Kunjungan TPQ Ibnu Rusyd ke Vihara Buddhagaya, Pembelajaran Toleransi Beragama kepada Anak-anak

Penulis: Nurul Azizah

Pagi itu, Minggu 20/3/2022 penulis mengikuti rombongan ziarah sekaligus rekreasi TPQ Ibnu Rusyd Meteseh Tembalang Semarang ke Vihara Buddhagaya Watu Gong Semarang lanjut ke ziarah makam Syaikh Hasan Munadi di Nyatnyono Ungaran lanjut mandi di Sendang Kalimat Toyyibah komplek makam tersebut.

Tidak seperti biasanya orang tua mengajak putra-putrinya berkunjung ke Vihara Buddhagaya yang lebih terkenal dengan sebutan Vihara Watu Gong Semarang. Rata-rata orang tua mengajak mereka untuk melihat-lihat bangunan-bangunan Vihara dan Pagoda. Kemudian mereka selfi di depan bangunan tersebut untuk dikirim ke sosmed atau dibuat status.

-Iklan-

Ini pengakuan ananda Adit, saat penulis tanya. “Ada yang pernah ke Vihara Watu Gong?” tanyaku.

“Saya pernah ke Watu Gong, tapi cuma lihat-lihat bangunan dan foto-foto saja, lalu pulang,” sahut Adit.

Kali ini penulis merasakan ada yang berbeda dari kunjungan anak-anak Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) Ibnu Rusyd Meteseh Tembalang Semarang pimpinan bu Nyai Rotiyal Umroh istri dari Dr. KH. Iman Fadhilah Dekan FAI Unwahas Semarang.

Ada yang menarik dari kunjungan lintas agama ini. Anak-anak diperkenalkan pembelajaran toleransi beragama secara langsung.

Salah satu bentuk toleransi adalah toleransi beragama, yang merupakan sikap saling menghormati dan menghargai antar penganut agama lain, seperti tidak memaksakan orang lain untuk menganut agama kita, tidak mencela atau menghina agama lain dengan alasan apapun.

Pada kesempatan kali ini, anak-anak langsung dipertemukan oleh Pimpinan TPQ Ibnu Rusyd kepada Romo Warto selaku Pandita di Vihara Buddhagaya Watu Gong yang beralamat di Jl. Perintis Kemerdekaan Pudakpayung, Kecamatan Banyumanik, Semarang Jawa Tengah 50265.

Begitu rombongan sampai di parkir Vihara tersebut langsung bertemu dengan Watu Gong dan gerbang Sanchi.

Kemudian rombongan disambut hangat oleh Romo Warto dan beberapa orang staf.

Sebelumnya anak-anak TPQ dikumpulkan di depan bangunan Dhammasala yaitu bangunan inti atau pusat dari sebuah komplek Vihara.

Rombongan TPQ nanti diperkenankan memasuki bangunan-bangunan Vihara yang tidak semua pengunjung diperkenankan memasukinya.

Sebelum memasuki bangunan inti yaitu Dhammasala, Romo Warto yang merupakan Pengawas Yayasan Buddhagaya dan juga sebagai Ketua Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia Prop. Jateng, menjelaskan apa itu Watu Gong dan Gerbang Sanchi, sambil menunjuk gerbang masuk Vihara.

Atas: Penulis bersama anak-anak TPQ Tengah: Penulis bersma Pandita Romo Warto Bawah kiri: Anak-anak TPQ dengan seksama mendengarkan keterangan dari Romo Warto. Bawah kanan: Penulis bersama Ibu Rotiyal Umroh pimpinan TPQ Ibnu Rosyd

Watu Gong adalah batu granit alam asli yang kebetulan bentuknya menyerupai gong (alat musik tradisional dari Jawa). Sedangkan Gerbang Sanchi adalah pintu gerbang untuk memasuki Vihara Buddhagaya.

Penulis terus mengikuti Romo Warto untuk mendapatkan pengarahan secara langsung.

Saat memasuki bangunan Dhammasala, Romo Warto menjelaskan kepada penulis dan rombongan bahwa Buddha adalah nafas kedamaian.

“Di Vihara ini semua agama boleh berkunjung. Bisa belajar filosofi hidup. Kita sebagai manusia tentu memiliki kodrat. Manusia harus hati-hati terhadap sifat babi, ular dan ayam jago,” jelas Romo Warto.

