. Tercatat ada tiga anak papua yang dibesarkan di panti ini sampai sekarang menginjak usia lima sekolah dasar.
Melihat keceriaan anak-anak di panti ini, memang tak ubahnya seperti sebuah sekolah PAUD atau TK pada umumnya. Anak-anak panti disini juga sehat dan aktif bermain serta belajar. Memang, pengidap HIV, sepanjang dapat mempertahankan kesehatan dirinya, ia akan tampak selalu sehat-sehat saja seperti layaknya orang normal.
Tentunya, untuk mencapai kestabilan kesehatan tersebut, diperlukan kontrol rutin setiap bulan yang dilakukan oleh team dokter dari RSUD Dr Moewardi. Dokter juga memberikan terapi obat oral yang harus ditelan setiap pagi, untuk membantu meningkatkan imun tubuh anak-anak penghuni panti.
Menjaga kesehatan memang mutlak diperlukan untuk melindungi anak-anak tersebut. Tetapi sebenarnya ada yang lebih fundamental dari kesehatan fisik itu sendiri, yaitu asupan rohani dan kondisi mental psikologi dari anak-anak.
Hal ini disadari oleh para pengasuh Yayasan Lentera. Maka para pengasuh berencana membangun Musholla, sebagai sarana dan tempat untuk memberikan bekal keimanan dan ketaqwaan anak-anak pengidap HIV dalam menghadapi kenyataan hidup.
Rencana pembangunan Musholla bukan berarti Yayasan Lentera hanya mementingkan satu agama dan golongan. Bagi anak-anak yang beragama lain, tentu juga akan dipikirkan bagaimana memberikan kekuatan lewat materi keimanan, termasuk mendatangkan guru agama maupun rohaniawan.
Pembangunan Musholla akan memanfaatkan sisa lahan seluas 50 meter persegi, pemberian Dinas Sosial Pemkot Surakarta, dimana panti Lentera ini berada, yaitu di Komplek Taman Makam Pahlawan Kusuma Bhakti Surakarta.
Di samping itu, anak-anak di Lentera juga membutuhkan sarana dan prasarana dalam bidang seni, khususnya seni musik. Hal ini juga penting sebagai bentuk aktualisasi diri. Siapa tahu, dari anak-anak disini, akan tercipta sebuah karya lagu maupun musik yang dapat memperkaya kasanah musik Indonesia.
Itulah sedikit obrolan pembuka dengan Mas Korim, mengenai perkenalan kepada penghuni panti, rencana pembangunan Musholla dan rencana pembelian alat musik bagi anak-anak panti.
Namun, sebenarnya yang lebih utama adalah keberlangsungan panti Lentera dalam mencukupi kebutuhan hidup 38 anak asuhnya. Meskipun ada donatur tetap, Pemkot dan beberapa bantuan dari para hamba Tuhan, namun sering kali para pengasuh masih harus mengeluarkan uang pribadi untuk menutupi kekurangan biaya yang cukup besar setiap bulannya.
Lantas bagaimana awal mula seorang juru parkir, terpanggil untuk mengasuh bayi mungil yang ditinggal mati oleh ibu yang menderita AIDS? Tidak takutkah Mas Puger akan tertular? Bagaimana penerimaan masyarakat, oleh karena Mas Puger terus saja menampung anak-anak pendidap HIV?
Apa motivasi Mas Puger? Dan bagaimana beliau memperlakukan anak-anak panti seperti anak-anak sendiri? Bagaimana pula beliau memperoleh para relawan untuk menjadi pengasuh dan ikut menemani tidur bersama anak-anak panti? Digajikah para pengasuh tersebut?
Ikuti obrolan seru, haru sekaligus inspiratif bersama Mas Puger di artikel selanjutnya.