Romo Warto menjelaskan sambil menunjuk gambar babi, ular dan ayam jago. Ketiga binatang ini menunjuk pada simbol dari akar kekotoran batin manusia, babi menunjuk pada kebodohan, ular menunjuk pada kebencian dan ayam jago menunjuk pada keserakahan.

Babi, ular dan ayam jago sebagai simbol akar kekotoran bathin manusia.

Di ruang tersebut ada tempat suci agama Buddha, yaitu patung Shiddharta Buddha Gautama sebagai guru utama yang menunjukkan jalan kelepasan. Dengan kebijaksanaan dan kesucian, Nibbana dan Nirvana, tujuan akhir umat Buddha akan terwujud yaitu keluar dari proses berputarnya kehidupan (roda samsara – penderitaan).

Romo Warto terus menerangkan simbol-simbol yang ada di bangunan inti agama Buddha tersebut kepada anak-anak.

Dari bangunan Dhammasala rombongan diajak ke Buddha Parinibbana atau Buddha tengah berbaring. Sebuah Buddharupa yang menggambarkan saat Sang Buddha Parinibbana di bawah dua pohon Sala.

Setelah itu rombongan diajak ke Pagoda. Pagoda merupakan stupa dengan ciri khas Tiongkok. Di dalam ruangan yang disebut ruang Metta Karunna Pagoda, disemayamkan Bodhisatva Avalokitesvara atau lebih dikenal sebagai Dewi Kwan She Im Po Sat atau Dewi Welas Asih.

Pagoda dengan tinggi 45 M ini, dibangun atas jasa besar keluarga Po Soen Kok selaku donatur dan diresmikan oleh Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Bapak H. Mardiyanto pada Jum’at 14 Juli 2006.

Rombongan diajak ke pohon Bodhi, karena penulis mengambil beberapa gambar di sekitar Pagoda, penulis tertinggal dengan rombongan. Untung ada pak Siswono, yang sehari-hari membersihkan lingkungan Vihara tersebut.

Dari keterangan pak Siswono penulis mendapatkan info tentang pohon bodhi, yaitu pohon keberuntungan.

Pohon bodhi langsung dicangkokan yang induknya dari Anuradhapura, Sri Lanka merupakan pohon keberuntungan yang usianya sudah 70 tahun yang ditanam pada tahun 1952. Pohon ini masih keturunan langsung dari pohon bodhi di Bodhgaya India.

Pohon Bodhi yang berusia 70 tahun.

Dari kunjungan kali ini di Vihara Buddhagaya, anak-anak banyak tahu tentang bangunan-bangunan yang ada di komplek Vihara Buddhagaya Watu Gong.

Anak-anak bisa menerima pembelajaran tentang toleransi beragama, bahkan antusias mengikuti keterangan-keterangan yang disampaikan oleh Romo Warto.

Anak-anak merasa nyaman dengan orang yang berbeda agama dan keyakinan. Mereka mampu menerima aneka bentuk persamaan dan perbedaan, walau beda agama.

Toleransi itu seperti dawuhnya Gus Dur, “tidak menyama-nyamakan yang beda dan tidak membeda-bedakan yang sama.”

Ada banyak hal yang berbeda walau satu agama, tetapi ada banyak hal yang sama meski beda agama.

Pagi itu anak-anak TPQ Ibnu Rusyd benar-benar menikmati kunjungan di Vihara Buddhagaya Watu Gong. Begitu bahagia bersuafoto bersama dengan para ustad dan ustadzahnya.

Indahnya kebersamaan, indahnya perbedaan, indahnya hidup damai, indahnya toleransi beragama dan indahnya Indonesiaku.

Terima kasih Romo Warto yang telah menerima kami dengan senang hati dan semangat memberi penjelasan kepada kami semua. Mudah-mudahan kita bisa bertemu lagi dilain kesempatan.

Akan kami ingat bahwa dalam diri Romo Warto tampak jiwa tenang, senang, riang dan ikhlas memberi.

Nurul Azizah, Penulis buku “Muslimat NU di Sarang Wahabi“, minat hub penulis atau SintesaNews.com 0858-1022-0132.

Buku “Muslimat di Sarang Wahabi” karya penulis Nurul Azizah. Pemesanan hub. Penulis atau SintesaNews.com di nomor 085810220132

Baca artikel Nurul Azizah lainnya di Kolom Bunga Rampai.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here